MAKALAH PROFESIONALISME GURU PAUD



BAB II
PEMBAHASAN
PROFESI GURU
A.  Pengertian Profesi

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia., di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecendrungan sejarah dari lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Profesi merupakan bagian suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dan keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan  sebelumnya. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengembang profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilan sesuai perkembangan teknologi.

Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter , yang lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara, guru. Para staf dan karyawan instansi militer dan pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan keprofesionalannya. Ini berate bahwa jabatan mereka adalah akan meningkatkan keprofesionalannya. Ini berati bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi.   

Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. (Dr. Sikun Pribadi,1976)

Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu.


1. Hakikat  Profesi

Profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan yaitu : profesi, profesionalitas, professional, profesionalisasi, dan profesionalisme (Abin Syamsuddin Makmun, 1999). Profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya (Dedi Supriadi,1998:95). Profesionalitas menunjuk pada penampilan seorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orangnya itu sendiri. Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai professional. Profesionalisme menunjuk pada
(a)  Derajat penampilan seseorang sebagai professional : tinggi, rendah, sedang, dan
(b) Sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang paling ideal dari kode etik profesinya.

Oemar  Hamalik (1984:2) sampai pada suatu kesimpulan bahwa hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Suatu profesi mengandung unsur pengabdian (Oemar Hamalik, 1984:3) menurutnya, suatu profesi bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka, melainkan untuk pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian seorang professional menunjuk pada pengutamaan orang banyak daripada kepentingan diri sendiri.

2. Ciri-Ciri Profesi
Menurut Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun (1992:133) suatu jabatan professional harus mempunyai beberapa ciri pokok yaitu :
a.     Pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal

b.     Pekerjaan itu mendapat pengakuan dari masyarakat

c.      Adanya pengawasan dari suatu organisasi profesi seperti IDI, PGRI dan IPBI  

d.     Mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesi tersebut.

Dedi Supriadi (1998: 96) mengemukakan lima cirri suatu profesi :

a.     Pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikan social karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat.

b.     Profesi menuntutketerampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan  yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara social dapat dipertanggung jawabkan.

c.      Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu.

d.     Adak kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar  kode etik.

e.      Sebagai konsekuensinya profesi secara perorangan ataupun kelompok memperoleh imbalan financial atau materil.

3. Jenis Profesi kependidikan

Jenis profesi dalam bidang pendidikan dibagi menjadi dua yaitu tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan. Macam-macam tenaga pendidik antara lain ada guru, dosen, tutor, konselor dan ustadz

Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab 1 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Agar semua tenaga pendidik memiliki kompetensi/kemampuan yang hebat , alangkah baiknya jika semua tenaga kependidikan menambah wawasan, ilmu mereka untuk memajukan peserta didik/anak didik guna memperbaiki SDM Indonesia. Peningkatan kompetensi tenaga pendidik dapat melalui berbagai cara, diantaranya yaitu sertifikasi dan standarisasi sebagai tenaga pendidik yang baik. Semua tenaga pendidik focus dalam bidangnya masing-masing sehingga tidak ada yang saling mengacaukan.

B. Profesi Dalam PAUD

Kepala sekolah dan Guru merupakan profesi dalam PAUD. Profesi guru PAUD adalah pekerjaan seorang guru yang mengajarkan , mendampingi, mendidik dan mengarahkan anak usia dini dalam bermain dan belajarnya.

1.Pengertian Guru

Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat  yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guruitu terletak tanggung jawab untuk membawa para anak didiknya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.

Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai  ‘’pengajar’’ yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai ‘’pendidik’’ yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai ‘’pembimbing’’ yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan anak didik ke taraf yang dia cita-citakan. Kepentingan Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.

                   2. Persyaratan Guru

Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya , guru memerlukan syarat-syarat tertentu . Syarat-syarat inilah yang akan membedakana antara guru dari manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat –syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.

a.     Persyaratan administrative

Syarat-syarat administrative ini antara lain meliputi : soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia ), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan peermohonan. Di samping itu masih ada syarat –syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.

b.     Persyaratan teknis

Dalam persyaratan teknis ini mada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian syrat-syarat yang lain adalah mmenguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.

c.      Persyaratan psikis

Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah, dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan. Konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memilki jiwa pengabdian. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga pandangan yang mendasar dan filosofis.guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memilki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru itu harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.

d.     Persyaratan fisik

Persyaratan fisik ini antara lain meliputi : berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya , tidak memilik gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapihan kebrsihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimana pun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para anak didiknya.

Dari berbagai persyaratannya yang telah dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian ‘’tersendiri’’ dengan berbagai cirri kekhususannya, apalagi kalau dikaitkan dengan tugas keprofesiannya. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratannya tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yangt lebih luas, yakni guru harus;
a.     Memiliki kemampuan professional

b.     Memiliki kapasitas intelektual

c.      Memiliki sifat edukasi social

Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oelh setiap guru, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri. Dengan kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut, perlu dihubungkan dengan tingkat kedewasaan dari seorang guru. Sebagai ilustrasi misalnya, seorang guru sudah memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan memadai, tetapi bisa jadi belum memilki kedewasaan di bidang edukasi social,sehingga mungkin masih sulit untuk memenuhi fungsinya sebagai figure yang harus berperan secara komperhensif, dalam berupaya mendewasakan pihak yang belum dewasa (anak didik).

Pada uraian diatas, disinggung bahwa anak didik disifati sebagai kelompok yang belum dewasa dan guru atau pendidik dipandang sebagai unsur manusiawi yang sudah dewasa. Masalahnya bagaimana cara untuk memberikan kriteria seseorang itu dikatakan sudah dewasa. Yang jelas kedewasaan seseorang itu tidak dapat semata-mata dilihat dari segi usia. Sebagai contoh disebutkan bahwa salah satu syarat untuk menjadi guru, usianya 18 tahun. Betulkah demikian ? dalam hal ini harus diingat usia (18 tahun) ini belum tentu menjamin kemampuan dirinya sebagai guru, bila dikaitkan dengan unsur kedewasaan atau kematangan dari segi lain. Memang ada kemungkinan besar usia yang 18 tahun itu seseorang sudah bisa mengantogi ijazah pendidikan guru (SPG) dan secara resmi sudah dapat mengajar di Sekolah Dasar. Tetapi kalau dilihat dari perangkat-perangkat dan kemampuan yang lain masih harus dilihat lebih jauh, bagaimana profesionalisme, daan kapasitas edukasi sosialnya.

C. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemebrian  rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah  pertumbuhan dan 5 perkembangan yaitu :
1.     Perkembangan Moral dan agama

2.     Perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar)

3.      Kognitif  (daya piker, daya cipta)

4.     Sosial emosional (sikap dan emosi)

5.     Bahasa dan komunikasi

Sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam permendiknas no 58 tahun 2009.

Ada tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu :

Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.

Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) disekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaingsecara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.

Rentangan anak usia dini menurut pasal 28 UU Sisdiknas No. 20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpunkeilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa Negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun (masa emas).

3. Ciri-ciri Pendidik

a)     Adanya kewibawaan yang terpancardari dirinya terhadap anak didik. Kewibawaan merupakan suatu pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untukmengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh tersebut.
b)    Mengenal anak didiknya, yakni sifat anak secara umum, karena anak usia kelas rendah berbeda sifatnya dengan anak kelas usia tinggi, dan anak yang walau dalam satu kelas dan usia tidak jauh berbeda, sifatnya secara khusus berbeda pula.
c)     Mau membantu anak didik, bantuan yang diberikan harus sesuai dengan yang diharapkan anak didiknya. Walaupun si anak ingin semuanya dilakukan sendiri, untuk itu pendidik tidak boleh terlalu memaksakan kehendak,tapi harus ingat pada keinginan anak tersebut. Dalam undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dalam Bab II pasal 2 dinyatakan bahwa.

4. Kompetensi yang harus dimiliki guru PAUD

Kualifikasi akademik

Memiliki ijazah S1/D IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Pendidikan minimal lulusan D II (diploma) atau sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan/pendidikan /khursus PAUD yang terakreditasi.

Memiliki ijazah S1/D IV PGPAUD, atau ijazah psikologi dan telah berpengalaman sebagai pendidik PAUD minimal 4 tahun. Kompetensi guru PAUD secara umum kompetensi untuk guru PAUD jalur formal dan non formal.

Berikut ini penjelasan mengenai keempat jenis kompetensi guru PAUD dalam table diatas:

a.     Penguasaan kompetensi personal/kepribadian

Kompetensi yang berkaitan dengan terbangunnya konsep diri positif pada diri seorang guru sehingga bisa menjadi model ataupun contoh yang baik bagi anak didiknya, seperti sifat terpuji, cara berbicara, berpakaian, dan sebagainya. Ini semua dapat kita sebutkan sebagai pengembangan attitude. Banyak ahli yang sependapat bahwa attitude sering kali berperan dalam pencapaian kesuksesan seseorang di bidangnya.

Karena kecerdasan, kemampuaqn, wawasan, keterampilan atau keahlian seseorang tidak menjadi berate apabila individu tersebut tidak memiliki sikap/attitude yang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa, guru sebagai orangtua kedua bagi anak dan sebagai model disekolah bisa mewujudkan berbagai macam sikap yang patut dicontoh anak didiknya. Menjaga tutur kata agar tetap santun, jujur, selalu menolong, disiplin, bersahaja, taat beribadah, mencontohkan perilaku yang baik dalam kegiatan sehari-hari, memperlihatkan cara duduk, cara makan, cara merapikan kelas, dan masih banyak lagi.

b.    Penguasaan kompetensi sosial

Merupakan kemampuan guru dalam menjalin hubungan yang ehat, baik dengan rekan kerja, orangtua murid, maupun relasi yang terkait. Serta kompetensi dalam memberikan bagi orangtua muridnya. Kompetensi ini juga membiasakan agar para guru dapat membangun kerja sama yang efektif, saling bekerja sama, dan ringan tangan bila ada yang membutuhkan. Mengenal kerja tim atai “Team Work”, ada beberapa tipe individu di dalam tim maka dapat mempengaruhi kerjasama dan keunggulan dalam tim tersebut.

c.      Penguasaan kompetensi professional

Yaitu kompetensi yang berhubungan dengan optimalisasi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Melalui proses KBM beserta unsur-unsur yang terkait di dalamnya. UU Nomor 14 tahun 2005 menjelaskan secara terperinci terkait dengan prinsip profesionalitas guru yang termaktub didalam pasal 7 yang berbunyi :
‘’profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :

a.     Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
b.     Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, akhlak mulia.
c.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
d.     Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengangan bidang tugas.
e.      Memiliki tanggung jawabatas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
f.       Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan profesi kerja.
g.     Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
h.     Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Dalam mengukur profesionalisme kerja seseorang guru dapat dilihat dari kemampuan mengembangkan bidang keilmuan, bila dirumuskan lebih terperinci maka pemetaan kompetensi professional meliputi:
a.     Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b.     Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang yang diampu.
c.      Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d.     Mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dang mengembangkan diri.
e.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

d.    Penguasaan kompetensi pedagogic

Penguasaan ketiga kompetensi di atas akan semakin optimal jika diiringi pula dengan kompetensi pedagogic. Terlebih lagi pada pendidikan anak usia dini (PAUD) di mana guru banyak membutuhkan keterampilan yang aplikatif dalam berinteraksi dengan anak. Dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM), kompetensi pedagogic sangat memiliki peran yang besar. Jika diuraikan lebih rinci, beberapa hal yang termasuk dalam standar kompetensi inti adalah sebagai berikut :

a.     Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual.
b.     Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
c.      Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu
d.     Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik
e.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
f.       Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didikuntuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g.     Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan cara peserta didik
h.     Menyelneggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
i.       Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran
j.       Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran












                                   BAB III
                                      JENIS-JENIS PERMASALAHAN AUD

A.   Problematika Pendidikan Anak Usia Din Di Indonesia

Saat ini sudah ada begitu banyak lembaga-lembaga pendidikan anak usia diniyang berdiri di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Mulai dari yang bersertifikasi internasional, berlatar agama, hingga lainnya. Begitu banyaknya penawaran dan embel-embeltersebut, tak heran orangtua kebingungan harus memilih yang mana yang tepat untuk anak.

Selama 7 tahun meriset dan mencari tau mengenai proses pendidikan anak usia dini di Indonesia, Byrnes menemukan beberapa hal mengganjal. “pertama, pendidikan anak usia dini memiliki kurikulum universa,” ungkap byrnes yang merupakan kepala sekolah Royal Tots Academy, kuningan, Jakarta. Tidak hanya standar universal membuat  begitu banyak sekolah untuk anak usia dini yang bermunculan.

Lebih lanjut, Byrnes mengungkapkan salah satu hal yang membuatnya kecewaadalah sering terjadi power struggle (tarik ulur kekuatan) antara anak dengan gurunya. Ini bisa menjadi indikasi bahwa kurikulum atau cara guru mengajar membuat anak tidak merasa nyaman. Seharusnya sumber daya pengajar memiliki pengetahuan bagaimana cara menghadapi anak-anak, karena tiap anak berbeda.

Menurut Byrnes , beberapa lembaga pendidikan usia dini yang ia datangi di Indonesia tidak konsiten . bahkan, beberapa sekolah anak usia dini yang ia temui memperbolehkan pengasuhnya ikut ke dalam kelas.”buat saya, pengasuh mengambil alih otoritas orangtua. Saya tidak menyarankan pengasuh ke dalam ruang kelas. Ada alasannya. Anak-anak harus belajar mandiri. Saya pernah melihat dalam kelas ada seorang anak yang selalu dipangku pengasuhnya. Begitu guru mengajaknya
Begitu guru mengajaknya belajar, ia malah memeluk pengasuh dan menolak diajak guru. Artinya, mereka tidak berani melakukan sesuatu. Anak usia dini seharusnya pengambil risiko, terang Byrness.

Yang jadi masalah di lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia adalah kurangnya pelatihan guru-guru agar terus menjadi lebih baik, tak adanya kerjasama antara sekolah dan orangtua, dan kurang kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini lainnya.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini tahun-tahun belakangan ini mendapatkan perhatian  yang cukup menggembirakan dari berbagai kalangan masyarakat, pemerintah, pihak swasta, orangtua, akademisi, praktisi pendidik, agamawan dan lain-lain. Wujud kepedulian itu dimanifestasikan dengan terbentuknya berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang didirikan oleh masyarakat, namun pembanguna pada sector pendidikan anak usia dini ini ttidak lepas dari kendala yangditemui dilapangan sehingga perkembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia belum dapat dikatakan telah optimal, kendala-kendala tersebut berkaitan dengan kemampuan pemerintah dan masyarakat, pengelola dan mutu pendidikan  anak usia dini.

1.     Belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pendidikan anak usia dini
2.     Kurang kualitas dan kuantitas guru pendidikan anak usia dini
3.     Kurang animo masyarakat/ kesadaran orangtua tentan urgensi pendidikan anak usia dini.
4.     Kurang mutu pendidikan anak usia dini.
5.     Kebijakan pemerintah tentang pendidikan anak usia dini yang belum memadai
6.     Beberapa lembaga pendidikan  anak usia dinidi Indonesia belum mengajarkan kecerdasan intelektual.

Solusi dan upaya permasalahan pembangunan pendidikan anak usia dini yang telah direncanakan pemerintah  sejauh ini adalah, membangun berbagai pusat pendidikan anak usia dini baik dikota maupun didesa atau tempat-tempat yang masih tertinggal, baik dikota maupun di desa minimnya pengajar yang berkualitas, pemerintah harus berusaha menyelaraskan kemampuan akademik maupun non akademik pengajar kota maupun di desa dengan cara membuat program-program pelatihan kemampuan pengajar.
1.     Pemerintah selayaknya lebih memprioritaskan anggaran pembangunan pendidikan anak usia dini diatas bidang pembangunan yang lain.
2.     Pemerintah dapat mendukung dan bekerjasama dengan pihak swasta baik tingkat pusat maupun daerah untuk membangun pendidikan anak usia diniberupa bantuan dana, supervisi, pembinaan guru dan sosialisasi acuan pembelajaran yang lebih intensif .

Dengan dikupasnya permasalahan pembangunan pendidikan anak usia dini di Indonesia diharapkan, pemerintah dapat meningkatkan akses kepada masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia, peningkatan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas guru, pemerintah diharapakan dapat menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti halnya ketidakmerataan dikota dan di desa, sert6a sesegeramungkin pemerintah harus menambah fasilitas sarana dan prsarana bagi pendidikan yang berda di daerah trpencil yang kekurangan akan pendidikan.

Pendidikan anak usia dini bukanlah bidang yang dapata dianggap ringan perlu orang yang berkompeten dibidangnya untuk mendidik anak, karena itu guru pendidikan anak usia dini perlu empunyai latar pendidikan yang sesuai dengan pendidikan anak usia dini agar dapat mengajarkan dengan baik potensi-potensi anak. Peningkatan kualitas anak usia dini juga dipengaruhi oleh factor kuantitas guru, rasio perbandingan anak dan guru yang tak seimbangakan menimbulakan masalah baru, satu guru yang mengajar 30 anak tentu tidak bisa memperhatikan proses belajar anak tersebut satu persatu secara intensif. Kurang berminatnyalulusan atau masyarakat utnuk jadi guru PAUD menjadi kendala perkembangan PAUD di Indonesia. Hal ini disebabkan secara filosofi manusia Indonesia kurang mengenal pendikan anak usia dini sehingga apa yang tercermin dari moralitas manusia dewasa Indonesia saat ini pada umumnya adalah kurangnya rasa tanggung jawab, toleransi, disiplin, kejujuran, dan kepekaan terhadap sesamanya. Perlu kerjasama yang saling mendukung antara pemerintah dan organisasi profesi PAUD (HIMPAUDI).

Hal yang perlu disadari masyarkat/orangtua adalah bahwa anak yang mendapatkan pelayanan pendidikan anak usia dini, perkembangan aspek-aspek fisik dan psikisnya akan meningkat dan berkembang dengan lebih optimal dibandingkan anak yang tidak melalui pendidikan anak usia dini. Yang perlu diupayakandalam masalah ini antara lain adalah :

1.     Pemerintah maupun swasta mengadakan institusi pendidikan bagi orangtua tentang anak usia dini yang dapat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
2.     Pembinaan pendidikan anak usia dini sampai kepelososk pelosok daerah, tidak hanya posyandu tetapi juga dengan system door to door dan terjun langsung ke masyarakat
3.     Mengadakan lembaga pendidikan anak usia dini yang terjangkau bahkan Cuma-Cuma untuk masyarakat kurang mampu dengan subsidi dari pemerintah dan masyarakat setempat

Dengan terakomodasinya masalah pendidikan anak usia dini dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, pasal 28, diharapkan pemerintah dapat melahirkan peraturan pemerintah tentan prasekolah/pendidikan anak usia dini (PAUD) baru yang lebihberpihak pada legalitas eksitensi pendidikan anak usia dini itu sendiri di Indonesia beserta seluruh perangkat pendukung yang dapat diupayakan untuk masalah ini adalah :

1.     Pemerintah hendaknya mengubah kebijakan agar pendidikan pra sekolah/ PAUD menjadi kondisi yang lebih diutamakan untuk masuk SD,mengingat pentingnya pendidikan pra sekolah bagi perkembangan anak selanjutnya.
2.     Penganggaran porsi dana yang lebih besar untuk pembangunan PAUD di Indonesia.
3.     Meningkatkan pendapatan guru anak usia dini baik tingkat pusat maupun daerah.
4.     Membangun infrastruktur (gedung-gedung) pusat pendidikan anak usia dini secara merata di Indonesia

Melihat kondisi dan permasalahan-permasalahan pendidikan anak usia dini di Indonesia selama ini perlu ada perbaikan, paling tidak perlu adanya terobosan baru untuk memberdayakan dan mensinergikan semua potensi yang telah ada di masyarakat dalam rangka tercapainya layanan tumbuh kembang anak secara utuh, menyeluruh dan terintegrasi.

Dengan berkembang di zaman era globalisasi ini menuntut banyak perubahan system pendidikan di Indonesia yang harus lebih baik serta mampu bersaing secara sehat.









                                               

                                                          BAB III
              PENANGANAN PERMASALAHAN PROFESI AUD


A.Guru dan Tantangan Globalisasi

Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga bangsa tidak seorang pun  yang dapat menghindari dari arus globalisasi. Setiap individu diharapkan pada dua pilihan, yakni dia menempatkan dirinya dan berperan sebagai pemain dalam arus perubahan globalisasi, atau dia menjadi korban dan terseret derasnya arus globalisasi. Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah pendidikan dengan berbagai implikasi dan dampaknya, baik positif maupun negatif. Dalam konteks ini tugas dan peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat berperan.

Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampumengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan kedepan, sekolah (Pendidikan) harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis) maupun secara sikap mental.

Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah yang unggul memiliki ciri-ciri :

1.     Kepala sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan memimpin menuju visi keunggulan pendidikan
2.     Memiliki visi dan misi dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas
3.     Guru-guru yang kompeten dan berjiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif
4.     Siswa-siswa yang sibuk, bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku pembelajaran
5.     Masyarakat dan orangtua yang berperan serta dalam menunjang pendidikan.
(Louis V.Gerstner,Jr.,dkk,1995 dalam Zainal Aqib).

Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikut.
1.     Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar. Dengan kondisi bini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsive,arif, dan bijaksana. Responsive artinya guru harus bisa menguasai dengan baik produk iptek, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajarandengan menggunakan multimedia. Tanpa penguasaan iptek yang baik, maka guru akan tertinggal dan menjadi korban iptek serta menjadi guru yang “isoku iki”.
2.     Krisi moral yang melanda bangsa dan Negara Indonesia akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan globalisasi.
3.     Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat.
Akibat perkembangan industry dan kapitalisme maka muncul masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespons realitas ini, terutama dalam dunia pendidika. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Dunia pendidikan  harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial (kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan) bukan menjadi bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
4.     Krisi identitas sebagai bangsa dan Negara Indonesia
Sebagai bangsa dan Negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga Negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetap eksisnya bangsa dan Negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga Negara akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan Negara. Dewasa ini ada kecendrungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Melihat realitas diatas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5.     Adanya perdagangan bebas , baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik maupun dunia.
Kondisi diatas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM yang andal dan unggul yang siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dunia pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam menciptakan SDM yang digambarkan seperti diatas. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang visioner, kompeten, dan berdeikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah.

B.      Mengubah paradigm Peran Guru

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (kemampuan), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi muda depan yang siap hidup dengan tantangan zaman. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.

Apalagi dalam perubahan kurikulum yang menekankan kompetensi, guru memegang peranan penting terhadap implementasi KTSP, karena gurulah yang pada akhirnya akan melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Guru adalah kurikulum berjalan. Menurut mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan, sebaik apapun kurikulum dan system pendidikan yang ada, tanpa didukung oelh mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia (kompas,15 April 2007). Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan pembenahan di bidang kurikulum saja, tetapi harus juga diikuti dengan peningkatan mutu guru di jenjang TK sampai menengah. Tanpa upaya meningkatkan mutu guru, semangat tersebut tidak akan mencapai harapan yang diinginkan.

Realitas menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia dinilai masih memprihatinkan. Input guru di Indonesia sangat rendah. Data Balitbang Depdiknas (1999) menunjukkan dari peserta tes calon guru PNS setalah dilakukan tes bidang studi ternyata rata-rata skor tes rendah.

Untuk menghadapi era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan ketidakpastian, dibutuhkan guru yang visioner dan mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif dan inovatif. Dibutuhkan perubahan strategi dan model pembelajaran yang sedemikian rupa memberikan nuansa yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik.

Di masa lalu dan mungkin sekarang, suasana lingkungan belajar sering dipersepsikan sebagai suatu lingkungan yang menyiksa, membosankan, kurang merangsang, dan berlangsung secara monoton sehingga anak-anak belajar secara terpaksa dan kurang bergairah. Di lain pihak para guru juga berada dalam suasana lingkungan yang kurang menyenangkan dan sering kali terjebak dalam rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigman (pola pikir) guru, dari pola pikir tradisional menuju pola pikir professional. Apalagi lahirnya undang-undang guru dan dosen menurut sosok guru yang berkualifikasi, berkompetensi, dan bersertifikasi.

Sementara itu, menurut Mulyasa (2005) sedikitnya tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu:

1.     Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
2.     Menunggu peserta didik berprilaku negative
3.     Menggunakan destructive discipline
4.     Mengabaikan perbedaan peserta didik
5.     Merasa paling pandai dan tahu
6.     Tidak adil (diskriminartif)
7.     Memaksa hak peserta didik

Beberapa paradigm baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut:
1.     Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melaluin pendidikan formal maupun pelatihan, seminar lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak aktivitas dating, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa mengembangkan potensi diri secara maksimal.
2.     Guru mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusuf  dan menyenangkan
3.     Dominasi guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
4.     Guru mampu memodifikasi dan memperkarya bahan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi.
5.     Guru menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi yang menyenangkan.
6.     Guru mengikuti perkembanggan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir sehingga memiliki wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini
7.     Guru mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang tinggi.
8.     Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan xaman sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PRINSIP PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AUD

MAKALAH HASIL OBSERVASI DI TEMPAT PENITIPAN ANAK (TPA) DARRUL ILMI BANDAR LAMPUNG

MAKALAH Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini