PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN GERAK ANAK USIA DINI (AUD)
PERMAINAN
TRADISIONAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN GERAK ANAK USIA DINI (AUD)
PERMAINAN
TRADISIONAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN
GERAK
ANAK USIA DINI
Oleh:
Aris Priyanto*
Abstrak
Penyelenggaraan pembelajaran pada
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan Berbasis Budaya menyatakan bahwa metoda pembelajaran yang digunakan
dalam PAUD dilakukan dengan cara belajar dan bermain dengan mengedepankan
pendidikan berbasis budaya sebagai salah satu sumber pembelajaran anak.
Pendahuluan
Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada
gelombang, menjelma burung yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di
hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci. "Tuan, jangan kau
ganggu permainanku ini."
Cuplikan
puisi “Di Tangan Anak-Anak” oleh Sapardi Djoko Darmono
Cuplikan bait sajak di atas selaras dengan
Penyelenggaraan Pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berdasarkan
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya Pasal 1 Butir 13 bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Hal ini mengandung arti bahwa metoda pembelajaran yang digunakan dalam
PAUD dilakukan dengan cara belajar dan bermain dengan mengedepankan pendidikan
berbasis budaya sebagai salah satu sumber pembelajaran anak.
Proses pembelajaran Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), khususnya Taman Kanak-kanak, dewasa ini telah menimbulkan
permasalah. Hal ini disebabkan oleh pola pembelajaran yang dilaksanakan
cenderung berorientasi akademik yaitu pembelajaran yang menekankan pada
pencapaian kemampuan anak dalam membaca, menulis dan berhitung. Padahal pembelajaran
yang dilakukan pada PAUD adalah untuk mengembangkan berbagai potensi pada anak
seperti fisik, kognitif, bahasa, dan sosio-emosional. Kecenderungan tersebut
disebabkan antara lain oleh pemahaman yang keliru terhadap konsep pembelajaran
awal pada PAUD.
Anak usia dini adalah sosok individu yang
sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental
bagi kehidupan selanjutnya (Sofia Hartati: 2005: 1). Karena begitu pentingnya
dasar pendidikan pada anak usia dini, maka pembelajaran pada PAUD seyogyanya
memperhatikan beberapa prinsip belajar seperti berangkat dari apa yang dibawa
anak, belajar harus menantang bagi anak, belajar sambil bermain dengan
mengedepankan pendidikan berbasis budaya, penggunaan alam sekitar sebagai sumber
belajar, belajar membekali keterampilan hidup, belajar sambil melakukan.
Layanan pembelajaran untuk PAUD dapat
diberikan melalui permainan tradisional yang disesuaikan dengan perkembangan
dan pertumbuhan anak. Karena di dalam permainan tradisional terkandung
nilai-nilai kreatifitas, terapi, dan
mengembangkan kecerdasan majemuk anak.
Untuk anak usia dini permainan tradisional
bisa diberikan melalui pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (Penjasorkes)
di kelompok bermain dan Taman Kanak-kanak karena Penjasorkes merupakan proses
pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada peserta didik berupa
aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang direncanakan secara sistematis
guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik, organik, keterampilan
motorik, keterampilan berfikir emosional, sosial dan moral. Pembekalan
pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina sekaligus membentuk gaya hidup
sehat dan aktif sepanjang hayat.
Pembahasan
Pengertian Pembelajaran Anak Usia
Dini
Pembelajaran pada anak usia dini merupakan
proses interaksi antara anak, orang tua atau orang dewasa lainnya dalam suatu
lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut
merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Vigotsky (Berk, 1994) berpendapat bahwa pengalaman interaksi sosial
merupakan hal yang penting bagi anak. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang
bermakna bagi anak jika anak dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya.
Pada hakekatnya anak belajar sambil
bermain, oleh karena itu pembelajaran pada anak usia dini pada dasarnya adalah
bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam
melakukan berbagai eksplorasi terhadap lingkungannya, maka akitvitas bermain
merupakan bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran diarahkan pada
pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan majemuk. Untuk itu
pembelajaran pada PAUD harus dirancang dan menggunakan sumber belajar yang
tidak membebani serta membosankan anak. Agar suasana belajar tidak memberikan
beban dan membosankan anak, sumber belajar dan suasana belajar perlu dibuat
secara alami, hangat, dan menyenangkan. Aktivitas bermain (playful activity) yang memberikan kesempatan pada anak untuk
berinteraksi dengan teman dan lingkungannya merupakan hal yang diutamakan.
Agar anak dapat mencapai tahapan
perkembangan yang optimal, maka proses pembelajaran yang dilakukan harus
memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut: 1) Berangkat dari yang
dimiliki anak; setiap anak membawa segala pengetahuan yang telah dimilikinya
terhadap pengalaman-pengalaman barunya. 2) Belajar harus menantang pemahaman
anak; proses belajar pada anak usia dini dapat terjadi dalam dua arah, dari
yang umum yang khusus dari yang sederhana ke yang komplek. Oleh karena itu
untuk memastikan terjadinya pengembangan pada anak, aktivitas pembelajaran yang
dirancang harus menantang anak untuk mengembangkan pemahaman sesuai dengan apa
yang dialaminya. 3) Belajar dilakukan sambil bermain; belajar pada anak usia
dini adalah bermain. Melalui bermain dapat memberi kesempatan bagi anak untuk
bereksplorasi, menemukan, mengekpresikan perasaan, berkreasi, dan belajar
secara menyenangkan. 4) menggunakan alam sebagai sarana pembelajaran; alam
merupakan sarana yang tidak terbatas bagi anak untuk berekplorasi dan
berinteraksi dalam pembangunan pengetahuannya. 5) belajar dilakukan melalui
sensorinya; anak memperoleh pengetahuan melalui sensori alian inderanya yaitu
peraba, pencium, pendengar, penglihatan dan perasa. 6) Belajar membekali
keterampilan hidup; pembelajaran pada hakekatnya membekali anak untuk memiliki
keterampilan hidup. 7) Belajar sambil melakukan; pendidikan hendaknya
megarahkan anak untuk menjadi pebelajar yang aktif. (Sofia Hartati, 2005:
30-35).
Sumber belajar
Tarkleson dalam Cucu Eliyati (2005: 26)
mengatakan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk
kepentingan pelajaran yaitu segala apa yang ada di sekolah dan lingkungannya
pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Selanjutnya Association for Educational Coommunikation
and Tecnology (AECT) memberikan batasan sumber belajar sebagai segala
sesuatu yang berupa pesan, manusia, material (media-software),
peralatan (hardware), teknik
(metode), dan lingkungan yang digunakan sendiri-sendiri maupun dikombinasikan
untuk memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar.
Pemahaman
yang mendalam tentang proses pembelajaran pada PAUD dari pendidik diperlukan
agar para pendidik mampu merencana, mengembangkan, dan menggunakan sumber
belajar dan bentuk-bentuk permainan untuk kepentingan pembelajaran PAUD. Sumber
belajar dan bentuk-bentuk permainan yang digunakan dapat dipilih dari
permainan-permainan tradisional yang ada
di sekitar lingkungan sekolah.
Permainan tradisional
Yogyakarta
memiliki kekayaan budaya yang amat bernilai termasuk permainan tradisional.
Permainan tradisional merupakan simbolik dari pengetahuan yang turun temurun
dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya, di mana pada
prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian
bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena
tujuannya sebagai media permainan.
Supriyadi
(2002; 4) menjelaskan bahwa Bruner dan Danalson dari telaahnya menemukan bahwa
sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa
kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh
dari bermain. Melalui permainan tradisional, anak-anak juga dapat mengembangkan
semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik yang berhubungan dengan
kecerdasan gerak-kinestetik, mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu,
melalui permainan tradisional bagi anak usia dini merupakan jembatan
berkembangnya semua aspek. Adapun manfaat dari permainan tradisional adalah:
1. Anak
menjadi lebih kreatif
Permainan
tradisional biasanya dibuat langsung oleh pemainnya. Menggunakan barang-barang,
benda-benda, atau tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini
mendorong anak lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan. Selain itu,
permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan
yang berlaku, selain aturan yang sudah biasa digunakan, ditambah dengan aturan
aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga juga
terlihat bahwa pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang
sesuai dengan keadaan mereka.
2. Dapat
digunakan sebagai terapi kepada anak
Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya.
Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini dapat digunakan
sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.
3. Mengembangkan
kecerdasan majemuk anak, yaitu kecerdasan; intelektual, emosional dan personal,
gerak, natural, spasial, musikal dan spiritual
Adapun permainan tradisional Yogyakarta yang akan
dibahas penulis adalah permainan tradisional yang lebih banyak menggunakan
aktivitas fisik, diantaranya:
1.
Gotri
Legendri
Anak anak
bermain melingkar, jongkok di tanah. Mereka saling menggilirkan batu ke
sebelahnya sambil menyanyikan lagu. Gotri legendri nogosari thiwul
uwal awul jadah mbantul. Dolan
awan awan nggolek kodok titenana besok gedhe dadi apa apadha mbako enak mbako
sedhep dhempo ewa ewo kaya kodok. Kemudian, yang mendapatkan batu terakhir dia jadi kodok
(menirukan gerakan katak melompat).
2. Tawonan
Permainan berkelompok, dimainkan dengan membuat lingkaran besar di tanah tempat memenjarakan pemain lawan yang tertangkap.
Permainan berkelompok, dimainkan dengan membuat lingkaran besar di tanah tempat memenjarakan pemain lawan yang tertangkap.
3. Udan Barat
Permainan
menggunakan gacuk, bisa dari pecahan
tegel atau kereweng. Dimainkan dengan melemparkan batu ke garis, yang paling
dekat dengan garis dia yang mulai main. Gacuk
dipasang di kaki, kemudian orang berjalan jingkat jingkat dengan gacuk terpasang disatu kaki.Yang kalah
menggendong yang menang, dari garis ke garis
4. Jamuran
Dimainkan berkelompok beramai ramai bergandengan tangan melingari seorang di tengah, sambil menyanyikan lagu lagu. Jamuran, yo ge gethok, jamur apa, yo ge gethok, semprat semprit jamur apa? lalu pemain yang ditengah menyebutkan sesuatu, seperti: Jamur parut, maka pemain yang melingkar harus mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng, jika tertawa maka dia jadi yang ditengah Jamur kendhil borot, semua pemain harus kencing (wakakakakkaakakaka marahi kemekelen) dan jamur jamur lainnya.
Dimainkan berkelompok beramai ramai bergandengan tangan melingari seorang di tengah, sambil menyanyikan lagu lagu. Jamuran, yo ge gethok, jamur apa, yo ge gethok, semprat semprit jamur apa? lalu pemain yang ditengah menyebutkan sesuatu, seperti: Jamur parut, maka pemain yang melingkar harus mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng, jika tertawa maka dia jadi yang ditengah Jamur kendhil borot, semua pemain harus kencing (wakakakakkaakakaka marahi kemekelen) dan jamur jamur lainnya.
5. Ancak-ancak Alis
Permainan
yang juga dimainkan beramai ramai. Dua orang anak menggabungkan kedua tangan
mereka dan diangkat tinggi. Anak-anak
yang lain membuat rangkaian satu persatu memasuki melewati kedua anak tadi,
sambil menyanyikan lagu. Ancak-ancak alis, si alis kabotan kidang anak-anak
kebondungkul si dhungkul.
6. Dhingklik Oglak Aglik.
Permainan
dimainkan dengan saling mengaitkan salah satu kaki ke kaki teman dalam sebuah
lingkaran kecil dengan kaki lain bertumpu di tanah dan melakukan gerakan
berjalan seperti berjingkat bersama. Masing-masing
tangan pemain memegang pundak atau tangan pemain lainnya.
7.
Cublak-cublak suweng
Satu orang diminta melakukan posisi seperti orang bersujud,
ndhekem. Kemudian empat atau lima anak lainnya bermain menggilirkan sebuah
kerikil di tangan mereka. Setelah selesai, anak yang ndhekem tadi menebak
kerikil di tangan siapa. Cublak cublak suweng, suwenge ting gelenter, mambu
ketundhung gudel pak gemppng
lela legung sapa ngguyu ndhelikake sirpon dhele kosong sir, sirpong dhele kosong.
8. Petak
Jongkok
Dimainkan oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu.
Tentukan satu orang yang akan mengejar, setiap anak boleh jongkok. Bila jongkok
berarti dia tidak dapat disentuh oleh pengejar. Anak yang berdiri dapat
membangunkan anak yang jongkok. Tetapi anak yang terakhir jongkok berarti akan
menjadi pengejar menggantikan pengejar yang lama. Begitu juga dengan anak yang
tidak jongkok namun berhasil disentuh oleh pengejar akan menjadi pengejar
selanjutnya.
9. Engklek
Pemain harus mengangkat satu kaki dan melompat dengan satu
kaki melewati kotak-kotak dalam engklek. Permainan ini membutuhkan gacon (bisa pecahan genting atau
sejenisnya) untuk dilempar. Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus
membawa gacon di atas telapak tangan
dan menaruh di atas kepala sambil sambil melompat dengan satu kaki. Ada
beberapa variasi dalam hal aturan permainan dan prosedur engklek. Variasi ini
juga terjadi dalam bentuk engklek yang berbeda misalnya engklek gunung, engklek
tangga, engklek lingkaran.
Permainan
tradisional sebagai sumber pembelajaran gerak
Menurut
Skinner dalam Sofia Hartati (2005: 24) beranggapan bahwa perilaku manusia yang
dapat diamati secara langsung adalah
akibat konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan
maka hal itu akan diulangi lagi. Hal, tersebut sejalan dengan permainan
tradisional yang prosesnya sangat digemari anak-anak.
Dalam
permainan Gotri legendry, stimulasi
gerak terjadi pada saat anak mengilirkan/memindahkan batu secara estafet
kesebelahnya sambil bernyanyi ini dibutuhkan konsentrasi tinggi, jongkok di
tanah dan gerakan melompat menirukan gerakan katak (kodok). Dalam permainan ini
koordinasi mata-tangan, mata-kaki dan keterampilan lokomotor serta keterampilan
non lokomotor berjalan.
Tawonan; Stimulasi gerak terjadi pada saat anak membuat lingkaran
menaksir secara visul dengan memenjarakan teman. Dalam hal ini keterampilan
koordinasi berjalan.
Udan barat; Stimulasi gerak terjadi
pada saat menggunakan gacuk, melemparkan batu ke garis, memasang gacuk di kaki,
berjalan, jingkat jingkat dengan gacuk terpasang disatu kaki, dan menggendong.
Keterampilan koordinasi, keterampilan lokomotor dan non lokomotor, kemampuan
mengatur dan mengontrol tubuh berjalan.
Jamuran; Stimulasi gerak terjadi pada saat beramai ramai
bergandengan tangan membuat lingkaran menyanyikan lagu lagu, mengangkat kakinya
untuk dikili kitik dengan kereweng.
Ancak-ancak Alis; Stimulasi gerak terjadi pada saat
anak menggabungkan kedua tangan mereka dan mengangkat tangan tinggi, anak
membuat rangkaian satu persatu memasuki melewati kedua anak tadi, sambil
menyanyikan lagu.
Dhingklik Oglak Aglik; Stimulasi gerak terjadi pada saat
anak saling mengaitkan salah satu kaki ke kaki teman dalam sebuah lingkaran
kecil dengan kaki lain bertumpu di tanah dan melakukan gerakan berjalan seperti
berjingkat bersama.
Cublak-cublak Suweng; Stimulasi gerak terjadi pada saat anak
melakukan posisi seperti orang bersujud (ndhekem), empat atau lima anak lainnya
bermain menggilirkan sebuah kerikil ditangan mereka. Anak menebak kerikil di
tangan siapa.
Petak Jongkok; Dimainkan
oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu. Stimulasi gerak terjadi pada
saat anak mengejar, jongkok. anak membantu membangunkan anak yang jongkok.
Engklek Stimulasi
gerak terjadi pada saat anak mengangkat satu kaki dan melompat dengan satu kaki
melewati kotak-kotak dalam engklek, melempar.
Secara umum permainan-permainan
tradisional di atas memuat unsur-unsur gerak koordinasi, keterampilan lokomotor,
keterampilan non lokomotor, dan kemampuan mengontrol serta mengatur tubuh,
sehingga dapat merangsang terhadap kecerdasan gerak-kinestik anak, yang pada akhirnya membantu
perkembangan dan pertumbuhannya. Jadi, tidak ada alasan bagi pendidik, tidak
bisa melaksanakan pembelajaran dengan materi permainan tradisional karena
jelas-jelas permainan tradisional mempunyai banyak kelebihan dibandingkan
dengan permainan modern.
Penutup
Permainan tradisional sebagai sumber
belajar dapat mempermudah dalam pembelajaran gerak pada anak usia dini, proses
pembelajarannya dapat digunakan di dalam pemanasan, inti, ataupun penenangan.
Selain itu permainan tradisional juga memenuhi prinsip-prinsip belajar pada
anak usia dini, yaitu; berangkat dari yang dimiliki anak, harus menantang
pemahaman anak, dilakukan sambil bemain, menggunakan alam sebagai sarana
pembelajarannya, dilakukan melalui sensorinya, membekali keterampilan hidup,
dan belajar sambil melakukan.
Permainan tradisional yang termasuk di
dalam pembelajaran penjasorkes, akan memberikan dasar-dasar gerak yang komplit
pada anak usia dini, sehingga dikemudian hari pertumbuhan dan perkembangan anak
akan berjalan optimal selaras, serasi dan seimbang antara jiwa dan raga sebagai
satu kesatuan yang utuh.
*Aris Priyanto, Pengawas SMA, Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta
Daftar Pustaka
Catron,
Carol E. & Allen, Jan (1999). Early
Childhood Curriculum A creative-Play Modell. New Jersey: Prentice-Hall.
Eliyawati,
S. (2005) Pemilihan dan Pengembangan
Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini. Depdiknas Dikti, Jakarta.
Direktorat
Tenaga Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6
Tahun, Jakarta: PT Grasindo.
Hartati, S. (2005). Perkembangan
Belajar pada Anak Usia Dini. Depdiknas Dirjen Dikti. Jakarta
Hurlock,
Elizabeth B. Psikologi Perkembangan,
terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo. Jakarta:
Erlangga, 1996
Musfiroh, T. (2008). Cerdas
Melalui Bermain, Jakarta: PT Grasindo
Supriyadi,
D. (2001). Kreativitas Kebudayaan &
Perkembangan Iptek, Bandung: Alfabeta
SUMBER : HTTP://ARISPRIYANTO-SMA1JOGJA.BLOGSPOT.CO.ID/2014/09/PERMAINAN-TRADISIONAL-SEBAGAI-SUMBER.HTML
Komentar
Posting Komentar