10 jurnal pengembangan kognitif
one
Beberapa manfaat metode pencatatan menggunakan Mind mapping, antara lain:
Beberapa hal penting dalam membuat peta pikiran ada dibawah ini, yaitu:
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS
UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI
KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS
Ni Putu Eka Tirtayati 1, Ni Ketut Suarni2,
Mutiara Magta 3
1,3Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
2Jurusan Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail:eka_tirta@rocketmail.com1 ,tut_arni@yahoo.com1
, m_magta@yahoo.com2}@undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan kreativitas anak melalui menggambar bebas dengan metode pemberian
tugas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia
Kumara Singaraja. Jenis penelitian ini adalah penelitian kelas (PTK) yang
dilakukan dalam dua siklus. Subyek Penelitian ini adalah anak kelompok B
semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumara Singaraja. Data
tentang mengembangkan kreativitas anak diperoleh dengan menggunakan observasi
yang dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan kreativitas
anak melalui kegiatan menggambar bebas pada kelompok B dengan metode pemberian
tugas, pada siklus I sebesar 74,00% yang berada pada kategori sedang ternyata
mengalami peningkatan kemampuan kreativitas pada siklus II menjadi 86,81%
tergolong pada kategori tinggi. Jadi peningkatan kemampuan kreativitas pada
kelompok B di TK Panji Widia Kumara Singaraja sebesar 12,81%.
Kata-kata
kunci : metode pemberian tugas, kreativitas,
menggambar bebas
Abstract
The
purpose of this research was to know the improvement of creativity throught the
implementation free drawing by using method the students of group B TK Panji
Widia Kumara Singaraja by the second semester in the academic year 2013/2014.
The study was conducted under classroom action research (CAR) using two cycles.
The subjects of the research were 19 children in group B at TK Panji Widia
Kumara Singaraja by the second semester in the academic year 2013/2014. Data on
this creativity collected by the method of observation. The data collected was
analyzed using descriptive analysis method and quantitative descriptive
analysis method. The result of study showed that the improvement of students
creativity free drawing in group B by using method, first cycle of is 74,00% in
which was categorized as intermediate stage improved. and attained the total
percentage creativity into is 86,81% in the second cycle which was categorized
as high level. Theimprovement of student creativity in group B at Panji Widia
Kumara Singaraja is 12,81%. method improved students creativity Free drawing and got
students interent.
.
Keywords : giving task
method, creativity, free drawing
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam mempersiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam perkembangan
pengetahuan dan teknologi sehingga pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya
agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Pendidikan anak usia dini sangat
penting diterapkan mengingat usia ini anak mempunyai daya ingat yang sangat
tinggi. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sejalan
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekolah merupakan
lembaga formal penyelenggara pendidikan. Masyarakat berpandangan bahwa pendidikan
bagi anak baru dimulai pada usia tujuh tahun ketika anak mulai memasuki
pendidikan SD (Sekolah Dasar). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah
satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang lebih mengutamakan pada peletakan
dasar kearah pembinaan tumbuh kembang anak dengan mengembangkan seluruh aspek perkembangan
anak baik fisik maupun non fisik (Nuarca 2009:10). Pendidikan anak usia dini
adalah pembinaan yang ditujukan kepada anak usia 0-6 tahun yang dilakukan dengan
memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya
agar anak dapat memasuki pendidikan lebih lanjut. Penerapan metode pemberian
tugas menjadi penting agar anak TK mengetahui dengan jelas batasan tugas
sehingga dapat menyelesaikannya secara tuntas. Secara umum, anak TK masih
berada pada perkembangan kognitif fase praoperasional yang artinya anak mulai
menyadari bahwa pemahamannya terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya tidak
hanya dapat dilakukan melalui aktivitas sensorimotor akan tetapi juga dapat dilakukan melalui
aktivitas yang bersifat simbolik. Salah satu penerapan metode pemberian tugas
yang dapat meningkatkan kreativitas anak yaitu dengan kegiatan menggambar.
Kegiatan menggambar selain melatih kemampuan motorik halus anak dapat juga
mengembangkan kreativitas- kreativitas yang dimiliki anak. Pengembangan motorik
halus dengan menggambar dapat dikembangkan di Taman Kanak-Kanak. Hal ini
mengingat bahwa anak harus sedini mungkin dapat mengembangkan kemampuan
motoriknya agar dapat berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Kegiatan menggambar
dapat membantu anak usia dini untuk lebih dapat menuangkan apa yang mereka
rasakan dan menuangkannya kedalam gambaran. Berdasarkan observasi di TK Panji
Widia Kumara Singaraja kebanyakan anak TK kurang bersemangat dan kreativitas
anak masih rendah dalam mengikuti kegiatan belajar menggambar. Mereka kurang
aktif dan kurang antusias dalam kegiatan sehingga tidak ada proses interaksi
antara guru dan anak maupun anak dengan temannya, yang pada akhirnya anak tidak
menunjukkan minat yang tinggi dalam proses kegiatan maupun pembelajaran. Bukti
riil yang dapat ditemukan pada saat observasi di lapangan yaitu rendahnya
kegiatan pembelajaran menggambar. Persoalan di atas muncul disebabkan oleh
beberapa factor. Faktor pertama yaitu cara guru dalam menyuruh anak menggambar
hanya berpatokan pada satu contoh saja. Seperti anak hanya disuruh mengikuti
gambar yang guru buat dan guru contohkan. Faktor kedua guru kurang
memperhatikan anak pada saat menggambar, selain itu metode yang digunakan guru
kurang bervariasi sehingga anak tidak memiliki aktivitasmenggambar yang tinggi,
kebanyakan dari mereka tidak kreatif, aktif dan kurangantusias. Berdasarkan
permasalahan di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode
Pemberian Tugas untuk Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Menggambar
Bebas Pada
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia
KumaraSingaraja”. Metode pemberian tugas dapat membantu anak untuk dengan bebas
mengekpresikan kreativitas dan meningkatkan kreativitas anak melalui menggambar
bebas. Santoso (2007:2.9) menyatakan bahwa “anak usia dini adalah sosok
individu sebagai makhluk sosiokultural yang sedang mengalami proses
perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dan memiliki
sejumlah karakteristik tertentu”. Ada beberapa batasan yang diberikan terhadap
program PAUD, namun dalam hal ini UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mendefinisikan pendidikan anak usia dini sebagai suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini Hariwijaya (2007:14),
“mengemukakan bahwa PAUD dapat diartikan
sebagai salah satu bentuk jalur pendidikan dari usia 0-6 tahun, yang diselenggarakan
secara terpadu dalam satu program pembelajaran agar anak dapat mengembangkan segala
guna dan kreativitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya”. Berdasarkan
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan anak usia dini merupakan jalur pendidikan formal dari usia 0-8 tahun
yang dirancang secara terpadu untuk menggali potensi anak dan sesuai dengan
tarap anak usia dini. Proses pembelajaran pada anak usia dini harus memadukan
berbagai aspek pembelajaran, yakni dengan penggunaan tema yang menarik dan dapat
mengembangkan minat siswa dan bersifat kontekstual. Dilaksanakan secara
bertahap, berulang-ulang dan terus menerus. Kegiatan pembelajaran harus
dilakukan secara bertahap, di mulaidengan konsep yang sederhana dan sesuai
dengan lingkungan yang dikenal anak, Juga harus dilaksanakan berulang-ulang dan
terus menerus sehingga apa yang dipelajari dapat menjadi bagian dari kehidupan
anak. Mengembangkan berbagai kecakapan
hidup ( Life Skills ) memberikan berbagai kecakapan hidup dapat melalui proses
pembiasaan, hal tersebut bertujuan agar anak mampu mandiri, disiplin, menolong
dirinya sendiri dan bertanggung jawab. Kurikulum Taman Kanak-Kanak (dalam
Moeslichatoen 2004:181) menjelaskan bahwa metode pemberian tugas merupakan:
tugas atau pekerjaan yang sengaja diberikan kepada anak TK yang harus
dilaksanakan dengan baik. Tugas itu diberikan kepada anak TK untuk memberi
kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan tugas yang didasarkan pada
petunjuk langsung dari guru yang sudah dipersiapkan sehingga anak dapat menjalani
secara nyata dan melaksanakan tugas dari awal sampai tuntas. Tugas yang
diberikan kepada anak diberikan secara perseorangan atau kelompok”.
Moeslichatoen (2004) menyatakan Pemberian tugas kepada anak bertujuan untuk
mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak termasuk prilaku dan kemampuan
dasar anak. Pemberian tugas dapat diberikan secara berkelompok maupun secara
individual. Tugas dalam bentuk individu dikerjakan oleh anak sendiri, tugas
kelompok dikerjakan oleh anak dalam kelompok kecil (3-4 anak) maupun dalam
kelompok yang lebih besar (misalnya berupaproyek kelas yang harus diselesaikan
bersama). Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Badudu dan Sultan Mohammad Zain, 1996: 107),
tugas diartikan sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk
dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang atau pekerjaan yang
wajib dibebankan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode
pemberian tugas merupakan salah satu tehnik dalam proses belajar mengajar
dengan memberikan tugas kepada anak didik yang didasarkan pada petunjuk
langsung dari guru. Jika metode pemberian tugas dapat dirancang dengan baik
secara tepat dan proposional maka akan mendapatkan hasil yang optimal dan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Menurut Moeslichatoen (2004:186) metode
pemberian tugas memiliki banyak manfaat diantaranya : a). pemberian tugas bila
dirancang dengan tepat akan dapat meningkatkan cara belajar yang benar. b).
pemberian tugas yang diberikan secara teratur, berkala, dan ajeg akan dapat
menimbulkan prakarsa anak untukmengembangkan kegiatan belajar sendiri. c).
pemberian tugas secara tepat dan dirancang secara seksama akan menghasilkanprestasi
belajar optimal. d). bila pemberian tugas itu menggunakan bahan yang
bervariasi, dan sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, maka akan dapat
membangkitkan minat anak terhadap tugas yang diberikan. e). bila pemberian
tugas kepada siswa memperhitungkan waktu dan kesempatan yang tersedia, maka
pemberian tugas itu merupakan pengalaman belajar yang dapat dirasakan
manfaatnya bagi siswa. Metode pemberian tugas juga mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa secara optimal karena metode pemberian tugas dapat meningkatkan
kualitas belajar siswa. Metode pemberian tugas dapat digunakan untuk melatih
keterampilan berfikir. Kemampuan berfikir tersebut meliputi kemampuan berfikir
paling sederhana sampai yang paling kompleks yakni dari kemampuan mengingat
sampai kemampuan menyelesaikan masalah. Contohpemberian tugas yang terkait
dengan pengembangan kreativitas yakni dengan kegiatan melatih kemampuan motorik
halus anak dengan menggambar. Kegiatanmenggambar yang diberikan kepada anak
adalah menggambar bebas agar kreativitas dan keterampilan yang dimiliki anak
dapat berkembang. Adapun tujuan metode pemberian tugas menurut Moeslichatoen
(2004), yaitu: a). melalui pemberian tugas anak memperoleh pemantapan cara
mempelajari materi pelajaran secara lebih efektif karena dalam kegiatan
melaksanakan tugas anak memperoleh pengalaman belajar untuk memperbaiki cara
belajar yang keliru atau kurang tepat dan dapat meningkatkan cara belajar yang
lebih baik. b). pemberian tugas dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan
berpikir, meliputi kemampuan yang paling sederhana sampai kepada kemampuan yang kompleks dari kemampuan mengingat sampai dengan kemampuan
memecahkan masalah yang dapat meningkatkan kreativitas anak. c). pemberian
tugas dapat mengembangkan keterampilan motorik dan kognitif dan juga kreativitas
anak. Kreativitas sangat penting untukdikembangkan sejak usia dini, seperti
yang dikemukakan oleh Munandar (1992: 46). Kreativitas yang memungkinkan
manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini tidak dapat
dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaanmasyarakat dan negara bergantung
pada sumbangan kreatif berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan
teknologi baru dari anggota masyarakatnya.Untuk mencapai hal itu, perlulah
sikap dan perilaku kreatif dipupuk sejak dini, agar anak didik kelak tidak
hanya menjadi konsumen pengetahuan baru dan pencari kerja, tetapi mampu
menciptakan pekerjaan baru (wiraswasta). Menurut Gordon dan Browne (dalam
Moeslichatoen, 2004:19), bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk
menciptakan gagasan baru yang imajinatif dan juga kemampuanmengadaptasi gagasan
baru dengan gagasan yang sudah ada. Dalam pandangan Gordon, kreativitas ialah
berupa gagasan baru yang diciptakan seseorang atau merenovasi gagasan yang
sudah ada menjadi lebih inovatif dan imajinatif. Adapun menurut Supriadi
(2000:7), definisi kreativitas pada intinya adalah kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang
relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya. Munandar (1999:47-50), juga mengungkapkan
tentang pengertian kreativitas dengan beberapa rumusan yang merupakan
kesimpulan para ahli antara lain: Kreativitas ialah kemampuan untuk membuat
komposisi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada,
Kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen) ialah kemampuan berdasarkan
data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap
sesuatu masalah, di mana penekannya adalah pada kuantitas, ketepat gunaan, dan
keragaman jawaban. Secara
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai
kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan. Menurut Cziksentmihslyi
(dalam Susanto, 2011: 116), kreativitas seseorang ditandai oleh beberapa ciri
yaitu: (a) Predisposisi genetis ( genetic predispotition ), (b)
Minat pada usia dini pada ranah tertentu, (c) Minat menyebabkan seseorang
terlibat secara mendalam terhadap ranah tertentu, sehungga mencapai kemahiran
dan keunggulan kreativitas, (d) Akses terhadap suatu bidang, (e) Adanya sarana
dan prasarana serta adanya pembina atau mentor dalam bidang yang diminati
sangat membantu pengembangan bakat, (f) Akses ke lapangan ( acces to a field
), (g) Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sejawat, tokoh- tokoh
penting dalam bidang yang digeluti, memperoleh informasi yang terakhir,
mendapatkan kesempatan bekerja sama denganpakar-pakar dalam bidang yang diminati
sangat penting untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang- orang penting,
(h) Orang-orang kreatifditandai dengan adanya kemampuan mereka yang luar biasa
untuk menyesuaikan diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa
yang perlu untuk mencapai tujuannya.MenurutHurlock (1978: 2) pengertian
kreativitas dibagi menjadi delapan yaitu: (1) Kreativitas menekankan pada
pembuatan sesuatu yang baru danberbeda, (2) Kreativitas sebagai kreasi sesuatu
yang baru dan orisinil secarakebetulan, (3) Kreativitas yaitu apa saja yang
diciptakan selalu baru dan berbeda dari yang telah ada dank karena uniknya, (4)
Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang
semata-matadilakukan untuk menghasilkan sesuatuyang baru, berbeda, dan
orisinil, (5) Kereativitas dianggap sama dengan kecerdasa tinggi, (6)
Kreativitas yaitu sepercik kejeniusan yangdiwariskan pada seseorang dan tidak
ada kaitannya dengan belajar atau lingkungan menyatakan bahwaorang kreatif
merupakan sarana konsep, (7) Kreativitas umumnya dianggap sinonim dengan
imajinasi dan fantasi dan karenanya merupakan bentuk permainan mental, (8)
Kreativitas adalah bahwa semua orang umumnya terbagi dalam kelompok
besar:penurut dan pencipta, penurut melakukan apa yang diharapkan dari mereka
tanpa mengganggu atau menyulitkan orang lain sedangkan pencipta menyertakan gagasan
orisinil , titik pandang yang berbeda atau cara baru menangani masalah dan menghadapinya.
Berdasarkan pemaparan dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah kemampuan kegiatan otak yang teratur serta imajinatif untuk
menciptakan berbagai gagasan atau hal yang baru atau inovatif dan masih
orisinal. Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan kreativitas pada anak
yaitu dengan kegiatan menggambar, khususnya dengan menggambar bebas Pamadhi
(2011: 2.5) menyatakan menggambar adalah membuat gambar yang dilakukan dengan
cara mencoret, menggores, menorehkan benda tajam ke benda lain dan memberi
warna sehingga menimbulkan gambar. Menggambar merupakan kebiasaan anak usia
dini dapat dilakukan dengan kesadaran penuh berupa maksud dan tujuan tertentu
maupun sekedar membuat gambar tanpa arti. Kegiatan ini dimulai dari menggerakkan
tangan untukmewujudkan sesuatu bentuk gambar secara tidaksengaja,sampai dengan
menggambar untuk maksud tertentu. Jauhari (dalam Hartawan2012) menyatakan pada
hekekatnya menggambar ini adalah pengungkapan seseorang secara mental dan
visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan warna. Menggambar
merupakan wujud pengekplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan
kreativitas, bahkan bisa menjadi ekpresi dan aktualisasi diri. Pada intinya
menggambar adalah perpaduan keterampilan, kepekaan rasa, kreativitas, ide,
pengetahuan, dan wawasan. Ada beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya
mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak yaitu: menggambar dengan cara
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri tanpa menjimplak atau
dengan contoh pola. Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara
menciptakan, berekperimen, dan melampaui kemampuannya, Menggambar berdasarkan
pengalaman/kenangan. Menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk
menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu
berdasarkan pengalaman dan kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak
mengunakan pertanyaan untuk membantu mereka mengingat detail yang berarti dari
pengalaman mereka. Menggambar berdasarkan imajinasi. Kejadian mendorong kita
untuk keluar dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model.
Menggambar dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin.
Pamadhi (2011: 2.10) menyatakan manfaat mengaambar bagi anak usia dini secara
garis besar yaitu: (a) Menggambar sebagai alat bercerita (bahasa
visual/bentuk), (b) menggambar sebagai media mencurahkan perasaan, (c)
menggambar sebagai alat bermain, (d) menggambar melatih ingatan, (e)
menggambar melatih
berpikir komprehensif (menyeluruh), (f) menggambar sebagai media sublimasi
perasaan, (g) menggambar melatih keseimbangan, (h) menggambarmengembangkan
kecakapan emosional, (i) menggambar melatih kreativitas anak, (j) menggambar
melatih ketelitian melalui pengamatan langsung.
Hidayati (dalam
Hartawan, 2012) manfaat kegiatan menggambar bagi anak usia dini adalah
:menggambar dalam bentuk apapun merupakan ekspresi dan bagian dari proses
kreatif dan imajinatif mereka dimasa kecil. Melalui menggambar, anak akan
belajar mencipta atau berkreasi, menuangkan ide-idenya, serta memvisualisasikan
dan merealisasikannya dalam sebuah karya. Membantu proses perkembangan aspek
kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik mereka. Menggambar dapat membantu
meningkatkan konsentrasi anak, melatih daya ingat, kesabaran, ketelitian dan keuletan
anak dalam menghasilkan sesuatu. Selain sebagai bentuk ekspresi, menggambar
juga dapat membantu menyalurkan bentuk-bentuk emosi yang dirasakan anak melalui
gambar. Menggambar juga melatih keterampilan dan kemampuan motorik halus anak.
Seperti halnya menulis, menggambar dapat melatih gerak tangan untuk
menghasilkan tulisan atau bentuk gambar yang lebih baik. Mengasah bakat anak
yang bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan dan skil mereka di
masa depan. Semua anak mungkin suka menggambar danbisamenggambar, tetapi anak
yang berbakat menggambar bisa menghasilkan gambar yang lebih bagus, karena itu,
ketika anak mulai mencorat-coret media yang ditemukannya, simpanlah kata
“jangan” dan gantilah dengan memberikan media menggambar yang tepat seperti
kertas, buku gambar, atau karton. Biarkan mereka berekspresi, serta berikan
pula apresiasi atas gambar yang mereka buat atau mereka warnai. Bakat bisa
diminati jika terus dilatih, dibiasakan dan dikembangkan dalam suasanayang
nyaman dan menyenangkan. Menggambar sebagai sebuah stimulus untuk menumbuhkan
minat belajar, sekaligus metode pembelajaran dan pendidikan berbasis
kreativitas, dengan syarat anak dibiarkan mengekspresikan pikiran dan
perasaanya lewat gambar tanpa selalu diberikan objek tiruan. Gambar yang
berantakan khas coretan anak lebih mencerminkan naturalitas dan kreativitas
dari pada kehalusan bentuk yang dihasilkandari meniru objek yang ada. Terdapat
permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah apakah penerapan
metode pemberian tugas dapat meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan
menggambar bebas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK
Panji Widia Kumara Singaraja?.Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas
dengan metode pemberian tugas pada kelompok B semester II tahun pelajaran
2013/2014 di TK Panji Widia Kumara singaraja.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Secara umum ada dua manfaat dalam
penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat Teoritis
yaitu: penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai metode
pembelajaran, khususnya metode pemberian tugas untuk menigkatkan kreativitas
anak melalui kegiatan menggambar bebas. Manfaat praktis dari penelitian ini
adalah: (1) Bagi anak, dengan penggunaan metode pemberian tugas menggambar bebas
ini anak memperoleh pengalaman belajar tentang kegiatan menggambar bebas dan
diharapkan dapat mengembangkan kreativitas serta memupuk
semangat belajar anak. (2) Bagi Guru, hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru tentang metode pembelajaran
yang akan diterapkan agar dapat meningkatkan kreativitas dengan metode
menggambar bebas. (3) Bagi Kepala Sekolah, dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi bagi kepala sekolah untuk mengambil suatu
kebijakan yang paling tepat dalam kaitannya dengan menigkatkan kreativitas anak
di sekolah, (4) Bagi Peneliti Lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
informasi berharga bagi para peneliti bidang pendidikan (metode pemberian tugas
melalui kegiatan menggambar bebas untuk meningkatkan kreativitas anak), untuk
meneliti aspek atau variabel lain yang
diduga memiliki kontribusi terhadap meningkatkan
kreativitas anak dan teori- teori tentang pembelajaran .
METODE
Penelitian
ini dilaksanakan dengan subjek penelitian anak kelompok B TK Panji Widia Kumara
Singaraja yang berjumlah 19 anak, terdiri dari 9 perempuan dan10 laki- laki. Jenis
penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Agung (2012:
24) “PTK merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas,
segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang
sedang berjalan”. Dalam model PTK ini ada empat tahapan pada satu siklus penelitian.
Keempat tahapan tersebut terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi
dan refleksi. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan
penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan secara sistematis untuk memecahkan
permasalahan yangadadi kelas dengan tahap-tahap tertentu untuk memperbaiki
pembelajaran sehinggadapat meningkatkan hasil pembelajaran.
Penelitian
ini akan berjalan melalui dua siklus sesuai dengan waktu dan pencapaian tujuan
dari tujuan penelitian yang diinginkan. Penelitian ini mengikuti tahap-tahap
penelitian tindakan kelas, sebagaimana dikemukakan Arikunto, dkk (2011: 16)
yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi (pengamatan) dan
evaluasi dan refleksi dan siklus berikutnya. Berikut ini adalah model
penelitian yang menggambarkan beberapa siklus secara berkelanjutan.
Pada penelitian ini disusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan.
Berikut langkah-langkah penerapan metode pemberian tugas pada kegiatan
menggambar dengan tema yang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu dilakukan
pelaksanaan pembelajaran atau proses pembelajaran sesuai dengan rencana
kegiatanharian (RKH) yang telah disusun atau dirancang, serta menggunakan
lembar observasi sebelum proses belajar mengajar dimulai. Adapun
langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian tugas adalah
yaitu: (a) Tahap pemberian tugas, tugas yang diberikan kepada anak hendaknya
mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai, jenis tugas yang jelas dan tepat
sehingga akan di mengerti apa yang ditugaskan sesuai dengan kemampuan anak, ada
petunjuk dan sumber yang dapat membantu pekerjaan anak, tugas bergantung pada
umpan balik personal, yakni umpan balik yang ditunjukan, sediakan waktu yang
cukup. (b) Tahap pelaksanaan tugas, tahap ini anakmelaksanakan tugas sesuai
dengan petunjuk guru dan tujuan yang harus dicapai. Adapun langkah-langkahnya
adalah: Adanya bimbingan/ pengawasan oleh guru dalam kegiatan menggambar anak,
dari segi pewarnaan (kuantitas dan kualitas), banyaknya bentuk yang dibuat
anak, lengkap tidaknya subjek gambar. Berikan dorongan dan motivasi agar anak
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
mau bekerja dan menyelesaikan gambar. Mengawasi
pekerjaan anak agar dikerjakan
sendiri oleh anak bukan oleh orang lain. (c) Tahap
mempertanggung jawabkan tugas,
tahap ini disebut juga dengan istilah resitasi (metode
pemberian tugas). Hal yang harus dikerjakan dalam tahap ini antara lain: adanya
tanya jawab dan diskusi hasil dari pekerjaan tersebut, adanya penilaian hasil kerja
anak .
Selain tahap perencanaan
dan pelaksanaan tindakan juga dilakukan tahap- tahap lainnya yaitu: observasi,evaluasi
dan refleksi untuk dapat mengetahui secara langsung proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Tahap observasi merupakan kegiatan mengamati semua kejadian yang terjadi saat
proses tindakan berlangsung. Observasi dilakukan untuk mengamati pada saat
kegiatan menggambar dalam proses pembelajaran di kelas. Kegiatan observasi meliputi:
Mengobservasi guru dalam mengajar di kelas dari membuka pelajaran, menyampaikan
materi sampai menutup pelajaran. Mengobservasi anak dalam melaksanakan
kegiatan. Tahap Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil dari
kegiatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah pengembangan kreativitasnya.
Tahap refleksi ini dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampak
dan kekurangan tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi maka
dapat dilakukan perbaikan kekurangan- kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan
yang dilakukan pada rencana refleksi ini adalah mengkaji hasil penelitianterhadap
pelaksanaan tindakan tersebut dan jika terjadi kendala, akan dicari pemecahan masalahnya
untuk direncanakan tindakan pada siklus II.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode observasi. Menurut Agung (2012: 61) metode observasi
adalah “suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data dengan jalan melakukan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu”.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode observasi
merupakan cara memperoleh data atau informasi yang lebih dominan menggunakan
indera penglihatan (mata) dalam proses pengukuran terhadap suatu objek atau
variabel tertentu sesuai dengan tujuan penelitian yang dilaksanakan. Observasi
dilakukan terhadap kegiatan siswa dalam kegiatan menggambar bebas melalui
metode pemberian tugas. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan ranah kreativitas. Selain menggunakan
metode observasi diatas penelitian ini juga menggunakan instrument penelitian berupa
kisi-kisi intrumen. Kisi-kisi instrumen ini mengacu pada perkembangan kemampuan
kreativitas anak. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
metode analisis deskriptif kuantitatif. Menurut Agung (2012: 67), Analisis
deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan
jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase
mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum.
Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tingkatan
tinggi rendahnya hasil belajar siswa yang dikonversikan kedalam PenilaianAcuan
Patokan (PAP) dengan skala lima. Hasil perhitungan M% peningkatan kreativitas
anak melalui kegiatan menggambar kemudian dibandingkan dengan tabel Penilaian
Acuan Patokan (PAP) skala lima. Patokan (PAP) skala limadengan berpedoman pada
kriteria tingkat kreativitas anak seperti pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Tingkatan Kemampuan Kreativitas melalui kegiatan menggambar
bebas
Presentase (%)
Pencapaian
|
Kriteria
Peningkatan
Kreativitas anak
|
90-100
80-89
65-79
55-64
0-54
|
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
|
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Kriteria keberhasilan
penelitian tindakan kelas ini adalah terjadi peningkatan kreativitas anak.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka akan terlihat langsung bagaimana
kualitas dari masing- masing kegiatan yang dilakukan oleh anak. Penerapan
metode pemberian tugas untuk meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan
menggambar bebas dikatakan berhasil apabila masing-masing kegiatan tersebut
dilakukan dengan baik oleh anak serta telah mencapai kriteria minimal
ketuntasan yaitu sebesar 80-89% secara klasikal sesuai dengan skala PAP.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan pada bulan April 2014 di kelompok B TK Panji Widia
Kumara Singaraja, Semester II tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah subjek
sebanyak 19 orang. Tema yang digunakan dalam penelitian ini adalahgejala alam.
Penelitian ini dikemas menjadi dua siklus, setiap siklus dilakukan dalam enam
kali pertemuan dan setiap pertemuan dalam pelaksanaan proses kegiatan anak.
kegiatan menggambar digunakan untuk melibatkan anak secara langsung dalam
proses pembelajaran dan membantu anak aktif bersama. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kreativitas anak, oleh karena itu anak dibagi menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 5-7 orang untuk memperlancar proses kegiatan menggambar yang
akan dilakukan. Dari jumlah anak kelompok B TK Widia Kumara Singaraja sebanyak
19 orang dibentuk menjadi 3 kelompok, yang terbagi menjadi dua kelompok
beranggotakan 7 orang dan satu kelompok beranggotakan 5 orang.
Pelaksanaan penelitian ini disesuaikan dengan
perencanaan yang telah disusun, yang disesuaikan dengan metode pemberian tugas.
Proses pembelajaran yang dilakukan dalam satu kali pertemuan dilaksanakan dalam
kurun waktu satu jam pelajaran yaitu 1x60 menit. Berikut ini akan dipaparkan
lebih lanjut deskripsi hasil penelitian pada siklus I dan siklus II.
Data kreativitas menggambar
bebas pada penelitian siklus I dan siklus disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik
polygon, dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada saat penerapan metode pemberian tugas
melalui kegiatan menggambar bebas dengan menggunakan 4 indikator yang muncul
dalam proses pembelajaran akan diberi bobot, yakni 4 (sangat baik), 3 (baik), 2
(cukup baik), 1 (kurang baik).
Adapun hasil analisis
data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 2.
Statistik
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Mean
Median
Modus
M%
|
11,84
11,00
10,00
74,00%
|
13,89
15,00
16,00
86,81%
|
|
|
|
|
Gambar . Grafik
Polygon Siklus I
Dari hasil observasi, pada siklus I diperoleh data
bahwa rata-rata skor anak adalah 11,84 dan rata-rata persentase kreativitas
anak adalah 74,00%, jika di konversikan dengan PAP skala lima anak masuk
kriteria sedang. Dilihat dari refleksi terhadap pelaksanaan tindakan pada
siklus I, terlihat adanya kendala-kendala yang
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
muncul dalam proses pelaksanaannya. Kendala-kendala
tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu a). Masih ada beberapa anak yang
kurang baik memperhatikanmateri pelajaran yang dijelaskan. b). Saat melakukan
kegiatan menggambar, masih banyak anak yang kurang disiplin waktu. Hal ini
terlihat dari kegiatan menggambar yang melebihi batas waktu yang telah
ditetapkan. c). Selama pelaksanaan pada siklus I ini, anak belum mampu
bersosialisasi dengan teman kelompok.Terlihat anak belumbersikap sosial dalam
memberikan temannya meminjamkan alat-alat menggambar. Bertolak dari
kekurangan-kekurangan yang dihadapi pada siklus I,didiskusikan kembali tindakan
untuk selanjutnya yang akan diterapkan pada siklus II. Perbaikan yang dilakukan
diantaranya a). Sebelum melakukan tindakan pada siklus II, anak diberikan
penjelasan tentang kegiatan menggambar, agar anak memiliki kesiapan dalam
melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian tugas
melalui kegiatan menggambar bebas untuk meningkatkan kognitif dan antusias
anak, b). Selalu memberikan penghargaan
kepada anak yang sudah terlibat dalam pembelajaran.
Selain hal tersebut peneliti memotivasi anak dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkaitan dengan meningkatkan kognitif
anak, c). Peneliti dengan dibantu gurukelompok B perlu mengawasi dan
mengingatkan anak secara menyeluruh agar anakdapat berhubungan sosial. Sehingga
hubungan sosial anak yang satu dengan anak yang lainnya menjadi lebih baik, d).
Memberikan pemahaman kepadaanak agar anak benar-benar memperhatikan baik
kegiatan didalam kelas maupun kegiatan sosial. Sehingga peningkatan kreativitas
anak menjadi lebih baik dan mengalami peningkatan. Rancangan tindakan pada
siklus II yang merupakan perbaikan tindakan pada siklus I, memberikan
peningkatan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas anak. Dari hasil
observasi, pada akhir siklus II diperoleh data bahwa rata-rata skor adalah
13,89 dan rata-rata persentase anak mencapai 86,81% jika dikonversikan sengan
PAP skala lima rata-rata persentase peningkatan kreativitas anak termasuk dalam
kriteria tinggi, sehingga rata-rata persentase kreativitas anak dari siklus I
ke siklus II meningkat sebesar12,81% yaitu dari 74,00% pada siklus I menjadi
86,81% pada siklus II.
Gambar. Grafik Polygon Siklus II
Pada siklus II, anak sudah mulai terbiasa menggunakan
metode pemberian tugas untuk meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan
menggambar bebas, anak
juga sangat antusias dan kreativitas anak meningkat dalam menggambar dan
terlihat
sangat senang dalam mengikuti pelajaran dan anak juga merasa semua usahanya
mendapat penghargaan, penghargaan tersebut seperti memberi pujian, tepuk tangan
dan acungan jempol. Selain itu dalam peroses pembelajaran anak juga sudah
terbiasa belajar secara mandiri maupun secara berkelompok namun tetap terarah
selain bisa belajar bersama – sama anak juga mengalami kegembiraan , yaitu
bangkitnya minat dalam melakukan kegiatan belajar menggambar bebas, keterlibatan
penuh anak dan menjadikan pembelajaran yang dilakukan bermakna .Implementasi
metode ini memberikan pengaruh positif untuk meningkatkan
e-Journal PG-PAUD
Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Kreativitas anak dan juga berdampak bagi perkembangan anak .Penelitian dihentikan pada siklus II karena pada
siklus II telah diperoleh data bahwa peningkatan kreativitas anak telah
mencapai kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan melalui kegiatan
menggambar bebas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK
Panji Widia Kumala Singaraja .
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, naka dapat diambil
simpulan sebagai berikut .Metode pemberian tugas dapat meningkatkan kreativitas
anak melalui kegiatan menggambar bebas pada kelompok B semester II tahun pelajaran
2013/2014 di TK Panji Widia Kumara Singaraja . Hal ini dapat dilihat pada
presentase hasil observasi siklus I sebesar 74,00% dengan kriteria pencapaian
sedang , dan apada siklus II sebesar 86,81% dengan kriteria tingkat pencapaian
sangat tinggi dengan presentase peningkatan sebesar 12,81%. Kreativitas anak
khususnya dalam kegiatan menggambarkan bebas dapat ditingkatkan dengan
menggunakan media yang menarik dan kreatif . Dalam memberikan kegiatan
menggambar guru tidak hanya sekedar memberikan kertas kosong kepada anak tetapi
guru jugab dapat mengkolaborasikan kegiatan lain seperti mencetak dengan
kegiatan menggambar .Hal ini dapat meningkatkan minat anak dan membuat anak
menjadi lebih semangat dalam melakukan kegiatan .
Berdasarkan
temuan dipenelitian ini, saran yang diajukansebagai berikut: Anak-anak dalam
prosespembelajaran diharapkan untuk selalu terlibatlangsung dalam pembelajaranmengalami
dan menemukan sendiri jugadapat menggali pengetahuan sendirisehingga anak-anak
bisa mandiri dikegiatan baik di dalam kelas dan luar kelas.Guru diharapkan mampu
memilih dan menerapkan metode-
Metode Pembelajaran yang dapat bisa mengembangkan kreativitas anak. Dalam
proses belajar sehingga anak selalu bersemangat dan tidak jenuh dalam Pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan
Yang diharapkan. Sekolah diharapkan selalu mendukung pembelajaran dan mengajar menggunakan metode tugas-tugas administrasi dengan menyediakan
alat-alat Yang digunakan dalam pembelajaran serta menginformasikan kepada guru untuk menggunakan metode pembelajaran inovatif yang lain . Peneliti lain diharapkan mampu menyempurnakan penerapan metode pemberian tugas serta mampu melaksanakan penelitian dengan menerapkan.
Metode Pembelajaran yang dapat bisa mengembangkan kreativitas anak. Dalam
proses belajar sehingga anak selalu bersemangat dan tidak jenuh dalam Pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan
Yang diharapkan. Sekolah diharapkan selalu mendukung pembelajaran dan mengajar menggunakan metode tugas-tugas administrasi dengan menyediakan
alat-alat Yang digunakan dalam pembelajaran serta menginformasikan kepada guru untuk menggunakan metode pembelajaran inovatif yang lain . Peneliti lain diharapkan mampu menyempurnakan penerapan metode pemberian tugas serta mampu melaksanakan penelitian dengan menerapkan.
DAFTAR
RUJUKAN
Great, AAG, 2012. methodology Education Research. Singaraja:
Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Pendidikan Ganesha
Arikunto, S. 2011. Action Research
Class . Jakarta: PT Bumi Aksara
Badudu, JS and Sultan Mohammad
Zain.1996.Kamus Umum Besar
Indonesian. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Hurlock, EB 1978. Child Development .
Jakarta: Erlangga
Badudu, J.S dan Sultan Mohammad Zain.1996.Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan
Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Moeschalicatoen.
2004. Metode Teaching in kindergarten. Jakarta:Rineka
Cipta
Nuarca, K.
2009. Paud For Supplies
Fundamental. Denpasar:
Udayana University Press.
Hamalik, O.
2001. Teaching and Learning,
Jakarta : Bumi Aksara
Pamadhi, H.
and Evan S. 2011. Art Ketrampilan Child .Jakarta:
Universitas Terbuka.
Santoso, S.
2007. Fundamentals of Education
TK . Jakarta: Universitas Terbuka.
Susanto, A.
2011. Child Development Usia Dini . Jakarta: gold
Predana Media Group
UU No. 20 of
2003 on System Pendidikan National .Jakarta:
Visimedia.
KRITIK JURNAL
Penelitian ini berlatar
belakang pada kurang percaya diri anak dalam menuangkan ide, imajinasi dan
kreativitas dalam menggembangkan kemampuan menggambar bebas. Hal ini disebabkan
karena dalam kegiatan pembelajaran anak cenderung dibimbing terus oleh guru,
kurangnya media pembelajaran dan dalam menggambar bebas anak belum tuntas,
sehingga anak tidak dapat menggembangkan kreativitasnya melalui gambar.
Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode pemberian tugas untuk
meningkatkan kreativitas menggambar bebas dan mendiskripsikan penggunaan metode
pemberian tugas dapat meningkatkan kreativitas menggambar bebas anak kelompok B
TK Panji Widia Kumara Singaraja
Penelitian ini
dilakukan di TK Panji Widia Kumara Singaraja, Rancangan penelitian menggunakan
penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Dalam setiap siklus terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti juga berkolaborasi dengan Guru Kelas B. Instrumen
penelitian yang digunakan untuk mendukung data penelitian ini meliputi: (1)
Kemampuan kreativitas menggambar berupa imajinasi, kreativitas dan komposisi
(2) Keminatan dan keaktifan dalam tanya jawab, bercerita tentang gambar yang
dibuat sendiri dan menggambar bebas.
Penerapan metode
pemberian tugas menggambar bebas dapat meningkat melalui kegiatan tanya jawab
dengan gambar sesuai tema binatang dan sub tema binatang peliharaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, (1) metode pemberian tugas dapat menggembangkan
kemampuan kreativitas menggambar bebas anak melalui kegiatan berbagi dan
bertanya. Dengan melakukan Tanya jawab, menggunakan media gambar yang diberikan
guru dan dapat melatih kemandirian percaya diri anak dalam menuangkan ide dan
inspirasinya melalui gambar, (2) Hal ini dapat diketahui dari peningkatan nilai
proses dari pra tindakan sampai siklus II .
Saran yang
diajukan dalam penelitian ini adalah dalam pembelajaran bidang kemampuan kreativitas
hendaknya media pembelajaran harus riil, harus komunikasi dan harus edukatif
sehingga anak dapat berkembang dengan sendirinya dengan metode pemberian tugas
dapat mengembangkan kreativitas anak dalam bidang pengembangan selain seni,
yaitu pada bidang pengembangan kognitif, bahasa, dan sosial emosional.
STRATEGI MIND MAP
Pemilihan
dan penggunaan strategi menjadi faktor penting dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Mind mapping ditemukan dan dikembangkan
Tony Buzan seorang peneliti Inggris yang mengaplikasikan pengetahuan tentang
otak dan proses berfikir dalam berbagai bidang kehidupan. Buzan menjelaskan mind mapping
sebagai cara termudah menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil
informasi keluar dari otak, cara mencatat kreatif, efektif, secara harafiah
memetakan pikiran-pikiran kita dengan sangat sederhana (Khan 2010:31). Mind mapping melibatkan kedua sisi otak
karena menggunakan gambar, warna, imajinasi (wilayah otak kanan) bersamaan
dengan kata, angka dan logika (wilayah otak kiri). Semua gagasan dalam mind
mapping berkaitan, membantu otak membuat lompatan pengertaian dan imajinasi
besar melalui asosiasi (Buzan 2011:60). Mind mapping membantu kita belajar,
menyusun, menyimpan sebanyak mungkin informasi, mengelompokkannya dengan cara
alami, memberi kita akses mudah dan langsung (ingatan yang sempurna pada apapun
yang kita pelajari). Berikut langkah membuat mind mapping menurut Buzan
(2011:12-15):
a. Memulai dari tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar.
b. Menggunakan gambar atau foto untuk ide sentral agar lebih menarik, membuat kita fokus,
membantu konsentrasi dan mengaktifkan otak.
c. Menggunakan warna.
d. Membuat
hubungan, keterkaitan antar cabang karena otak bekerja menurut asosiasi, mengaitkan
dua hal atau lebih untuk mudah mengerti dan mengingat.
e. Membuat garis hubung melengkung, bukan lurus agar tidak membosankan.
f. Menggunakan satu kata kunci untuk setiap garis.
Hal ini sesuai dengan pendapat Olivia (2008:14) mind
mapping menekankan proses pembelajaran siswa aktif, mandiri, melatih
kreativitas, imajinasi sehingga hasil belajar akan tercapai secara maksimal. Adapun langkah strategi mind mapping menurut
Olivia (2008:42) diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran menurut standar
proses KTSP (2007:14-18) yaitu: (1) siswa membaca kembali sekilas materi yang
dijelaskan guru pada awal kegiatan pembelajaran; (2) tanya jawab materi
pelajaran secara garis besar; (3) siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-5
orang setiap kelompok); (4) setiap kelompok menganalisis materi dan berdiskusi
membuat peta pikiran (mind mapping)
materi pelajaran; (5) siswa dibimbing, dimotivasi, diawasi guru selama diskusi
kelompok membuat peta pikiran (mind
mapping) materi pelajaran; (6) setiap kelompok mempresentasikan mind mapping mereka untuk mendapat
tanggapan, masukan dari kelompok lain dan guru; (7) siswa dan guru menyamakan
persepsi dari hasil presentasi dan diskusi semua kelompok; (8) guru mereview materi dan kegiatan pebelajaran
secara garis besar dengan mind mapping materi;
(9) siswa diberi penguatan, motivasi agar lebih kreatif membuat mind mapping materi pembelajaran pada
pertemuan selanjutnya.
Warseno dan
Kumorojati (2011:93-84) mengungkapkan keuntungan menggunakan mind mapping yaitu: (1) pembelajaran
terasa menyenangkan karena proses pembuatan mind
mapping melibatkan gambar, warna dll; (2) dapat melihat gambaran materi
secara detail, menyeluruh, jelas tanpa kehilangan benang merah antartopik; (3)
memudahkan mengingat informasi karena ada penanda-penanda visual; (4) terdapat
pengelompokan informasi; (5) menarik perhatian mata dan tidak membosankan; (6)
memudahkan berkonsentrasi; (7) menghemat, memanfaatkan waktu dengan baik; (8)
mendapatkan nilai bagus; (9) mengatur pikiran, hobi, hidup.
Strategi
mind mapping akan mengajarkan siswa
bagaimana meringkas untuk mengetahui inti dari sebuah materi pelajaran secara
tersruktur. Dengan begitu ia dapat melihat keseluruhan materi pembelajaran
dalam satu kertas dengan visualisasi yang menarik, tidak membosankan, mudah
dipahami dan diingat (Olivia 2008:112).
Penggunaan
strategi mind mapping membuat siswa
belajar berpikir untuk membentuk kerangka berfikir, bukan belajar menghafal
materi pelajaran (Surya 2011:364-365). Ia juga menyatakan keuntungan
menggunakan strategi mind mapping
yaitu: (1) merangsang partisipasi aktif siswa dalam proses belajar, (2)
membebaskan pikiran siswa dari sifat subjektif, bias maupun
pengelompokan-pengelompokan mental, (3) merangsang siswa untuk fokus dan
konsentrasi pada pembahasan subjek pemikiran, (4) mengaktifkan fungsi kerja
otak secara maksimal untuk berpikir, (5) mengarahkan siswa untuk mengembangkan
rekonstruksi sebuah organisasi subjek pemikiran yang terperinci dan objektif,
(5) menunjukkan hubungan antara potongan informasi yang terisoli, (6)
memberikan representasi grafis dari apa yang dipahami siswa tentang subjek
pemikiran sehingga memudahkannya mengidentifikasi asosiasi dalam informasi, (7)
mengarahkan siswa untuk konsentrasi, membantu mendapatkan pemahaman dan
pengertian sehingga informasi yang diperoleh dapat membentuk kecakapan dan
memberi memori jangka panjang.
Dari rumusan
tersebut
dapat digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah
dengan melaksanakan strategi mind mapping
menurut Olivia (2008:42) diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran menurut
standar proses KTSP (2007:14-18) yaitu:
a. Siswa membaca kembali sekilas
materi yang telah dijelaskan guru pada awal kegiatan pembelajaran.
b. Tanya jawab materi pelajaran
secara garis besar.
c. Siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok (4-5 orang setiap kelompok).
d. Setiap kelompok menganalisis
materi, berdiskusi untuk membuat peta pikiran (mind mapping) materi pelajaran.
e. Siswa dibimbing, dimotivasi
dan diawasi guru selama diskusi kelompok membuat peta pikiran (mind mapping) materi.
f. Setiap kelompok
mempresentasikan mind mapping mereka
untuk mendapat tanggapan, masukan dari kelompok lain dan guru.
g. Siswa dan guru menyamakan
persepsi dari hasil presentasi dan diskusi semua kelompok.
h. Guru mereview materi dan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
secara garis besar dengan bantuan mind
mapping materi.
i. Siswa diberi
penguatan dan motivasi agar lebih kreatif membuat mind mapping materi pembelajaran.
Dalam
pembelajaran menggunakan strategi mind
mapping, siswa bertindak aktif dalam diskusi kelompok membuat mind mapping materi pembelajaran setelah
guru memberikan stimulus berupa penjelasan dan tanya jawab singkat tentang
materi dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan
konsep teori belajar behaviorisme dimana siswa akan melakukan kegiatan belajar
secara sadar setelah guru memberikan rangsangan, stimulus yang tepat pada
siswa. Implementasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran dapat dilihat
ketika siswa aktif membaca kembali materi yang telah dijelaskan guru
sebelumnya, tanya jawab tentang materi pembelajaran, berperan dalam diskusi
kelompok dan diskusi kelas. Guru membimbing, memotivasi dan mengawasi jalannya
pembelajaran merupakan implementasi teori kontruktivisme, dimana siswa menjadi
fokus utama pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator. Kebutuhan siswa akan
rasa senang selama proses pembelajaran sesuai dengan konsep teori belajar
humanisme. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk memperoleh hasil belajar yang
baik.
two
TUGAS
UAS
JURNAL
THE ROLE OF
PRETEND PLAY IN CHILDREN'S COGNITIVE DEVELOPMENT
(Peran Bermain
Peran Terhadap Perkembangan Kognitif Anak)
Mata
kuliyah Metode Pengembangan Kognitif dan Kreativitas AUD
Dosen
Pengampu :
Dr.
Hj. Nilawati Tadjuddin, M.Si
Oleh
:
Nama : Nugroho Galih Wicaksono
NPM : 1411070184
Jurusan : Pendidikan Guru Raudhatul athfal
Kelas/Semester:
D/IV
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFAL
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 1437 /2016 M
TERJEMAHAN JURNAL
Peran Bermain
Peran (berpura-pura) Terhadap Perkembangan Kognitif Anak
Doris Bergen
Miami
University
Abstrak
Ada semakin
banyak bukti yang mendukung banyak koneksi antara kompetensi kognitif dan
berkualitas tinggi berpura-pura bermain. Artikel ini mendefinisikan cluster
konsep yang berkaitan dengan berpura-pura bermain dan kognisi serta sebentar
mensintesis penelitian terbaru tentang peran bermain seperti pada kognitif
anak-anak, sosial, dan pengembangan akademik. Artikel itu mencatat bahwa ada
semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berkualitas tinggi berpura-pura
bermain merupakan fasilitator penting dari perspektif mengambil dan pemikiran
abstrak kemudian, bahwa itu dapat memfasilitasi tingkat yang lebih tinggi
kognisi, dan bahwa ada hubungan yang jelas antara pura-pura bermain dan
kompetensi sosial dan linguistik. Artikel tersebut juga mencatat bahwa masih
ada kebutuhan besar untuk penelitian tentang hubungan antara kualitas tinggi
pura-pura bermain dan pengembangan keterampilan akademik tertentu. Artikel ini
diakhiri dengan diskusi tentang tantangan dan arah kebijakan potensial yang
disarankan oleh temuan penelitian.
Pengantar
Meskipun bermain telah menjadi komponen kurikulum mapan dalam pendidikan anak usia dini, meningkatnya penekanan pada akuntabilitas tampaknya telah menyebabkan penurunan yang sesuai dalam pemahaman umum dari kontribusi penting yang berkualitas tinggi play-terutama berpura-pura bermain dapat membuat anak-anak berkembang kognitifnya pada awal tahun. Artikel ini mendefinisikan cluster konsep yang berkaitan dengan berpura-pura bermain dan kognisi; sebentar mensintesis penelitian terbaru tentang peran bermain seperti di kognitif anak-anak, sosial, dan pengembangan akademik; dan membahas tantangan dan arah kebijakan potensial yang disarankan oleh temuan-temuan penelitian ini.
Hubungan konseptual antara sambilan dan Pengembangan Kognitif
Karena perkembangan kepura-puraan, bahasa reseptif dan ekspresif, dan representasi mental semua dimulai kira-kira pada usia yang sama (biasanya antara usia 1 dan 2), peneliti telah memperkirakan hubungan konseptual yang kuat antara proses-proses tersebut. pura-pura bermain membutuhkan kemampuan untuk mengubah objek dan tindakan simbolis; itu ditindaklanjuti dengan dialog interaktif sosial dan negosiasi; dan melibatkan pengambilan peran, pengetahuan skrip, dan improvisasi. Banyak strategi kognitif yang dipamerkan selama kepura-puraan, seperti perencanaan bersama, negosiasi, pemecahan masalah, dan tujuan mencari. Sebuah pertanyaan besar yang menarik bagi para peneliti adalah apakah bersamaan terjadinya ini kemampuan mengembangkan bukti dari timbal balik atau sebab-akibat hubungan-yang, yang berpura-pura, bahasa, dan kognisi semua bagian dari sistem, timbal balik pengembangan terpadu, atau tidak pengalaman anak-anak dengan berpura-pura memiliki efek kausal pada pengembangan kompetensi kognitif dan bahasa? Meskipun jawaban atas pertanyaan ini masih dalam penelitian, jelas bahwa kepura-puraan memainkan peran penting dalam kehidupan anak-anak muda dan bahwa periode arti-penting yang meluas selama bertahun-tahun sekolah dasar juga (Bergen, 1998). Baru-baru ini "Teori kognitif berpura-pura" telah diusulkan (Nichols & Stich, 2000), yang menunjukkan bahwa ada "ruang kerja mental yang terpisah" dalam otak manusia yang bisa menjelaskan fenomena berpura-pura. Meskipun tidak ada penelitian telah mengkonfirmasi teori ini, itu berfungsi untuk menekankan betapa pentingnya hubungan play / kognisi adalah untuk manusia dan untuk menunjuk ke arah kemungkinan kerjasama neuroscience di penelitian di masa depan hubungan ini. Hal ini lebih mungkin bahwa berpura-pura bermain melibatkan banyak daerah otak karena melibatkan emosi, kognisi, bahasa, dan tindakan sensorimotor, dan dengan demikian dapat mempromosikan perkembangan koneksi sinaptik padat (Bergen & Coscia, 2001).
Penelitian baru-baru ini di sambilan dan Pengembangan Kognitif
Hubungan pura-pura bermain (terutama berpura-pura interaktif sosial) untuk perkembangan kognitif telah lama menjadi topik yang menarik penelitian di kalangan pendidik dan psikolog, dan sejumlah studi yang dilakukan pada 1970-an dan awal 1980-an akhir didukung hipotesis tentang hubungan ini. Sebagai contoh, studi awal terkait bermain untuk anak-anak muda kesiapan matematika (Yawkey, 1981), kemampuan linguistik / literasi (Pellegrini, 1980), fungsi kognitif dan kontrol impuls (Saltz, Dixon, & Johnson, 1977), kompetensi representasional (Pederson, Rook -Green, & Elder, 1981), dan pemecahan masalah keterampilan (Smith & Dutton, 1979). Penelitian terbaru telah menjelajahi beberapa komponen kognitif diduga sangat terkait dengan dalih, seperti kemampuan mental representasi (yaitu, teori pikiran), pemecahan masalah dan strategi kognitif lainnya, kompetensi sosial dan linguistik, dan pengembangan keterampilan akademik.
Teori Pembangunan Pikiran
Kemungkinan hubungan antara kepura-puraan dan pengembangan representasi mental (Teori Pikiran-TOM) telah dipelajari secara ekstensif dalam dekade terakhir. Berasal dari pandangan bahwa kepura-puraan melibatkan representasi mental (Leslie, 1987) dan dari studi bermain peran sebagai bentuk perspektif mengambil (Rubin & Howe, 1986), serangkaian studi eksperimental menggunakan pemahaman anak terhadap keyakinan palsu (yaitu, tidak akurat kepercayaan yang dianut oleh orang lain) telah dieksplorasi kepura-puraan dan TOM masalah. Lillard (1998) telah menunjukkan bahwa kepura-puraan melibatkan "keluar dari frame bermain" negosiasi antara pemain dengan pandangan yang berbeda, representasi simultan objek dalam dua cara (nyata dan berpura-pura), bermain peran membutuhkan bertindak keluar pikiran dan tindakan orang lain, dan penggambaran emosi yang tepat untuk situasi bervariasi dan aktor-yang semuanya menunjukkan bahwa berpura-pura memiliki kemampuan representasi mental. Menggunakan versi percobaan dari tugas palsu-keyakinan, sejumlah studi telah menemukan bahwa anak-anak tidak menunjukkan kemampuan untuk mengenali keyakinan palsu sampai sekitar usia 4 atau 5, meskipun mereka terlibat dalam transformasi objek dan peran mengambil dalam kepura-puraan pada usia lebih awal. Lillard menunjukkan bahwa anak-anak muda mungkin melihat berpura-pura sebagai tindakan tidak representasi mental. Namun, dia baru-baru ini menyarankan bahwa bermain pura-pura dapat berfungsi untuk anak-anak sebagai cara untuk membuat "Twin Earth" yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam dan alasan tentang situasi nonactual (Lillard, 2001). Kebanyakan penelitian TOM telah dilakukan dalam pengaturan laboratorium, dan beberapa peneliti telah mencatat bahwa anak-anak muda sering menunjukkan pemahaman pemikiran dan keyakinan orang lain di alami pura-pura bermain mereka. Peneliti lain telah menggunakan metode eksperimental disesuaikan untuk memperjelas aspek TOM apa anak-anak muda mungkin memiliki.
Misalnya, Joseph (1998), dalam serangkaian percobaan yang diperiksa pemahaman 3 dan 4-year-olds 'perilaku sukarela dan mereka dilakukan dengan sengaja selama berpura-pura, menyimpulkan bahwa 4-year-olds dipahami maksud sebagai penyebab tindakan dan bahwa mereka mewakili perilaku berpura-pura mental, tidak hanya sebagai tindakan. Ia menegaskan bahwa pertanyaan Lillard ini diperlukan penalaran yang lebih canggih yang mengakibatkan meremehkan TOM anak-anak. Cassidy (1998) menemukan bahwa lebih banyak anak mampu atribut suatu keyakinan palsu untuk agen ketika keyakinan bahwa adalah tentang sesuatu yang terjadi di pura-pura bermain tetapi bahwa "realitas Bias" mempengaruhi kemampuan mereka untuk merespon dengan benar dalam situasi nonplay. Abu-Akel dan Bailey (2001), dalam studi TOM membandingkan tugas menggunakan referensi bahasa indexical (misalnya, setidaknya abstrak) untuk referensi bahasa simbolik (misalnya, membutuhkan abstraksi), menemukan bahwa persentase yang lebih tinggi dari 4-year-olds berhasil di tugas TOM ketika referensi indexical digunakan.
Dalam situasi bermain pura-pura dengan orang tua, Kavanaugh, Eizenman, dan Harris (1997) menemukan bahwa anak-anak dari 2 ½ acara lembaga independen (membuat orang replika jangan berpura-pura tindakan) dan intersubjektivitas (memiliki pemahaman bersama dengan yang lain dalam kegiatan yang umum). Sinclair (1996), dengan menggunakan contoh naturalistik, menegaskan bahwa kemampuan anak-anak untuk menggunakan penipuan menunjukkan bahwa mereka memiliki teori pikiran pada usia lebih awal dari 4. Dalam sebuah studi longitudinal, Jenkins dan Astington (2000) mengamati bersama perencanaan dan peran tugas anak-anak selama kepura-puraan sosial dan menemukan bahwa tingkat dari TOM diprediksi extensiveness kemampuan ini. Mereka menunjukkan bahwa teori pikiran adalah akuisisi bertahap selama periode usia 2 sampai 6. Meskipun perkembangan anak-anak dari representasi mental merupakan prestasi kognitif penting yang diperlukan untuk kemampuan akademik seperti membaca pemahaman dan penggunaan simbol-simbol matematika, studi longitudinal mengeksplorasi hubungan antara kepura-puraan anak, teori pikiran, dan melek huruf, matematika, atau keterampilan akademik lainnya belum dilaporkan.
Badan ini teori dan penelitian telah menimbulkan banyak pertanyaan yang perlu eksplorasi lebih lanjut; itu menunjukkan, bagaimanapun, bahwa berkualitas tinggi berpura-pura bermain adalah fasilitator penting dari perspektif mengambil dan pemikiran abstrak kemudian.
Problem Solving dan Strategi Kognitif Lainnya
Sejumlah peneliti telah berfokus pada hubungan bermain untuk strategi kognitif tertentu seperti self-regulation, narasi ingat, divergen pemecahan masalah, dan memerintah pemahaman. Berikut Vygotsky (1978), yang berteori bahwa anak-anak menggunakan pidato pribadi dalam bermain untuk mengatur perilaku mereka, akhirnya mengubah pidato pribadi ini menjadi self-regulation melalui pemikiran internal, Krafft dan Berk (1998) dibandingkan pidato pribadi anak-anak prasekolah di Montessori dan tradisional play-berorientasi program dan menemukan bahwa pidato lebih pribadi terjadi dalam pengaturan play-berorientasi, terutama saat bermain pura-pura dengan karakter fantasi. Mereka menyimpulkan bahwa, pada tingkat prasekolah, "membuat-percaya bermain berfungsi sebagai konteks penting untuk pengembangan pengaturan diri" (hal. 637), kontras temuan mereka kepada orang-orang dari Winsler dan Diaz (1995), yang menemukan kurang pribadi pidato saat bermain spontan yang tidak terstruktur (tidak terfokus pada permainan pura-pura). Mereka berpendapat bahwa kepura-puraan sosial, yang mengharuskan anak-anak untuk menentukan tujuan tugas dan membawa mereka keluar, memberikan lebih banyak kesempatan untuk pidato pribadi yang mengatur diri sendiri daripada pengaturan bermain lebih kompleks dan pengaturan dengan tugas memiliki tujuan yang telah ditentukan dan arah guru besar. Studi pidato swasta yang dilakukan dalam pengaturan kelas primer telah biasanya menunjukkan bahwa selama tugas, anak-anak lakukan menggunakan pidato pribadi tetapi itu berkurang dengan kelas tiga sebagai proses self-regulatory secara bertahap diinternalisasi. Mungkin karena kurangnya kesempatan bermain di pengaturan utama, penggunaan pidato pribadi selama bermain pura-pura telah dipelajari hanya pada tingkat prasekolah, dan studi tentang transisi dari pidato swasta di play-berorientasi berorientasi pada tugas situasi di tingkat prasekolah belum dilaporkan.
Dalam sebuah penelitian yang dirancang untuk mengeksplorasi perubahan kognitif yang mendasari bermain pura-pura dan pemahaman struktur naratif, Kim (1999) dibandingkan 4- dan anak-anak 5 tahun dalam kondisi yang melibatkan berpura-pura bermain berlakunya cerita untuk kondisi menggunakan cerita saja dan menemukan bahwa anak-anak di berpura-pura kondisi bermain digunakan narasi lebih elaboratif dan memiliki kadar struktur naratif. Kemampuan untuk menggunakan narasi merupakan kemampuan yang penting yang muncul. Anak dalam penelitian ini juga memiliki narasi ingat yang lebih baik segera setelah berlakunya berpura-pura dan pada periode waktu kemudian ketika diminta oleh gambar dan tokoh-tokoh boneka. Meskipun pura-pura bermain difasilitasi recall dari struktur naratif yang kompleks pada dua periode pertama kalinya, tidak ada perbedaan di recall pada periode waktu kemudian ketika tidak ada petunjuknya yang digunakan, dan tidak ada perbedaan dalam kemampuan anak untuk menjawab encoding dan inferensi pertanyaan. Peneliti menyimpulkan, bagaimanapun, bahwa berpura-pura bermain tidak memfasilitasi recall narasi dan ekspresi selama jangka waktu yang lebih singkat.
Dalam meta-analisis, Fisher (1992) menunjukkan bahwa ada tubuh bukti yang menunjukkan efektivitas bermain, terutama sosiodrama bermain, dalam mempromosikan kemampuan pemecahan masalah. Dalam rangka untuk menjelaskan apa jenis bermain dan pemecahan masalah yang terkait dan apakah hubungan ini yang searah atau timbal balik, Wyver dan Spence (1999) melihat dua jenis pemecahan masalah (divergen dan konvergen), dua jenis masalah yang berbeda pemecahan (figural dan semantik), dan berbagai jenis permainan dan bermain tingkat sosial. Dalam satu studi (mengendalikan IQ), mereka menemukan hubungan antara kepura-puraan tematik dan pemecahan masalah yang berbeda semantik dan antara bermain kooperatif dan baik semantik dan figural divergen pemecahan masalah. Mereka kemudian memberi beberapa anak yang berbeda pemecahan masalah pelatihan (figural dan semantik) dan menemukan bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan pemecahan masalah figural dan bermain tematik untuk kelompok terlatih. Mereka memberi anak-anak lain berpura-pura pelatihan bermain (tematik / asosiatif, tematik / koperasi, atau koperasi / nonthematic) dan menemukan kelompok pelatihan tematik meningkat dalam bermain tematik dan pemecahan masalah semantik, sedangkan kelompok bermain koperasi meningkat dalam bermain kooperatif dan pada kedua semantik dan masalah figural pemecahan. Para peneliti menyimpulkan bahwa tampaknya ada timbal balik, daripada searah, hubungan antara pemecahan masalah dan berpura-pura bermain, dengan bermain sosial koperasi memiliki pengaruh yang lebih umum pada pemecahan masalah yang berbeda dan bermain tematik memiliki pengaruh yang lebih spesifik pada pemecahan masalah semantik. Mereka menyarankan penelitian lebih lanjut tentang hubungan yang kompleks.
Dalam sebuah studi observasional, Curran (1999) menyelidiki struktur pemerintahan yang digunakan oleh 3-, 4-, dan anak-anak 5 tahun di kepura-puraan sosial mereka. Dia diidentifikasi baik aturan eksplisit bahwa anak-anak bisa mengartikulasikan (misalnya, bermain adil, mengambil peran) dan aturan implisit bahwa dibangun anak-anak tetapi biasanya tidak bisa mengartikulasikan (misalnya, melibatkan orang lain, terus urutan berpura-pura). Jika aturan di set pertama rusak, bermain berhenti, tetapi dengan set kedua, aturan yang dipelajari secara bertahap oleh para pemain yang kurang berpengalaman, dan "master pemain" mencoba untuk menyalurkan mereka yang kurang akrab dengan aturan-aturan ini untuk menjaga bermain akan . Curran menunjukkan bahwa perkembangan aturan implisit, khususnya, membutuhkan baik berpikir divergen dan pemahaman struktur pemerintahan. Ini adalah keterampilan yang diperlukan untuk keberhasilan sekolah.
bukti penelitian ini pada pemecahan masalah dan strategi kognitif lainnya, sementara tidak luas, tidak menunjuk kedua untuk cara implisit dan eksplisit bahwa kualitas tinggi kepura-puraan dapat memfasilitasi tingkat yang lebih tinggi kognisi.
Kompetensi sosial dan Linguistic
Karena berpura-pura melibatkan penggunaan bahasa dan berlangsung dalam konteks sosial, banyak studi dari kepura-puraan mencakup informasi tentang kompetensi sosial dan linguistik, yang juga penting bagi keberhasilan sekolah. Dalam sebuah studi observasional yang luas bermain pura-pura, Sawyer (1997) menemukan bahwa, daripada mengikuti naskah, banyak kepura-puraan bursa improvisasi terlibat anak-anak prasekolah dan yang implisit, di-frame strategi bermain lebih berhasil daripada eksplisit, out-of- strategi bingkai. Dia memberikan contoh kaya pameran anak-anak keterampilan dalam menggunakan improvisasi dalam kepura-puraan. Gerakan untuk berpura-pura sosial yang kompleks tidak terjadi dengan lancar untuk beberapa anak, namun, seperti peneliti mempelajari konsekuensi dari kesulitan sosial atau bahasa pada bermain dan perkembangan kognitif telah diamati. Misalnya, Rubin dan Coplan (1998) melaporkan serangkaian studi yang diikuti anak-anak yang dipamerkan nonsosial atau "ditarik" perilaku bermain selama prasekolah; mereka menemukan bahwa penarikan sosial awal memprediksi rekan penolakan, kecemasan sosial, kesepian, depresi, dan negatif harga diri pada masa kanak-kanak kemudian dan remaja, serta memiliki implikasi negatif bagi keberhasilan akademis. Para peneliti menyatakan bahwa dalam budaya AS, penarikan sosial mungkin memiliki konsekuensi lebih negatif bagi anak laki-laki, tetapi dalam budaya di mana perilaku pasif, dikendalikan, dan pendiam dihargai (misalnya, Cina), konsekuensi dari perilaku ini mungkin berbeda. perbedaan gender dalam bermain juga dapat mempengaruhi penyesuaian TK, dengan anak-anak yang memiliki perilaku bermain soliter-pasif dan perempuan yang memiliki perilaku bermain soliter-aktif yang dinilai lebih buruk disesuaikan oleh guru (Coplan, Gavinski-Molina, Lagace-Seguin, & Wichmann, 2001).
Proses pembangunan bermain juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi. Pengamatan pada dua periode waktu bermain anak-anak yang berpartisipasi dalam program prasekolah Judul saya di 22 ruang kelas tidak menunjukkan peningkatan yang sama dalam kepura-puraan sosial yang biasanya ditemukan dari waktu ke waktu di kebanyakan studi prasekolah (Farran & Son-Yarbrough, 2001). Dalam penelitian ini, negara bermain dengan hubungan yang paling positif untuk kuantitas perilaku verbal adalah bermain asosiatif (di mana anak-anak berinteraksi secara singkat), tapi selama dua periode waktu, bermain asosiatif menurun sedangkan bermain paralel (di mana anak-anak bermain sepanjang sisi lain tapi tidak berinteraksi) meningkat. Tren ini adalah yang paling jelas dalam Judul I kelas prasekolah mendaftarkan proporsi terbesar dari anak-anak dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Ada juga tidak ada peningkatan jumlah total interaksi verbal selama dua periode waktu, sebuah temuan yang selaras dengan penelitian yang paling. Karena peningkatan kepura-puraan sosial dan penggunaan bahasa tidak diamati, para peneliti mengungkapkan kekhawatiran bahwa prasekolah tersebut dapat "memfasilitasi pengenalan perilaku dengan harapan lingkungan sekolah umum tetapi tidak dapat memberikan pemahaman dasar dan pengalaman untuk menjaga kesuksesan itu awal dari menghilang setelah kurikulum menjadi lebih menuntut "(hlm. 259).
Para peneliti mempelajari anak-anak yang memiliki cacat telah menunjukkan pentingnya kepura-puraan sosial untuk pengembangan anak-anak ini dan kesulitan anak-anak tersebut sering dalam terlibat dalam kepura-puraan sosial. Odom, McConnell, dan Chandler (1993) menemukan bahwa guru melaporkan bahwa sekitar 75% dari anak-anak cacat memerlukan bantuan dengan keterampilan sosial. Namun, dalam review penelitian pada keterampilan bermain simbolik dari anak-anak cacat bahasa, Casby (1997) menyimpulkan bahwa perbedaan yang sebenarnya mereka dalam kemampuan bermain simbolik tampak cukup kecil; mereka memiliki "kinerja defisit simbolik lebih daripada defisit kompetensi simbolik" (hlm. 477). Artinya, kemampuan mereka untuk menggunakan ide-ide simbolis dalam bermain mungkin mirip dengan anak-anak tanpa cacat bahasa. Karena masalah bahasa mereka, namun, mereka kurang mampu membuat tema kepura-puraan dan peranan yang jelas dalam permainan mereka. Demikian pula, Guralnik dan Hammond (1999) menemukan bahwa anak-anak cacat pameran pola bermain transisi ringan (yaitu, dari soliter ke paralel untuk sosial) yang kongruen dengan orang-orang dari rekan-rekan yang khas, meskipun transisi dapat terjadi sedikit kemudian. Di sisi lain, pola bermain sosial dan berpura-pura dari anak-anak dengan gangguan autis cenderung berbeda dari anak-anak lain baik karena mereka tidak memiliki representasi mental dan kompetensi bahasa yang diperlukan untuk berpura-pura sosial atau karena mereka tidak memiliki keterampilan dalam menghasilkan skema baru secara spontan (Jarrold, Boucher, & Smith, 1996). Hestenes dan Carroll (2000)
mengamati kelas inklusif dengan nomor kira-kira sama dari biasanya mengembangkan anak-anak dan anak-anak cacat dan menemukan bahwa mereka yang tidak cacat terlibat dalam lebih kooperatif dan kurang bermain soliter daripada mereka yang cacat. Meskipun kedua kelompok anak-anak memilih kegiatan serupa, biasanya mengembangkan anak-anak berinteraksi lebih sering dengan anak-anak cacat dari yang diharapkan. Mereka berpendapat bahwa, sementara efek dari pengaturan inklusif pada pola bermain anak-anak penyandang cacat belum jelas, pengaturan tersebut tidak muncul untuk mengganggu bermain anak-anak biasanya berkembang. pendidik khusus sering menggunakan metode intervensi bermain seperti skrip latihan untuk mempromosikan anak-anak muda berpura-pura bermain kemampuan, karena hubungan yang dihipotesiskan antara keterampilan ditingkatkan bermain dan ditingkatkan kognitif, sosial, dan pengembangan bahasa (Neeley, Neeley, Justen, & Tipton-Sumner, 2001 ).
Singkatnya, penelitian telah menunjukkan beberapa kaitan yang jelas antara kompetensi sosial dan linguistik dan berkualitas tinggi berpura-pura; dengan demikian, keterlibatan dalam kepura-puraan tersebut dengan rekan-rekan dapat membantu perkembangan anak-anak di daerah-daerah.
Pengembangan Keterampilan Akademik
Sejumlah penelitian pengembangan keterampilan keaksaraan melalui bermain, yang menanamkan bahan literasi dalam pengaturan bermain di prasekolah, TK, dan program multiage, telah biasanya menunjukkan peningkatan dalam penggunaan anak-anak dari bahan literasi dan keterlibatan dalam tindakan keaksaraan (misalnya, Christie & Enz, 1992; Einarsdottir 2000; Neuman & Roskos, 1992; Stone & Christie, 1996). Menggunakan seperti intervensi keaksaraan, Vukelich (1994) menemukan bahwa kemampuan anak-anak TK untuk membaca cetak tertanam dalam lingkungan meningkat. Dalam sebuah studi longitudinal, Bergen dan Mauer (2000) menemukan bahwa anak-anak yang memiliki tingkat tinggi bermain dengan bahan literasi di prasekolah yang mungkin pembaca spontan tempat tanda-tanda dan memiliki lebih besar berpura-pura verbalizations di "kota-building" kegiatan pada usia 5 . Roskos dan Neuman (1998) telah menunjukkan bahwa, meskipun keaksaraan muncul dapat ditingkatkan melalui bermain, penelitian lebih lanjut membandingkan kemanjuran melek terkait bermain pendekatan dengan metode lain untuk meningkatkan keterampilan keaksaraan masih diperlukan, seperti studi longitudinal.
Menggunakan strategi yang sama dengan penelitian keaksaraan-embedding, Masak (2000) diperkaya pengaturan pura-pura bermain anak-anak prasekolah 'dengan artefak menekankan simbol jumlah dan menemukan bahwa anak-anak dalam pengaturan matematika yang diperkaya terlibat dalam lebih bicara dan kegiatan yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika; Namun, efek tidak meluas ke bentuk konseptual yang lebih matang. Meskipun tidak secara khusus difokuskan pada kepura-puraan, sebuah studi longitudinal di mana anak-anak prasekolah yang dinilai pada kompleksitas bermain blok mereka (yang memiliki komponen simbolik tinggi) dan kemudian diikuti dalam tahun-tahun sekolah tinggi ditemukan (mengendalikan IQ dan jenis kelamin) hubungan yang positif dengan kelas tujuh nilai tes matematika dan langkah-langkah SMA nilai matematika, jumlah kursus matematika, dan sejumlah penghargaan program (Wolfgang, Stannard, & Jones, 2001). Para peneliti berspekulasi bahwa alasan tidak ada hubungan yang ditemukan dengan ketiga dan nilai ujian kelas lima mungkin karena "keterampilan minimum dan menghafal" tes yang digunakan pada mereka nilai sebelumnya, dan bahwa ketika anak-anak mengembangkan resmi proses pemikiran operasional oleh kelas tujuh, ini mungkin membangun pengalaman bermain awal mereka. Mereka menunjukkan bahwa lebih peneliti terlibat dalam "penelitian longitudinal yang empiris untuk posisi yang diambil dalam mendukung pembelajaran bermain dan kurikulum" (hlm. 174).
Masih ada kebutuhan besar untuk penelitian tentang hubungan antara kualitas tinggi berpura-pura bermain dan pengembangan keterampilan akademik tertentu; Namun, mungkin karena lingkungan sekolah yang khas tidak memberikan waktu yang cukup bagi anak-anak untuk terlibat dalam tema diperpanjang kepura-puraan sosial, baris ini penelitian belum luas.
Tantangan dan Kebijakan Arah Disarankan oleh Research Terbaru
Meskipun penelitian sebelumnya pada / hubungan perkembangan kognitif bermain memberikan beberapa dukungan untuk kurikulum di program untuk anak-anak bermain berbasis di bawah usia 5, itu sedikit pengaruh pada TK dan sekolah dasar praktek. Baru-baru ini, karena negara dan penekanan nasional pada kinerja tes kecakapan, bahkan segmen kecil dari waktu bermain pura-pura sosial yang telah diizinkan (jika tidak didorong) di sekolah, seperti taman kanak-kanak "pilihan" waktu dan istirahat istirahat, menghilang. Pers untuk "kesiapan akademis" melalui pengajaran terkonsentrasi dan langsung alfabet, angka, warna, dan keterampilan lainnya kini mempengaruhi jumlah waktu yang dialokasikan untuk bermain di TK. Tren ini telah memiliki efek negatif pada bermain pura-pura sosial, yang membutuhkan periode waktu terganggu diperpanjang untuk mengembangkan kompleksitas. Dengan demikian, salah satu tantangan besar bagi para pendukung bermain tersebut adalah untuk dapat mengartikulasikan kepada para pembuat kebijakan bagaimana perkembangan anak-anak dari jenis keterampilan kognitif yang ditunjukkan dalam kepura-puraan sama pentingnya (atau bahkan lebih penting) untuk kesiapan akademis dan keberhasilan sekolah paling lambat menghafal set standar informasi resmi yang ditargetkan sebagai kompetensi anak usia dini. Bahkan jika bermain belum terbukti menjadi penyebab keberhasilan sekolah jangka panjang, buktinya sangat jelas bahwa itu adalah komponen hidup bersama terintegrasi kemajuan perkembangan anak muda. Selanjutnya, karena sebagian besar tes sekarang sedang dirancang untuk anak-anak SD usia memerlukan keterampilan yang kuat representasional, kemampuan pemecahan masalah, dan kecanggihan sosial-linguistik, para pendukung bermain harus siap untuk menunjukkan bagaimana pengembangan keterampilan kognitif yang dilakukan di pura-pura bermain juga penting untuk kinerja tes yang baik. Sayangnya, sebagian besar bukti penelitian ini telah datang dari skala kecil studi cross-sectional yang mungkin tampak tidak relevan dengan pendidik dan pembuat kebijakan; Oleh karena itu tantangan lain untuk peneliti adalah untuk me-mount beberapa penelitian yang lebih luas dan berorientasi pada praktek (sebaiknya longitudinal) untuk menyelidiki hubungan play / kognisi dalam pengaturan anak usia dini yang beragam. Pendidik harus menolak kebijakan yang mengurangi waktu untuk pengalaman bermain pura-pura sosial di prasekolah dan nilai utama dan bekerja untuk meningkatkan dana untuk penelitian tentang hubungan play / kognisi pada anak usia dini.
Singkatnya, ada semakin banyak bukti yang mendukung banyak koneksi antara kompetensi kognitif dan berkualitas tinggi berpura-pura bermain. Jika anak tidak kesempatan untuk mengalami bermain seperti itu, kapasitas jangka panjang mereka berkaitan dengan metakognisi, pemecahan masalah, dan kognisi sosial, serta bidang akademik seperti membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan, mungkin akan berkurang. Keterampilan kompleks dan multidimensional yang melibatkan banyak daerah otak yang paling mungkin untuk berkembang dalam suasana kaya berkualitas tinggi bermain pura-pura.
SSUMBER : http://ecrp.uiuc.edu/v4n1/bergen.html
Analisis dan Kritik
Jurnal ini berisi tentang data temuan lapangan
dari beberapa riset tentang pengaruh bermain peran (pura-pura) terhadap
perkembangan kognitif anak. Adapun manfaat dari bermain peran melingkupi:
mengembangkan keterampilan akademik, kemampuan problem solving, membangun
pikiran atau kognitif dan mengasah kompetensi sosial dan linguistik anak, dari
beberapamanfaat itu sudah ada pembuktian penelitiannya yang sudah tertera isi
jurnal ini.
Untuk sekala karya ilmiah, jurnal ini bagus
untuk dijadikan referensi, tetapi untuk penyajian datanya kurang mendetail
sehingga cukup menyulitkan ketika menganalisis jurnal ini, yang akan berakibat
salah persepsi dan salah hipotesa dari proses pemahaman jurnal ini. Perlu
adanya pembuktian dengan data yaitu melalui penyertaan contoh permainan
perannya atau skrip cerita yang digunakan dalam penelitian.
three
JURNAL
METODE PERKEMBANGAN KOGNITIF
ANAK USIA DINI
Disusun Oleh :
Marfuah : 1411070171
Kelas/jur/fak : D/ PGRA/Tarbiya
Semester
: IV (EMPAT)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
INTAN LAMPUNG
2015/2016
PENERAPAN METODE BERMAIN PUZZLE GEOMETRI
UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
DALAM MENGENAL BENTUK
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan kognitif anak dalam
mengenal bentuk setelah diterapkan metode bermain Puzzle Geometri pada kelompok A semester II di TK Intan Pertiwi
Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakankelas
yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah 10 orang anak
yang terdiri dari 7 laki-laki dan 3 perempuan. Data penelitian tentang
perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk dikumpulkan dengan metode
observasi. Data hasil penelitian dianalisis deskriptif kuantitatif. Hasil
analisis data menunjukan bahwa terjadi peningkatan perkembangan kognitif dalam
mengenal bentuk setelah penerapan metode bermain Puzzle Geometri pada siklus I sebesar 71,50% yang berada pada
katagori sedang ternyata mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,00%
yang termasuk kategori sangat tinggi. Jadi, terdapat peningkatan perkembangan
kognitif dalam mengenal bentuk pada anak setelah di terapkan metode bermain Puzzle Geometri sebesar 19,50%
Pendahuluan
Pentingnya nilai
pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu upaya yang
dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan melalui jenjang Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) yang merupakan pondasi atau dasar jenjang pendidikan
selanjutnya.
Menurut
undang-undang No 20 Tahun 2003 dalam permendiknas No.58 Nasional bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai pada usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain
PAUD merupakan suatu kebutuhan mendasar dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan.
Anak usia dini
memerlukan berbagai kegiatan untuk mengorganiasikan informasi dalam otak,
apabila anak hanya diberi sedikit arahan, maka anak akan mengalami kesulitan
untuk memahami apa yang telah anak lihat dan pelajari (Siti Aisyah dkk,
2009:5.32). anak usia dini memerlukan kegiatan pembelajaran yang menarik sesuai
dengan kebutuhannya, agar berbagai aspek perkembangan pada anak usia dini sudah
seharusnya merujuk cara bekerja otak akan tumbuh hebat bila diberi tantangan
dan rangsangan. Perkembangan kognitif tahap praoprasional merupakan tahap
persiapan untuk mengorganisasikan operasi yang konkrit. Tahap pemikiran anak
lebih logis, anak belum memahami konsep kekekalan ddan belum memahami dan
memikirkan aspek lebih secara bersamaan.
Rahma (2009:51)
kognitif merupakan ranah kejiwaan yang berpusat di otak dan berhubungan dengan
konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan). Dalam perkembangan kognitif banyak hal yang dapat dikembangkan seperti
mengenal lambang bilangan, konsep bilangan,memecahkan masalah sederhana,warna,
mengenal bentuk, ukuran, pola dan sebagainya.
Sehubung dengan
perkembangan kognitif, kondisi
presentase hasil belajar yang masih sangat rendah ini disebabkan oleh
penggunaan cara-cara konvesioanal dalam pembelajaran anak, seperti kecendrungan
guru menggunakan metode ceramah dan kurangnya inovasi dalam pembelajaran sudah
dijelaskan oleh guru tetapi banyak anak yang kurang aktif dan kurang
berkonsentrasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan
permasalahan diatas diperlukan solusi alternatif dalam mengatasi beberapa
permasalahan tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode bermain Puzzle
Geometri guru dapat mengamati sejauh mana motivasi belajar anak dan peningkatan
perkembangan kogniti anak khususnya meningkatkan perkembangan kognitif anak
khususnya meningkatkan konsentrasi dalam mengenal bentuk.
Kajian
Teori
Sebelum
memaparkan pengertian bermain, terlebih dahulu diulas pengertian bermain.
Bermain adalah dunia anak-anak yang merupakan hak asasi bagi anak usia dini dan
hakiki pada masa prasekolah. Landreth (2011) dalam Marasaoly (2009:9)
mengemukakan bahwa bermain merupakan bagian integrasi dari masa kanak-kanak,
media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan
komunikasi , perkembangan emosi, keterampilan sosial, dan perkembangan kognitif
pada anak-ana. Dalam hal ini, aktivitas anak-anak merupakan cerminan kemampuan
fisik, intelektual,emosional, dan sosial.
Ahli kedua yaitu
Gordon & Browne (1985) dalam sujiono (2007:7.6) menyatakan bahwa bermain
adalah pekerjaan pada masa kanak-kanak dan cermin dari perumbuhan
anak.selanjutnya adalah Dworetsky (1990) dala sujiono(2007:7.6) menyatakan
bermain merupakan suatu kegiatan yang lebih mengutamakan cara daripada hasil
yang diperoleh dan tentunya mampu memberikan kesenangan.
Berdasarkan
definisi diatas dapat disimpulakan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan anak belajar berkomunikasi dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan. Selain itu dapat menurunkan stress dan penting untuk
meningkatkan kematangan mental serta sosial anak.
Berdasarkan
beberapauraian teori tentang metode bermain diatas dapat disimpulkan bahwa
metode bermain merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu yang memberikan kesenangan bagi anak dalam melakukan
kegiatan yang diarahkan oleh guru. Dalam hal ini metode bermain yang dimaksud
adalah bermain dengan suatu peraturan atau langkah-langkah kegiatan yang telah
disusun semenarik mungkin oleh guru dengan tujuan tertentu agar menarik minat
belajar pada metode bermain, tetapi mampu melatih anak agar lebih fokus untuk
menyelesaikan tugasnya dengan mengikuti langkah-langkah peraturan pada setiap
permainan yang dilakukan.
Metode bermain
bila diterapkan dalam pembelajaran anak usia dini akan mapu menarik dan
memotifasi belajar anak melalui bermain sambil belajar. Anak-anak akan nyaman
belajar dalam suasana bermain yang dapat menyenangkan anak, maka pembelajaran
pun lebih mudah diterima.
Perkembangan
kognitif anak juga ditentukan dari lingkungan dimana anak tinggal. Pentingnya lingkungan
dalam perkembangan kognitif, perkembangan intelektual dapat dikaji menggunakan
pendekatan sistem pengolahan informasi yang menganalisis perkembangan
keterampilan kognitif seperti perhatian, kemampuan akademik bentuk informasi
yang disimpan dalam sistem ingatan dapat bersifat verbal maupundengan
menggunakan gambar.
Pengertian
Media
Kata media
berasal dari bahasa latin media yang berarti “tengah” Sudarman Danim (1995:97)
menyatakan bahwa media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu yang
digunakan ileh guru dalam rangka berkomunikasi dengan siswa. Dari pengertian
media tersebut diatas dapat ditegaskan bahwa media adalah segala bentuk
perantara yang digunakan oleh sumber untuk dapat diterima pelajaran sehingga
terjadi proses belajar.
Pengertian
Mind Maping
Dikembangkan
oleh Tony Buzan, seorang Psikologi dari inggris. Beliau adalah penemu Mind Map
(peta pikiran). Mind maping dapat diartikan sebagai proses memetakan pikiran
untuk menghubungkan pikiran untuk menghubungkan konsep-konsep permasalahan
tertentu dari cabang-cabang sel saraf membentuk kolerasi konsep menuju pada
suatu pemahaman dan hasilnya dituangkan langsung keatas kertas dengan animasi
yang disukai dan gampang dimengerti oleh pembuatnya. Sehingga tulisan yang
dihassilkan merupakan gambaran langsung dari cara kerja koneksi-koneksi di
dalak otak.
Mind maping
adalah cara mengembangkan kegiatan berfikir ke segala arah menangkap berbagai
pikiran dalam berbagai sudut. Mind maping mengembangkan cara berfikir divergen
dan berfikir kreatif. Mind maping yang sering kita sebut dengan peta konsep
adalah alat berfikir organisasional yang sangat hebat yang juga merupakan cara
termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak untuk mengambil informasi
itu ketika dibutuhkan (Tony Buzan, 2008:4)
Menurut Tony
Buzan, Mind Maping dapat membantu kita untukbanyak hal seperti , menjadi lebih
kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan pikiran, mengingat dengan baik,
belajar lebih cepat dan efisien serta melatih gambar keseluruhan.
Peta pikiran
merupakan tampilan catatan menyeluruh dalam satu halaman dengan gambar-gambar
dan lain sebagainya sehingga akan memberikan kesan yang lebih dalam. Otak
sering mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol,suara, bentuk-bentuk dan
perasaan. Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik
dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan sehingga dapat memicu ingatan
dengan lebih mudah bagi anak (Deporter & Hernacki, 2000:152). Dari beberapa
pendapat diatas dapat ditegaskan bahwa mind maping adalah peta dari alur
pikiran yang dibuat dengan warna-warni, garis dan gambar maupun simbol serta
sedikit kata-kata gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama ditengah
dan subtopik yang dihubungkan dengan cabang-cabang. Mind maping untuk media
pembelajaran di TK tidak memerlukan banyak sub topik, sebab apabila terlalu
banyak maka mind map akan penuh dengan gambar maupun tulisan yang membingungkan
anak. Mind map untuk anak Tk menonjolkan gambar yang jelas dan warna-warni yang
menarik
Manfaat
Mind Map
Ditinjaudari
segi waktu mind maping juga dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam
mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan karena metode ini
dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal dalam waktu yang lebih
singkat. Dengan kata lain, Mind maping mampu memangkas waktu belajar dengan
mengubah pola pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami
oleh individu.
Beberapa manfaat metode pencatatan
menggunakan Mind maping,anatara lain:
1.
Tema utama terdenifisi
secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah
2. Level
keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki
kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama
3. Hubungan
masing-masing informasi scara mudah dapat segera dikenali
4. Lebih
mudah dipahami dan diingat
5. Masing-masing
Mind maping sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingat
6. Mempercepat
proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci
Kelebihan
Mind Mapping
Setiap informasi
baru yang masuk pikiran akan secara otomatis terhubung pada informasi yang
sudah ada di otak. Semakin banyak informasi yang diperlukan. Dengan mind map,
semakin banyak yang diketahui dan dipelajari akan semakin mudah untuk balajar
dan mengetahui labih banyak hal.
Barikut
kelebihan dalam menggunakan mind map menurut Buzan (2008:13), antara lain :
1. Mind
map adalah sistem akses dan pengambilan kemabali data yang baik untuk otak
2. Mambantu
balajar, mengatur dan menyimpan sebanyak mungkin informasi serta menggolongkan
informasi tersebut secara wajar sehingga memungkinkan untuk mendapay akses
dengan cepat
3. Dapat
menghilangkanbanyak pikiran atau informasi dari otak
Dari pendapat
tersebut dapat ditegaskan bahwa kelebihan dari penggunaan media mind mapping di
TK yaitu anak dapat mengatur informasi tersebut.
Cara
Membuat Mind Mapping
Mind map adalah
alat berfikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Mind map
memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial
dan jaringan sebagaimana otak dirancang, seperti terhadapa mana perlu
memberikannya membiasakan diri kembali.
Beberapa hal
penting dalam membuat peta pikiran ada dibawah ini, yaitu :
1. Pastikan tema utama
terletak ditengah-tengah. Contohnya, apabila kita
sedang mempelajari sejarah kemerdekaaan indonesia, maka tema utamanya adalah
sejarah indonesia.
2. Dari tema utama, akan
muncul tema-tema turunan yang masih berkaitan dengan tema utama. Dari
utama sejarah indonesia, maka tema-tema turunan dapat terdiri dari : periode,
wilayah, bentuk perjuangan, dll.
3. Cari hubungan antara
setiap tema dan tanda dengan garis, warna atau simbol. Dari
setiap tema turunan pertama akan muncul lagi tema turunan kedua, ketiga dan
seterusnya. Maka langkah berikutnya adalah mencari hubungan yang ada antara
setiap tema turunan . gunakan garis, warna, panah atau cabang dan bentuk-bentuk
simbol lain untuk menggambarkan hubungan diantara tema-tema turunan tersebut.
Pola-pola hubungan ini akan membantu kita memahami topik yang sedang kita baca.
Selain itu peta pikiran yang telah dimodifikasi dengan simbol dan lambang yang
sesuai dengan selera kita, akan jauh lebih bermakna dan menarik dibandingkan
peta pikiran yang miskin warna.
4. Gunakan huruf besar. Huruf
besar akan mendorong kita untuk hanya menuliskan poin-poin penting saja di peta
pikiran. Selain itu, membaca suatu kalimat dalam gamabar akan jauh lebih mudah apabila
dalam huruf besar dibandingkan huruf kecil. Penggunaan huruf kecil bisa
diterapkan pada poin-poin yang sifatnya menjelaskan poin kunci.
5. Buat peta pikiran
dikertas polos dan hilangkan proses edit.
Ide dari peta pikiran adalah agar kita berfikir kreatif. Karenanya gunakan
kertas polos dan jangan mudah tergoda untuk memodifikasi peta pikiran pada
tahap-tahap awal. Karena apabila kita terlalu dini melakukan modifikasi pada
peta pikiran, maka sering kali fokus kita akan berubah sehingga manghambat
penyerapan pemahaman tema yang sedang kita pelajari.
6. Sisakan ruangan untuk penambahan
tema. Peta pikiranyang bermanfaat biasanya
adalah yang telah dilakukan penambahan tema dan modifikasi berulang kali selama
beberapa waktu. Setelah menggambar peta pikiran versi pertama, biasanya kita
akan menambahkan informasi, menulis pertanyaan atau menandai poin-poin penting.
Karenanya selalu sisakan ruang di kertas peta pikiran untuk penambahan tema.
Fungsi
Mind Map
Mind map
melibatkan kedua sisi otak karena Mind map menggunakan gambar, warna dan
imajinasi (wilayah otak kanan) bersamaan dengan kata, angka, logika (wilayah
otak kira). Menurut Tony Buzan, ada beberapa kerja otak yang dapat mendorong
sinergis dan asosiasi. Cara kita membantu mind map juga mendorong sinergis
dengan cara cabang tumbuh keluar untuk mambantu anak-anak cabang lain mendorong
kita akan menciptakan lebih banyak ide dari setiap pikiran yang kita tambahkan
kedalam mind map.
Mind map juga
membantu otak membuat loncatan pengertian dan imajinasi besar melalui asosiasi.
Jika kita hanya membuat daftar sederhana tentang sebuah gagasan, kemungkinan
besar kita tidak menghasilkan jumlah ide yang sama seperti jika kita membuat
mind map. Semakin sering kita menggunakan peta pikiran di dalam kehidupan
sehari-hari, semakin mudahlah kita melibatkan kedua sisi otak, ingtalah semakin
sering kita mengulang sesuatu, semakin mudah kita melakukannya. Memang
sebaiknya kita menganggap mind map sebagai eksteraanalisasi pikiran-pikiran
didalam kepala. Ini berarti banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan
menggunakan bahwa mind map dapat diperoleh dengan menggunakan peta pikiran.
Strategi mind map
Kerangka Pikir (kritisi)
Mind
mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu anak menggunakan
seluruh potensi otak agar optimun. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian
kiri dan kanan. Metode ini mempermudah memasukan informasi kedalam otak dan
untuk kembali mengambil informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil
informasi dari dalam otak. Mind mapping merupakan teknik yang paling baik dalam
membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis
yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan
kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak.
Mind
mapping dapat digunakan disemua bidang, dalam pembuatan mind mapping ada
langkah-langkah yang perlu diperhatikan minf mapping berbentuk tampilan
konsep-konsep secara skematis yang mampu menunjukan makna berdasarkan
proposisi. Mind mapping atau peta pikiran sangat efektif karena mind mapping
melibatkan/bekerja sama, mimnd mapping merupakan peta rute yang hebat bagi
ingatan memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga
cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal.
Four
Metodologi
Pengembangan Kognitif dan Kreatifitas AUD
(PENGGUNAAN ALAT
PERMAINAN EDUKATIF (APE)
TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
USIA DINI DI KELOMPOK
BERMAIN MAHADUL QUR’AN )
Dosen : Dr. Nilawati Tadjuddin, M.Si.
Disusun
Oleh
Nama : Maria Lusyana
NPM : 1411070172
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFAL
BANDAR
LAMPUNG
2016
PENGGUNAAN ALAT
PERMAINAN EDUKATIF (APE)
TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
USIA DINI DI KELOMPOK
BERMAIN MAHADUL QUR’AN
Oleh:
NURAINI KURNIASIH NIM: 10030058
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini menunjukan bahwa alat permainan edukatif (APE) di perlukan sebagai media untuk mengembangkan
berbagai aspek pengembangan anak usia dini yang diantaranya berpengaruh terhadap pengembangan kognitifnya. Dengan
tujuan memperoleh data tentang: (1) Jenis alat permainan edukatif apa saja
yang digunakan untuk menstimulasi perkembangan
kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul
Qur’an (2) Bagaimana proses penggunaan alat permainan edukatif dalam kegiatan pembelajaran di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an yang dapat menstimulasikan
perkembangan kognitif anak-anak (3) Apa saja faktor
pendorong dan penghambat dalam pemanfaatan alat permainan edukatif terhadap perkembangan
kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an (4) Bagaimana hasil atau dampak penggunaan
alat permainan
edukatif yang digunakan dalam menstimulasi perkembangan
kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain
Mahadul Qur’an.
Konsep yang di gunakan adalah konsep pendidikan non formal, alat permainan edukatif dan perkembangan
kognitif anak usia
dini metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Dalam penelitian ini jumlah responden
20
orang yang terdiri dari warga belajar Kelompok
Bermain Ma’hadul Qur’an. Dua orang tutor dan satu orang
pengelola. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara.
Berdasarkan data dan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan
alat permainan edukatif pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap perkembangnan
kognitif yang mampu merangsang kreatifitas ana, menjadi media pencapaian keterampilan
tertentu mendidik mental dan komunikasi anak. Merangsang anak berfikir dan berkembang serta memberikan keamanan bagi
kesehatan fisik dan rohani anak.
Kata kunci: Alaa permainan edukatif (APE), perkembangan kognitif,
anak usia dini
A. PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses
yang
terus menerus dan
menjadi dasar bagi kelangsungan kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia memperoleh
informasi,
nilai-nilai,
pengertian,
perasaan, pengetahuan dan keterampilan
untuk
mengembangkan
diri seoptimal mungkin.
Mengacu undang-undang nomor 20 tahun 2003, pasal 1
Butir
14
tentang
sistem pendidikan
nasional,
pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan
yang di tunjukan bagi
anak
sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan. Untuk membantu
pertumbuhan dan
perkembangan jasmani
dan rohani
agar
anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Salah satu bentuk
Pendidikan
Anak
Usia Dini
pada
jalur non formal adalah kelompok bermain, dalam
buku acuan menu pembelajaran pada kelompok
bermain. Diknas (2001 :2).
Kelompok bermain merupakan salah satu pendidikan pra sekolah yang
diselenggarakan melalui jalur pendidikan
luar sekolah dengan mengutamakan
kegiatan bernain untuk membantu meletakan dasar
pengembangan sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan
daya
cipta bagi anak
usia 5 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar,
Kelompok
Bermain tersebut juga
dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini.
Pendidikan
Anak
Usia Dini merupakan
upaya pembinaan upaya yang
ditunjukan untuk
anak usia 0-6
tahun dalam aspek kesehatan, gizi, dan spikososial (kognitif, sosial
dan emosional) yang dilakukan
oleh lingkungan yang berpengaruh besar pada tumbuh
kembang anak, melalui program pendidikan anak usia
dini diharapkan dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya.
Dilihat dari
perkembangan
aspek kognitif, perkembangan anak nampak
pada kemampuannya
dalam menerima, mengelola dan memahami informasi-
informasi yang sampai kepadanya.
Menurut Kartini Kartono (dalam
Content Team, 2007)
bahwa perkembangan kognitif pada masa ini
berada pada periode operasional,
yaitu tahapan dimana anak
belum mampu menguasai operasi mental secara
logis (kegiatan yang dilakukan atau
diselesaikan secara
mental bukan
fisik).
Dalam aktivitasnya PAUD adalah pendidikan yang
mengguanakan
metode
“belajar melalui bermain”.
Belajar melalui bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang,
menemukan sendiri,
bereksplorasi, mempraktekan dan mendapatkan
bermacam-macam konsep
serta
pengertian yang tidak terhitung banyaknya.
Melalui bermain
yang menyenangkan
anak menyelidiki
dan memperoleh pengalaman yang kaya baik dengan dirinya sendiri, lingkungan maupun orang disekitarnya, dapat
mengorganisasikan
berbagai pengalaman dan
kemampuan kognitif, sosial,
emoso,
moral, bahasa, dan
seni.
Kegiatan
bermain itu sendiri sebenarnya ada yang
dapat dilakukan tanpa alat
tetapi pada umumnya kegiatan
bermain lebih banyak menggunakan
alat.
Alat permainan
yang baik bagi anak adalah alat permainan yang memenuhi kriteria:
mampu merangsang kreatifitas
anak, mmenjadi media
pencapaian keterampilan tertentu,
mendidik mental dan komunikasi anak, merangsang
anak berfikir dan
berkembang
serta memberikan keamanan bagi
kesehatan fisik dan rohani anak. Istilah alat permainan
ini
seringkali dilengkapi
menggunakan
istilah lain, yaitu alat permainan
edukatif (APE).
Dari uraian dan pendapat-pendapat diatas menunjukan bahwaalat permainan edukatif (APE) diperlukan sebagai media untuk
mengembangkan berbagai aspek
perkembangan
anak usia dini.
Pada proses pembelajaran di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an
pemanfaatan APE
sangat dioptimalkan, karena menurut
sumber belajar disana, APE sangat berpengaruh
terhadap perkembangan
anak, terutama perkembangan kognitifnya.
B. PROSEDUR PENELITIAN
“Metodelogi pentelitian adalah cara berfikir atau
berbuat
yang
di persiapkan dengan
sebaik-baiknya dalam mengadakan
penelitian
dan untuk mencapai tujuan suatu penelitian”.
Untuk menentukan metode penelitian yang
digunakan
dalam penelitian ini, maka penulis mengacu pada
tujuan yang ingin dicapai, yaitu
untuk mengungkap data dan
informasi tentang penggunaan AlatPermainan Edukatif
terhadap perkembangan kognitif anak
usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an. Oleh sebab iti metode yang digunakan adalah
metode deskriptif.
Metodde deskriptif bertujuan untuk menjelaskan
peristiwa atau kejadian
yang terjadi pada masa sekarang secara actual tanpa menghiraukan kejadian sebelim
dan sesudah dengan
cara mengolah, menganalisa,
menafsirkan dan menyampaikan pada hasil penelitian
(Nazir, 2002 :89). Dalam
penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang
jelas dan mendalam
mengenai penggunaan Alat Permainan Edukatif
terhadap perkembangan kognitif anak
usia dini di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an.
Berdasarkan
pertimbangan
rumusan masalah penelitian yang
ingin di ungkap dengan menggunakan metode ini,
peneliti dapa mendeskripsikan apa yang telah di teliti
tentang penggunaan Alat Permainan Edukatif terhadap
Perkembangan Kognitif anak usia dini di Kelompok
Bermain
Mahadul Qur’an.
C. PEMBAHASAN DAN HASIL
Berdasarkan
hasil penelitian,maka pada bagian ini akan dibahas mengenai pertanyaan penelitian yang telah
di rumuskan. Adapun aspek – aspek yang akan di bahas
diantaranya adalah: 1)
Jenis Alat Permainan Edukatif
(APE) yang
dipergunakan untuk
menstimulasi perkembangan kogtnitif anak
usia
dini di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an,
2) Proses penggunaan Alat
Permainan Edukatif dalam kegiatan pembelajaran di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an yang
dapat menstimulasikan perkembangan kognitif
anak, 3)Faktor pendorong dan penghambat dalam
pemanfaatan Alat Permainan Edukatif
terhadap perkembangan kognitif
anak usia dini, dan
4) Hasil penggunaan Alat Permainan Edukatif yang digunakan dalam menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an.
1. Jenis Alat Permainan Edukatif
(APE) yang
dipergunakan untuk menstimulasi perkembangan kognitif anak
usia
dini di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an.
Bermain merupakan dunia anak -
anak, karena itu bermain merupakan hak anak yang
harus kita akui,
sesuai dengan kodratnya yaitu bermain oleh
sebab itu media yang tepat sangat membantu
dalam seluruh aspek
perkembangan anak, seperti penyedian alat permainan
yang
bersifat konstruktif dan edukatif.
Fungsi alat permainan
adalah untuk mengenal
lingkungan dan
juga mengajar anak mengenal kekuatan
dan kelemahan dirinya.
Soegeng Santoso (2002:52) mengemukakan bahwa
” Fungsi alat permainan diantaranya untuk melatih panca
indra dan kecerdasan,
menanamkan nilai agama, norma, etika,
moral, budi
pekerti, melatih kecerdasan intelektual anak,
mengembangkan fantasi, imajinasi, dan idealism anak,
membuat anak senang dan sebagainya”.
Alat permainan yang baik
bagi
anak adalah yang
memenuhi criteria: mampu
menstimulasi perkembangan kognitif anak
, menjadi
media
pencapaian keterampilan tertentu,
mendidik mental dan komunikasi anak, tidak berbahaya, merangsang
anak berpikir dan berkembang serta memberikan keamanan
bagi
kesehatan fisik dan rohani anak.
Alat permainan yang digunakan antara lain:
a. Alat Permainan
Edukatif (APE) Dalam, antara lain :
. Platisin
.Dadu Kreatif
.Miniatur rambu-rambu
lalu
lintas
.Balok kayu
.Papan pasak bulat
.Lazy Puzzle
.Boneka tangan
.Buku cerita
.Gambar jenis-jenis binatang dan
tanaman
b. Alat
Permainan Edukatif (APE) Luar, antara lain: Tangga Majemuk
2. Proses Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif (APE)
di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an
Pemanfaatan
Alat Permainan
Edukatif di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an dilakukan melalui
tiga tahapan pembelajaran,
yaitu:
1. Tahap
persiapan yaitu sumber belajar
menyiapkan tema
materi
yang akan disampaikan, lalu
menyediakan
alat
permainan yang akan digunakan.
2. Tahap
pelaksanaan yaitu sumber belajar
berperan sebagai
fasilitator dengan mempersiapkan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian dan minat anak, sehingga anak
dapat meresapinya.
3. Tahap evaluasi yaitu sumber belajar
memberikan penilaian yang
dilihat dari
performan anak selama pembelajaran dan melaporkannya kepada orang tua
setiap hari melalui buku
pegangan orang tua.
3. Faktor Pendorong
dan Penghambat dalam Pemanfaatan Alat Permainan
Edukatif Terhadap Perkembangan Kognitif Anak
Usia Dini di Kelompok
Bermain
Mahadul Qur’an
Berdasarkan analisis yang
terdapat pada faktor pendorong
dan penghambat tersebut berasal dari dalam (internal) antara lain, pertama adalah sarana penunjang
pembelajaran (APE, alat
peraga, papan tulis, kelas)
yang
cukup memadai, kedua adalah motivasi warga belajar cukup antusias dan
memiliki motivasi tinggi
untuk belajar, ketiga adanya respon pengelola dan sumber belajar, kepedulian pengelola dalam mengurus
dan membina serta
dedikasi yang
tinggi terhadap kelompok bermain di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an terus
berkembang secara perlahan dan
sumber
belajar terus termotivasi untuk memberikan pengajaran
yang
maksimal. Kreativitas sumber belajar dalam
memberikan
pengajaran
menjadi
pendorong terwujudnya kemajuan warga belajar khususnya dalam
perkembangan kognitifnya, penggunaan
APE yang sesuai sehingga warga
belajar
senantiasa dilatih kemampuan berhitung dan kemampuan sains
yang merupakan bagian dalam pengembangan kognitif anak. Sedangkan faktor
penghambat yang berada di dalam antara
lain
:
pertama dari
segi sarana dan
prasarana
yang
masih harus
diperbaiki, kedua yaitu pemberian
materi yang harus lebih kreatif sehingga warga belajar tidak mengalami situasi penurunan motivasi, ketiga
kualitas sumber belajar
dalam penyampaian materi sudah
cukup kreatif dan
profesional dalam memberikan
pembelajaran namun kekurangan yang
cukup dirasakan
sumber
daya manusia (SDM)
sumber
belajar
masih minim.
b.Faktor Dari Luar (Eksternal)
Faktor pendorong
dari
luar antara lain, pertama adalah lingkungan keluarga dan kedua lingkungan masyarakat,
sedangkan faktor penghambatnya
antara
lain pertama
dari
keluarga masih berupa dukungan moril belum
menyentuh materil dan
yang kedua partisipasi
masyarakat kurang
begitu optimal dalam memberikan
sumbangan atau
apresiasi berupa materil.
4.Hasil Penggunaan Alat Permainan Edukatif
(APE) Terhadap Perkembangan
Kognitif Anak
Hasil dari penelitian ternyata penggunaan alat permainan edukatif dalam menstimulasi perkembangan kognitif warga belajar dapat meningkatkan perkembangan kognitif
warga belajar. Hal ini terlihat
dari
meningkatnya perkembangan kognitif
warga
belajar setiap
bulannya, yang
diwujudkan dalam
pemahaman konsep - konsep matematika sederhana dan pemahaman konsep
- konsep sains sederhana.
Adapun pembahasan
secara terperinci tentang indikator
kemampuan
kognitif pada warga belajar yang
mengalami perkembangan adalah
sebagai berikut:
a.Pemahaman konsep -
konsep matematika sederhana, antara lain:
- Kemampuan
warga belajar dalam memahami bilangan
-Kemampuan warga belajar dalam mengisi pola
- Kemampuan
warga belajar dalam
mengetahui berbagai bentuk geometri
- Kemampuan
warga belajar dalam
mengetahui berbagai ukuran
- Kemampuan warga belajar dalam memahami konsep waktu
b. Pemahaman konsep - konsep sains sederhana, antara lain:
- Kemampuan warga belajar dalam
dalam mengamati sesuatu
- Kemampuan
warga belajar dalam mencoba
- Kemampuan warga belajar dalam mengelompokan
suatu benda
- Kemampuan
warga belajar dalam membandingkan
D. KESIMPULAN
Perkembangan suatu bangsa ditentukan
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa
tersebut. Semakin
tingginya
kualitas SDM disuatu bangsa
maka
semakin pesat perkembangan bangsa tersebut. Peranan
pendidikan dapat terealisasi melalui suatu lembaga
pendidikan formal maupun non formal.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan
betapa
pentingnya pendidikan
anak
usia dini. Pendidikan anak
usia dini berperan dalam
pengembangan potensi anak yang
akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangannya,
yang pada akhirnya akan menentukan kepribadian,
watak,
serta keadaan jasmani anak dikemudian
hari.
Berdasarkan permasalahan
di atas berkaitan
dengan pentingnya pendidikan anak usia dini, maka Kelompok Bermain Mahadul Qur’an sebagai salah satu lembaga non
formal merupakan salah satu wadah pendidikian anak usia dini yang bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang dalam hal
ini melakukan kegiatan
pembelajaran
melalui kegiatan
bermain dengan
menggunakan Alat Permainan
Edukatif (APE) yang
salah satunya untuk menstimulus perkembangan kognitif anak usia dini. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan sebelumnya tentang penggunaan
alat
permainan
edukatif di Kelompok
Bermain
Mahadul Qur’an
maka
dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Jenis alat permainan
edukatif apa saja yang digunakan untuk
menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an? antara lain: (a) Alat Permainan Edukatif Dalam, berupa : platisin, dadu kreatif, miniature rambu - rambu
lalu lintas,
balok
kayu, papan pasak
bulat, lazy, aneka puzzle, boneka tangan, buku cerita, gambar jenis binatang
dan tanaman. (b) Alat Permainan Edukatif (APE) luar,
yaitu : tangga majemuk.
2. Bagaimana proses penggunaan
Alat Permainan
Edukatif dalam kegiatan pembelajaran di Kelompok
Bermain
Mahadul Qur’an yang
dapat menstimulasi
perkembangan kognitif
anak? Dapat dilakukan melalui
tiga tahapan
pembelajaran, yaitu
: tahap persiapan, tahap pelaksanaan,
dan tahap
evaluasi.
3. Apa saja faktor pendorong
dan penghambat dalam
pemanfaatan Alat Permainan
Edukatif terhadap perkembangan kognitif anak
usia dini di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an?
Faktor Pendorongnya antara
lain: sarana penunjang
pembelajaran (APE, ALAT PERAGA, PAPAN TULIS, KELAS) yang
cukup memadai, (b) Motivasi warga belajar, (c) Kualitas
sumber belajar dalam
penyampaian materi sudah cukup
kreatif dan professional dalam memberikan
pembelajaran, (d) Lingkungan
keluarga,
(e)
Lingkungan masyarakat,
sedangkan Faktor Penghambat antara lain: (a) Masih
cukup banyak sarana
maupun APE
yang harus
diperbaiki, dioptimalkan dan diperbaharui, (b)
Pemberian materi yang harus lebih kreatif sehingga warga belajar tidak
mengalami situasi penurunan
motivasi,
(c) Sumber Daya Manusia
sumber belajar masih minim, (d) Partisipasi keluarga sudah cukup
baik berupa moril namun belum menyentuh materil, (e)
Partisipasi masyarakat
juga
kurang
optimal terutama
dalam memberikan sumbangan atau apresiasi berupa
materil.
4. Bagaimana
hasil
dari penggunaan Alat Permainan
Edukatif yang digunakan dalam menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok
Bermain Mahadul Qur’an?
Hasilnya dapat diwujudkan
daiam pemahaman konsep-konsep matematika
sederhana,
konsep
waktu, dan
pemahaman konsep sains
sederhana.
E. DAFTAR PUSTAKA
Piaget, J. (2005). Teori Perkembangan Kognitif. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembang an_kognitif [2 Januari 2009]
Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran
Bandung: CV.
Alfabeta
Santoso, S. (2002). Pendidikan Anak
Usia Dini.
Jakarta: Rineka Cipta
Sardin dan Zaman, B.
(2008). Pengembangan APE.
Modul Pekuliahan: Bahan Ajar PAUD 12
Kartono, K.
(1990).
Pengantar
Metodelogi
Research
Sosial. Bandung: Alumni
Moeslichatoen, R.
(2004). Metode Pengajaran dan
Taman Kanak – Kanak. Jakarta: Rineka Cipta
Nurihsan, J. (2007). Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam
Pengembangan Permainan Edukatif dan
Alat Permainan
Edukatif Bagi Pendidikan Anak Usia Dini. [Online]. Tersedia:
http://fauzi_btg/implementasi
teoriperkembangan.html.
[5 Februari 2009]
Munandar,
U.
(2004). Mengembangkan Bakatb dan
Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Bagi para
Guru dan Orang
Tua. Jakarta: PT. Grasindo
A. Pengertian Mind Map
Mind
Maping pertama kali dikembangkan oleh Tony Buzan, seorang Psikolog dari
Inggris. Beliau adalah penemu Mind Map (Peta Pikiran), Ketua Yayasan
Otak, pendiri Klub Pakar (Brain Trust) dan pencipta konsep Melek Mental.
Mind map diaplikasikan di bidang pendidikan, seperti teknik, sekolah, artikel
serta menghadapi ujian.Mind maping dapat diartikan sebagai proses memetakan
pikiran untuk menghubungkan konsep-konsep permasalahan tertentu dari
cabang-cabang sel saraf membentuk korelasi konsep menuju pada suatu pemahaman
dan hasilnya dituangkan langsung di atas kertas dengan animasi yang disukai dan
gampang dimengerti oleh pembuatnya. Sehingga tulisan yang dihasilkan merupakan
gambaran langsung dari cara kerja koneksi-koneksi di dalam otak. Mind maping
adalah cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala arah, menangkap berbagai
pikiran dalam berbagai sudut. Mind maping mengembangkan cara berpikir divergen
dan berpikir kreatif. Mind mapping yang sering kita sebut dengan peta konsep
adalah alat berpikir organisasional yang sangat hebat yang juga merupakan cara
termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi itu
ketika dibutuhkan (Tony Buzan , 2008:4).
B.
Manfaat Mind Maping
Ditinjau
dari segi waktu Mind maping juga dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam
mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan karena metode ini
dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal, dalam waktu yang lebih
singkat. Dengan kata lain, Mind maping mampu memangkas waktu belajar dengan
mengubah pola pencatatan linear yang memakan waktu menjadi pencatatan yang
efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh individu.
Beberapa manfaat metode pencatatan menggunakan Mind mapping, antara lain:
- Tema utama terdefinisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah.
- Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama.
- Hubungan masing-masing informasi secara mudah dapat segera dikenali.
- Lebih mudah dipahami dan diingat.
- Informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan struktur Mind mapping, sehingga mempermudah proses pengingatan.
- Masing-masing Mind mapping sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingatan.
- Mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.
C.
Membuat Mind Maping
Mind
Map adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak.
Mind map memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola
radial dan jaringan sebagimana otak dirancang, seperti yang secara internal
selalu digunakan otak, dan terhadap mana perlu memberiarkannya membiasakan diri
kembali.
Beberapa hal penting dalam membuat peta pikiran ada dibawah ini, yaitu:
- Pastikan tema utama terletak ditengah-tengah. Contohnya, apabila kita sedang mempelajari pelajaran sejarah kemerdekaan Indonesia, maka tema utamanya adalah Sejarah Indonesia.
- Dari tema utama, akan muncul tema-tema turunan yang masih berkaitan dengan tema utama. Dari tema utama Sejarah Indonesia, maka tema-tema turunan dapat terdiri dari: Periode,Wilayah, Bentuk Perjuangan ,dll.
- Cari hubungan antara setiap tema dan tandai dengan garis, warna atau simbol. Dari setiap tema turunan tertama akan muncul lagi tema turunan kedua, ketiga dan seterusnya. Maka langkah berikutnya adalah mencari hubungan yang ada antara setiap tema turunan. Gunakan garis, warna, panah atau cabang dan bentuk-bentuk simbol lain untuk menggambarkan hubungan diantara tema-tema turunan tersebut. Pola-pola hubungan ini akan membantu kita memahami topik yang sedang kita baca. Selain itu Peta Pikiran yang telah dimodifikasi dengan simbol dan lambang yang sesuai dengan selera kita, akan jauh lebih bermakna dan menarik dibandingkan Peta Pikiran yang miskin warna.
- Gunakan huruf besar. Huruf besar akan mendorong kita untuk hanya menuliskan poin-poin penting saja di Peta Pikiran. Selain itu, membaca suatu kalimat dalam gambar akan jauh lebih mudah apabila dalam huruf besar dibandingkan huruf kecil. Penggunaan huruf kecil bisa diterapkan pada poin-poin yang sifatnya menjelaskan poin kunci
- Buat peta pikiran dikertas polos dan hilangkan proses edit. Ide dari Peta Pikiran adalah agar kita berpikir kreatif. Karenanya gunakan kertas polos dan jangan mudah tergoda untuk memodifikasi Peta Pikiran pada tahap-tahap awal. Karena apabila kita terlalu dini melakukan modifikasi pada Peta Pikiran, maka sering kali fokus kita akan berubah sehingga menghambat penyerapan pemahaman tema yang sedang kita pelajari.
- Sisakan ruangan untuk penambahan tema. Peta Pikiran yang bermanfaat biasanya adalah yang telah dilakukan penambahan tema dan modifikasi berulang kali selama beberapa waktu. Setelah menggambar Peta Pikiran versi pertama, biasanya kita akan menambahkan informasi, menulis pertanyaan atau menandai poin-poin penting. Karenanya selalu sisakan ruang di kertas Peta Pikiran untuk penambahan tema.
(Gambar mind map : penggunaan alat permainan edukatif (ape) terhadap perkembangan kognitif dalam metode mind map anak usia dini di kelompok bermain mahadul qur’an)
Analisis :
Ya saya sangat
setuju permainan edukatif melalui metode mind map betapa pentingnya pendidikan
anak
usia dini. Pendidikan anak
usia dini berperan dalam
pengembangan potensi anak yang
akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangannya,
yang pada akhirnya akan menentukan kepribadian,
watak,
serta keadaan jasmani anak dikemudian
hari.
Berdasarkan permasalahan di
atas berkaitan
dengan pentingnya pendidikan anak usia dini, maka Kelompok Bermain Mahadul Qur’an sebagai salah satu lembaga non
formal merupakan salah satu wadah pendidikian anak usia dini yang bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak ini melakukan kegiatan
pembelajaran
melalui kegiatan
bermain dengan
menggunakan Alat Permainan
Edukatif (APE) yang
salah satunya untuk menstimulus perkembangan kognitif anak usia dini.
five
JURNAL PENERAPAN
METODE MIND MAP MELALUI BERMAIN PUZZLE GEOMETRIUNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN
KOGNITIF ANAK DALAM MENGENAL BENTUK
Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester dalam mata kuliah
pengembangan kognitif AUD
Dosen Pengampu: Dr.Hj
Nilawati Tajhudin M.Si
Disusun Oleh
NAMA :Maya
Rosita
NPM :1411070174
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
PENDDIKAN GURU
RAUDHATUL ATHFAL (PGRA)
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGRI (IAIN) RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
1437H/2016M
PENERAPAN METODE MIND
MAP MELALUI BERMAIN PUZZLE GEOMETRIUNTUK MENINGKATKAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAKDALAM MENGENAL BENTUK
Komang Srianis¹, Ni
Ketut Suarni², Putu Rahayu Ujianti³
¹ 3Jurusan Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini
²Jurusan Bimbingan
Konseling
Fakultas Ilmu
Pendidikan
Universitas Pendidikan
Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail:
komangsrianis@yahoo.co.id, tut_arni@yahoo.com,
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk melalui
metode peta pikiran setelah dengan bermain Puzzle Geometri pada kelompok A semester II di TK PGRI Singaraja
Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah 10 orang
anak yang terdiri dari 7 laki – laki dan 3 perempuan. Data penelitian tentang perkembangan
kognitif dalam mengenal bentuk dikumpulkan dengan metode observasi. Data hasil
penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan
metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk melalui metode
peta pikiran dengan bermain Puzzle Geometri
pada siklus I sebesar 71,50% yang berada pada kategori sedang ternyata
mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,00% yang termasuk
kategorisangat tinggi. Jadi, terdapat peningkatan perkembangan kognitif dalam
mengenal bentukmelalui metode peta pikiran pada anak setelah diterapkan metode
bermain Puzzle Geometri sebesar
19,50%.
Kata kunci: metode peta pikiran, Puzzle Geometri, perkembangan
kognitif
Abstract
The aim of
this research was to study the improvement within cognitive development in knowing
mind mapping shape after the application
of the playing method Geometric Puzzle to the A group children TK PGRI
Singaraja during the second semester in the academic year 2013/2014. This study
was a classroom action-based research which was carried out in two cycles with 10
children as the subjects consisted of 7 males and 3 females. The data on the
cognitive development in knowing shape were collected by observation method.
The data in this reasearch were analyzed using descriptive statistical analysis
and quantitative descriptive analysis methods. The result of the data analysis
shows that there was 71.50% improvement for the cognitive development in
knowing mind mapping shape after the
application of the playing method Geometric Puzzle in the first cycle, which
can be categorized as average, then, in fact it was 91.00% in the second cycle
as a very high category. Therefore, the improvement for the cognitive
development in knowing shape after the treatment was 19.50%.
Keywords: method of
mind mapping, Geometric Puzzle, cognitive development
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu upaya yangdilakukan adalah
menyelenggarakan pendidikan melalui jenjang pendidikan yang paling dasar yaitu
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang merupakan pondasi atau dasar dari
jenjang pendidikan selanjutnya.Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam
Permendiknas No. 58 Tahun 2009) tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan
kepada anak sejak lahir sampai pada usia 6 tahun yang dilakukan melalui
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dengan kata lain, PAUD merupakan suatu
kebutuhan mendasar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sejalan dengan amanat UU tersebut di atas,
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat tingkat pencapaian
perkembangan yang menggambarkan harapan pencapaian pertumbuhan dan perkembangan
anak pada rentang usia tertentu, yang di dalamnya terdapat lima aspek perkembangan.
Aspek-aspek perkembangan tersebut yaitu: (1) aspekperkembangan Nilai Moral dan
Agama, (2) aspek perkembangan Fisik/Motorik, (3) aspek perkembangan Kognitif,
(4) aspek perkembangan Bahasa, (5) aspek perkembangan Sosial Emosional, lima aspek
ini diharapkan berkembang dengan sangat baik. Agar anak mencapai perkembangan yang
optimal maka metode pembelajaran yang digunakan oleh guru serta daya dukung alat
peraga atau media yang dapat menarik minat dan motivasi belajar peserta didik
merupakan faktor yang berperan
langsung dalam proses pembelajaran. Dalam
hal ini ketepatan metode, media dan motivasi yang tinggi akan mempercepat
proses pencapaian dan pemahaman terhadap materi pembelajaran tersebut. Fenomena
yang terjadi di lapangan sungguh berbeda dengan harapan dan standar pendidikan
anak usia dini. Salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan, pembelajaran
di TK PGRI Singaraja kelompok A yang memiliki kendala yaitu masih rendahnya
tingkatperkembangan peserta didik, khususnya dalam perkembangan kognitif. Hal
ini didukung oleh hasil observasi dan wawancara (interview) dengan guru kelas kelompok A pada tanggal 15 Januari
2014, bahwa hambatan yang sering ditemui dan dihadapi guru dalam kegiatan
pembelajaran mengelompokan bentuk adalah kurangnya konsentrasi anak saat
menerima pembelajaran, sulitnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat dan
kurangnya media yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil
observasi melalui pengumpulan nilai rapot
yang berupa narasi diperoleh hasil analisis data kegiatan pembelajaran
dalam pengembangan aspek kognitif anak masih sangat rendah dengan persentase
PAP (Penilaian Acuan Patokan) 52,50%. (sumber: buku narasi guru TK PGRI Singaraja,
semester I (ganjil) tahun pelajaran 2013/2014). Hal di atas menunjukkan taraf perkembangan
anak masih tergolong sangat rendah yaitu dari 10 orang anak, 4 orang diantaranya
mendapat nilai bintang satu (*) artinya anak belum berkembang, hal ini terlihat
ketika melaksanakankegiatan pengenalan bentuk anak masihdiam atau anak tidak
mampu menyebutkandan mengenal bentuk-bentuk geometri.Kemudian 2 orang mendapat
nilai bintang dua (**) yang termasuk kategori mulaiberkembang, berarti dalam
pembelajaranpengenalan bentuk anak sudah mampu mengenal hanya 1- 2 macam bentuk
sajadan anak masih dibimbing oleh guru. Dan 4orang lainnya mendapat nilai
bintang tiga
(***), ini berarti anak sudah
mampumengenal bentuk, namun belum ada yangmendapat nilai bintang empat (****)
yangtermasuk kategori anak mampu mengenalbentuk dengan sangat baik. Sehingga
datatersebut menunjukkan bahwaperkembangan kognitif anak TK PGRISingaraja perlu
ditingkatkan.Rahman (2009:51) “kognitif merupakanranah kejiwaan yang berpusat
di otak danberhubungan dengan konasi (kehendak)dan afeksi (perasaan)”. Dalamperkembangan
kognitif banyak hal yangdapat dikembangkan seperti mengenal
lambang bilangan, konsep
bilangan,memecahkan masalah sederhana, warna,mengenal bentuk, ukuran, pola
dansebagainya.
Selanjutnya
Piaget dalam Sujiono(2007:3.5) mengidentifikasi empat periodeutama dalam
perkembangan kognitif yaitu
1) tahap sensori motor, terjadi pada
usia 0-2 tahun
2) tahap pra-operasional, terjadipada
usia 2-7 tahun
3) konkret operasional,terjadi pada usia
7-11 tahun dan
4) formaloperasional, terjadi pada usia
11-15 tahun.
Jadi perkembangan kognitif anak usia
dini adalah berada pada tahap pra operasional,pada usia 2 – 7 tahun yang
merupakanperwujudan dari kemampuan indra ataupotensi aktivitas dalam
menyesuaikan diridengan lingkungan sekitar.
Sehubungan dengan perkembangankognitif,
kondisi persentase hasil belajar
yang masih sangat rendah ini
disebabkanoleh penggunaan cara-cara konvensional
dalam pembelajaran anak,
sepertikecenderungan guru menggunakan metode
ceramah, dan kurangnya inovasi dalam pembelajaran
di TK serta masih kurangnya keberadaan media yang mampu menunjang motivasi anak
mengikuti
pembelajaran. Walaupun kegiatan pembelajaran
sudah dijelaskan oleh guru tetapi banyak anak yang kurang aktif dankurang
berkonsentrasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan
di atas, diperlukan solusi alternatif dalam mengatasi beberapa permasalahan
tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode mind map melalui bermain Puzzle Geometri.penerapan metode peta
pikiran (mind mapping) akan mampu
memberikan hasil belajar lebih optimal dalam pembelajaran dan dapat
meningkatkan kreatifitas serta dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak
tentang permainan puzzle geometri. Melalui permainan Puzzle Geometri guru dapat mengamati sejauh mana motivasi
belajar anak dan peningkatan perkembangan kognitif anak khususnya meningkatkan konsentrasi
dalam mengenal bentuk. pembelajaran dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Sehingga peranan metodepembelajaran sangat strategis menuju hasil belajar yang optimal.
Sebelum memaparkan pengertian metode bermain, terlebih dahulu diulas pengertian
bermain. Bermain adalah dunia anak-anak, yang merupakan hak asasi bagi anak
usia dini dan hakiki pada masa prasekolah. Landreth (2001) dalam Marasaoly
(2009:9) mengemukakan bahwa bermain merupakan bagian integral dari masa kanak-kanak,
media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan
komunikasi, perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan
keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak.Dalam hal ini, aktivitas
bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminankemampuan fisik,
intelektual, emosional dan sosial.
Ahli kedua yaitu Gordon & Browne (1985)
dalam Sujiono (2007:7.6) menyatakan bahwa bermain adalah pekerjaan pada masa
kanak – kanak dan cermin dari pertumbuhan anak. Selanjutnya adalah Dworetsky
(1990) dalam Sujiono (2007:7.6) menyatakan bermain merupakan suatu kegiatan
yang lebih mengutamakan cara dari pada hasil yang diperoleh dan tentunya mampu
memberikan kesenangan. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak.
Bermain juga merupakan cara yang baik
untuk anak belajar berkomunikasi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Selain itu dapat menurunkan stress dan penting untuk meningkatkan kematangan
mental serta sosial anak.
Metode bermain,
Montalalu (2008:4.34)menyatakan “metode bermain dalam pembelajaran di TK adalah
suatu teknik penyampaian informasi yang ditujukan pada anak melalui alat
permainan/kegiatan yang dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan pada anak.
Dalam metode bermain terdapat aturan/teknik dan langkah – langkah dalam
permainan yang wajib diikuti oleh pemain untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan
beberapa uraian teori tentang metode dan bermain di atas dapat disimpulkan
bahwa metode bermain merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu yang memberikan kesenangan bagi anak dalam
melakukan kegiatan yang diarahkan oleh guru.
Dari begitu
banyak strategi dan metode pembelajaran yang ada pasti memiliki tujuan yang
sama, yaitu untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam proses
pembelajaran. Namun, dalam penelitian ini dipilih salah satu alternatif yang
diterapkan dalam pembelajaran di TK yaitu pembelajaran melalui permainan puzzle
geometri untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal bentuk yang
menggunakan metode mind mapping. Mind
mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan
seluruh potensi otak agar optimum. Caranya menggabungkan kerja otak kanan dan
kiri. Alamsyah menyebutkan bahwa sistem kerja peta pikiran atau mind mapping
adalah suatu teknik visual yang dapat menyelaraskan proses belajar dengan cara
kerja alami otak. Pembelajaran ini mengajarkan untuk mencatat tidak hanya
menggunakan gambar atau warna , sehingga dapat mengoptimalkan daya kerja otak
dengan baik.
Dengan demikian
sudah sangat memungkinkan guru khususnya guru TK agar lebih berkreatif dalam
mengemas suatu kegiatan mengingat kemampuan dasar, serta dalam pembentukan
prilaku sangat penting dikaitkan dalam perkembangan kemampuan anak. Dimana
kegiatan yang disampaikan oleh guru untuk anak-anak diharapkan agar
dilaksanakan secara inovatif dan kreatif. Upaya pengenalan bentuk dengan
pendekatan pembelajaran mind mapping melalui kegiatan permainan puzzle geometri
akan dapat berjalan dengan baik jika ditunjang dengan media pembelajaran yang
relevan.
Penelitian ini menggunakan media yaitu Puzzle Geometri. Marasaoly (2009:25)
menyatakan “salah satu permainan edukatif
yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan kecerdasan anak adalah permainan Puzzle”. Pada intinya, permainan ini
dapat merangsang kecerdasan dan kreativitas anak. Dari kegiatan ini akan banyak
muncul pengetahuan baru dan pengingatan kembali akan suatu materi pembelajaran.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Puzzle
adalah permainan yang terdiri dari potongan gambar-gambar, kotak-kotak,
bangunbangun, huruf-huruf dan angka-angka yang disusun menjadi sebuah permainan
yang memiliki daya tarik. Sehingga permainan puzzle akan membuat peserta didik menjadi termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran dengan merangkai potongan Puzzle secara tepat dan cepat. Puzzle Geometri adalah Puzzle
yang kepingan-kepingan dari Puzzle
tersebut berbentuk geometri (persegi, persegi panjang, segitiga, dan
trapesium). PuzzleGeometri
merupakan media yang terbuat dari kardus bekas atau karton atau stryofoam yang kepingan-kepingan Puzzletersebut dipotong berupa
bentuk-bentuk geometri dan dibuat semenarik mungkin bagi anak untuk menarik
minat belajar anak. Ciri – ciri Puzzle
Geometri yaitu Puzzleyang
terbuat dari gabus yang telah dibentuk, ditempeli gambar sesuai gambar yang diinginkan
dan dipotong berbentuk potongan geometri (persegi, persegi panjang, segitiga,
dan trapesium). Terakhir dilapisi lakban bening agar media Puzzlegeometri ini rapi, kuat dan
aman apabila digunakan oleh anak dalam bermain ataupun media belajar.
Melalui Mind Mapping
adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil
informasi ke luar dari otak. Buzan (2013:4) menyatakan bahwa Mind Mapping
adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan”
pikir-an-pikiran kita. Mind Mapping juga sangat sempurna. Pusat Mind Mapping
mewakili ide terpenting. Jalan-jalan utama yang menyebar dari pusat mewakili
pikiranpikiran utama dalam proses pemikiran kita, jalan-jalan sekunder mewakili
pikiranpikiran sekunder, dan seterusnya. Gambargambar atau bentuk-bentuk khusus
dapat mewakili area-area yang menarik atau ideide menarik tertentu. semua Mind
Mapping mempunyai kesamaan. Semuanya menggunakan warna. Menurut Damasio, saat
otak mengingat informasi, biasanya dilakukan dalam bentuk gambar warnawarni,
simbol, bunyi, dan perasaan. Semuanya memiliki struktur alami yang memancar
dari pusat. Semuanya menggunakan garis lengkung, symbol, bentuk,kata, dan
gambar yang sesuai dengan satu rangkaian aturan yang sederhana, mendasar,
alami, dan sesuai dengan cara kerja otak (Deporter, 2010:225). Dengan Mind
Mapping, daftar informasi yang panjang bisa dialihkan menjadi diagram
warna-warni, sangat teratur, dan mudah diingat yang bekerja selaras dengan cara
kerja alami otak dalam melakukan berbagai hal.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka
dilakukanlah penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Metode Peta
Pikiran (Mind Mapping) Melalui Permainan puzle geometri Untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif Anak dalam mengenal bentuk.Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada permasalahan pokok
mengenai apakah Penerapan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) Melalui Permainan
puzle geometri Dapat Meningkatkan Kemampuan
Kognitif Anak dalam mengenal bentuk.Jadi sebelum bermain puzzle, terlebih
dahulu harus mengenal dan mampu membedakan tiap bentuk-bentuk pada kepingan
puzzle yang akan dirangkai.
Berdasarkan perumusan masalah
sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan bahwa penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui Peningkatan Kemampuan Kognitif Anak Tentang bentuk
Melalui Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) Dengan Permainan puzzle geometri Kelompok
A Di TK PGRI Singaraja Tahun Ajaran 2013/2014.
METODE
Penelitian ini
dilaksanakan di TK PGRI Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 pada
anak kelompok A. Subjek penelitian ini sebanyak 10 orang anakdengan 7 orang
anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Penelitian ini tergolong jenis
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Agung, (2012:2) menyatakan “PTK dapat didefinisikan
sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan
tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktekpraktek pembelajaran di
kelas secara lebih profesional”.Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan yang dimunculkan di
kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran guna meningkatkan mutu
pembelajaran. Penelitian ini direncanakan sebanyak dua siklus, tetapi tidak
menutup kemungkinan dilanjutkan kesiklus berikutnya apabila belum memenuhi
target penelitian. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,pengamatan/evaluasi dan refleksi. Model
penelitian tindakan kelas (PTK) dapat di gambarkan sebagai berikut.
Perencanaan
|
Siklus I
|
Pengamatan
|
Perencanaan
|
Siklus II
|
Pengamatan
|
Refleksi
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
Pelaksanaan
|
?
|
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan
Kelas (Arikunto, dkk 2012:16)
SIKLUS I
Pelaksanaa
•
Pengamatan
•
Perencanaan
•
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaa
•
Pengamatan
•
Perencanaan
•
Refleksi
Pada tahap
perencanaan tindakan dilakukan kegiatan menyamankan persepsi dengan guru
mengenai penerapan metode bermain puzzle
geometri, menyiapkan materi pelajaran yang sesuai dengan RKH. Menyiapkan
media puzzle geometri yang di
gunakan sesuai dengan tema yang diajarkan.Menyusun instrumen penelitianyaitu
format penilaian observasi.Metode pengumpulan data yangdigunakan dalam
penelitian ini adalahmetode observasi. Menurut Arikunto, dkk(2012:127)
“Observasi adalah kegiatanpengamatan (pengambilan data) untukmemotret seberapa
jauh efek tindakantelah mencapai sasaran”. Metode observasiadalah “suatu cara
memperoleh datadengan jalan mengadakan pengamatandan pencatatan”(Agung
2012:61). Metodeobservasi digunakan dalam penelitian iniuntuk mengumpulkan data
tentangperkembangan kognitif dalam pengenalanbentuk pada anak, pada saat
prosespembelajaran berlangsung menggunakanmetode bermain puzzle geometri.Instrumen pengumpulan
data yangdigunakan dalam penelitian ini adalahlembar observasi. Setiap kegiatan
yangdiobservasi dikatagorikan ke dalam kualitasyang sesuai dengan pedoman
padaPermendiknas No.58 Tahun 2009 yaitu, 1) bintang (*) belum berkembang, 2)
bintang (**) mulai berkembang, 3) bintang (***) berkembang sesuai harapan, dan4)
bintang (****) berkembang sangatbaik.
Berikut ini
kisi-kisi instrumen penelitianpenerapan metode bermain puzzlegeometri untuk meningkatkanperkembangan kognitif dalam
mengenalbentuk.
Tabel 01. Kisi-kisi Instrumen
perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 58, 2009)
Variable
|
Indikator
|
Perkembangan kognitif dalam mengenal
bentuk
|
1.
Mengenal
dan menyebutkan macam-macam bentuk
|
2.
Memasangkan
bentuk geometri dengan benda tiga dimensi yang bentuknya sama
|
|
3.
Memasangkan
bentuk geometri sesuai dengan bentuknya
|
|
4.
Mengelompokkan
bentuk geometri berdasarkan bentuk dan ukurannya
|
|
5.
Menyusun
kepingan puzzle menjadi bentuk utuh
|
Setelah data
dalam penelitianterkumpul maka selanjutnya dilakukananalisis data. Dalam
menganalisis data inidigunakan yaitu metode analisis statistikdeskriptif dan
metode deskriptif kuantitatif.Kedua jenis metode analisis data
tersebutdijelaskan sebagai berikut.Agung (2010:76) menyatakan bahwametode
analisis statistik deskriptif ialahsuatu cara pengolahan data yang
dilakukandengan jalan menerapkan teknik danrumus-rumus statistik deskriptif.
Metodeanalisis data ini berupa: distribusi frekuensi,grafik, angka rata-rata,
median, modus danstandar deviasi untuk menggambarkansuatu objek atau variabel
tertentu sehinggadiperoleh kesimpulan umum.
Penerapan metode
analisis statistikdeskriptif ini yaitu data yang diperoleh darihasil penelitian
dianalisis dan disajikan kedalam a) tabel distribusi frekuensi, b)menghitung
modus,c) menghitung median,d) menghitung angka rata-rata (mean), e)menyajikan data ke dalam
grafik polygon.
Metode analisis deskriptif kuantitatifdigunakan
untuk mengukur tinggirendahnya perkembangan kognitif dalammengenal bentuk pada
anak yangdikonversikan ke dalam Penilaian AcuanPatokan (PAP) skala lima.
Tabel 02 Pedoman Konversi Skala Lima
tentang Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Bentuk
Presentase
|
Krikteria
Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Bentuk
|
90-100
|
sangat tinggi
|
80-89
|
Tinggi
|
65-79
|
Sedang
|
55-64
|
Rendah
|
0-54
|
sangat rendah
|
Kriteria keberhasilan
pada penelitian ini adalah adanya peningkatan perkembangan kognitif dalam
mengenal bentuk pada anak kelompok A di TK PGRI Singaraja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan pada anak kelompok A Semester II di TK PGRI
Singaraja dengan jumlah anak sebanyak 10 orang. Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan sekitar dua bulan yaitu dari tanggal 3 Maret 2014 sampai dengan 30
April 2014. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dimana masing-masing
siklus terdiri dari 15 kali pertemuan yakni 10 kali pertemuan untuk kegiatan
pembelajaran (memberikan tindakan) dan 5 kali pertemuan untuk penilaian
(evaluasi). Data yang dikumpulkan yaitu penerapan metode mind mapping melalui bermain
Puzzle geometri untuk meningkatkan
perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk. Data yang diperoleh tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisisnya dipaparkan
sebagai berikut.
Grafik 1. Data Perkembangan Kognitif
dalam mengenal bentuk pada anak TK PGRI Singaraja pada Siklus I
Berdasarkan
perhitungan dari grafik polygon di
atas terlihat Mo<Md<M (14,3<14,5<15), sehingga dapat disimpulkan
sebaran data hasil perkembangan kognitif dalam pengenalan lambang bilangan pada
siklus I merupakan kurve juling positif. Dengan demikian dapatdiinterpretasikan
bahwa skor perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak kelompok A
semester II di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014 cenderung rendah.
Berdasarkan rata-rata persentase, nilai M%
pada siklus I sebesar 71,50% yang
dikonversikan ke dalam PAP skala lima, seperti
yang terlihat pada tabel 02 berada
pada tingkat penguasaan 65-79% yang berarti
bahwa perkembangan kognitif dalam pengenalan lambang bilangan pada anak berada
pada kriteria sedang.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi peneliti
saat penerapan siklus I adalah sebagai berikut. Pertama, pemahaman anak
mengenal bentuk pada saat bermain Puzzle
Geometri belum maksimal. Sekitar 70% anak masih bingung menunjukkan
beberapa bentuk geometri ketika kegiatan pengelompokkan bentuk geometri
diberikan. Hal ini disebabkan olehperhatian anak yang kurang pada saat diberikan
penjelasan langkah permainan dimaksud. Kedua, akibat ketidakmampuan anak
mengelompokkan bentuk geometri, menyebabkan
anak - anak menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran dan tentunya
permainan puzzle tersebut tidak
masimal yang ditandai dengan hanya 30% anak
mampu menyelesaikan puzzle secara
utuh.
Adapun solusi
yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala pada siklus I dan diterapkan
pada siklus II adalah sebagai berikut. a) Pada saat anak diberikan penjelasan
aturan/ langkah permainan, ditambahkan informasi bahwa pada akhir kegiatan akan
diadakan kuis materi mengenal bentuk dengan penghargaan yaitu bagi anak yang
mampu menjawab kuis dengan benar, bisa pulang/istirahat terlebih dahulu. Seperti
menyebutkan macam bentuk dan menunjukkan contoh bentuk geometri yang ada di sekitar.
b) Memodifikasi metode bermain Puzzle Geometri
dengan kegiatan kompetisi antar pasangan dalam memasangkan puzzle menjadi bentuk yang utuh. Hal
ini dapat memotivasi anak – anakdan mereka berusaha dengan sungguh – sungguh
melakukan permainan ini. Sehingga pembelajaran menjadi menantang, menarik dan
menyenangkan.
Siklus II
dilakukan sama seperti siklusI. Data perkembangan kognitif dalam pengenalan
lambang bilangan pada penelitian siklus II disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi menghitung Modus (Mo), Median (Me) dan Mean (M), grafik polygon
dan membandingkan rata-rata atau Mean
dengan model PAP skala lima.
Grafik 2. Data Perkembangan Kognitif dalam
mengenal bentuk pada anak TK
PGRI Singaraja pada Siklus II
Berdasarkan
perhitungan dan grafik polygon di
atas terlihat Mo > Md > M 18,2<18,5<19), sehingga dapat disimpulkan
bahwa sebaran data perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada Siklus II merupakan
kurva juling negatif. Nilai M% = 91,00% yang dikonversikan ke dalam PAP skala
lima, seperti yang terlihat pada tabel 02 berada pada tingkat penguasaan 90-100
% yang berarti bahwa perkembangan kognitif anak berada pada kriteria tinggi.
Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama
tindakan pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut. Secara umum proses
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
direncanakan. Sehingga perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk pada
kelompok A di TK PGRI Singaraja dapat meningkat dan sesuai dengan yang
diharapkan. Anak yang
awalnya kurang aktif dalam mengikuti proses
kegiatan pembelajaran menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pelaksanaan
proses pembelajaran mengenal bentuk sudah mengalami peningkatan dari awalnya
anak belum mampu mengenal bentuk-bentuk geometri menjadi mampu mengenal
bentuk-bentuk geometri dan mampu membedakan setiap bentuk-bentuk geometri baik
mengenal bentuknya dan menyebutkan bentuk-bentuk geometri (lingkaran, segitiga,
persegi, persegi panjang, layang-layang, trapezium, dll) maupun mengenal konsep
sama – tidak sama, lebih besar - lebih kecil dan memecahkan masalah sederhana
dalam bongkar pasang puzzle geometri.
Dengan metode mind mapping melalui bermain puzzle geometri, mampu melatih meningkatkan konsentrasi anak
sehingga lebih fokus mengikuti pembelajaran.
Secara umum
proses pembelajaran dengan menerapkan metode mind mapping melalui bermain Puzzle geometri untuk meningkatkan perkembangan
kognitif dalam mengenal bentuk sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari
adanya peningkatan rata-rata nilai perkembangan kognitif dari sikus I ke siklus
II, sehingga penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilanjutkan ke
siklus berikutnya. Penyajian hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa
dengan penerapan metode bermain Puzzle
geometri dapat meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak.
Hal ini dapat dilihat dari analisis mengenai perkembangan kognitif dalam mengenal
bentuk pada anak dapat diuraiakan sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis
statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif diperoleh rata-rata
persentase perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk pada kelompok A semester
II di TK PGRI Singaraja pada
siklus I
mencapai 71,50% dan rata-rata persentase perkembangan kognitif anak
dalam mengenal bentuk pada kelompok A semester
II di TK PGRI Singaraja pada
siklus II
sebesar 91,00%, ini menunjukan adanya peningkatan rata-rata persentase
perkembangan kognitif anak dalam mengenal
bentuk dari siklus I ke siklus II
sebesar 19,50% dan berada pada kreteria sangat
tinggi. Sehubungan dengan hal itu penerapan metode mind mapping melalui bermain puzzle geometri dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak
dalam mengenal bentuk sehingga mencapai kriteria sangat tinggi. Terjadinya
peningkatan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk, dalam penelitian
tindakan kelas ini, tidak lepas dari peranan metode bermain yangdibantu oleh
media puzzle geometri.
Piaget(dalam Solehuddin, dkk, 2008:5.9)
Puzzle geometri dalam
penelitian ini adalah puzzle yang
kepingan-kepingannyaberbentuk geometri (persegi, persegi panjang, segitiga, dan
trapesium). PuzzleGeometri
merupakan media yang terbuat dari kardus bekas atau karton atau stryofoam. Kepingan-kepingan puzzletersebut dipotong berupa
bentuk-bentuk geometri dan dibuat semenarik mungkin bagi anak untuk menarik
minat belajar anak. Puzzle Geometri
dapat divariasikan sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Sehingga, media puzzle geometri merupakan bagian dari metode bermain yang secara
efektif dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk
pada kelompok A di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut. Bahwa penerapan metodemind
mapping melalui bermain puzzle geometri dapat meningkatkan perkembangan
kognitif anak dalam mengenal bentuk pada kelompok A semester II di TK PGRI
Singaraja tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan
perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada setiap siklus. Pencapaian
perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk sebesar 71,50% pada siklus I
menjadi sebesar 91,00% pada siklus II yang berada pada kategori sangat tinggi.
Berikut ini
dipaparkan beberapa sarandalam penelitian ini antara lain. Kepada kepala
sekolah, diharapkan mampu memberikan ruang kepada guru – guru untuk berkreasi
mengembangkan pembelajaran melalui pengembangan
metode, media dan sarana pembelajaran pendukung
lainnya. Untuk guru, dalam
proses pembelajaran, metode bermain puzzle geometri merupakan salah satu
alternatif yang efektif dalam
meningkatkan kemampuan mengenal bentuk. Selanjutnya kepada anak, dengan
dipergunakannya metode bermain puzzle geometri
diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian, dan meningkatkan kemampuan berpikir
serta hasil belajarnya. Kemudian, kepada mahasiswa lulusan
pendidikan guru pendidikan anak usia
dini, agar selalu inovatif dalam hal menerapkan model pembelajaran sehingga
dapat dipergunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A. Gede. 2010. Penelitian Tindakan Kelas(makalah disajikan
pada workshop Jurusan PGSD FIP Undiksha 2010). Singaraja: FIPUndiksha
-------. 2012.
Metodologi
Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP
Undiksha
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan
ke-11.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Depdiknas. 2009. Salinan: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58
Tahun 2009. Jakarta: Direktorat
Alamsyah, Maurizal. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan
Prestasi dengan Mind Mapping. Jogjakarta: Mitra Pelajar.
Arikunto, Suharsimi dkk. 2011.
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Buzan, Tony. 2013. Buku Pintar Mind Map.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. 2010. PedomanPembinaan TK dan
SD Mansur, Muslic. 2009. Melaksanakan PTK itu Mudah (Classroom Action Research).
Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Marasaoly, Suryanti. 2009. Skripsi: Pengaruh Terapi Bermain Puzzleterhadap
Dampak Hospitalisasi padaAnak Usia Prasekolah di RuangAnggrek I Rumah Sakit
Kepolisian
Pusat R.S.
Sukanto. Jakarta: Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran”. Tersedia pada http://www.library.upnvj.ac.id/index.php?p=show_detail&id=3278 (Diakses 16
Desember 2012)
Pendidikan Vol. 12 No. 1 Juni 2009: 46-57
Sadiman. Arief S, Dkk. 2005. Media Pendidikan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Situmorang, Mulkan Andika. 2012. Meningkatkan kemampuanmemahami wacana
Melalui mediapembelajaran puzzle. Tersedia pada http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.
php/kjb/article/view/146/44.
KRITISI
Dari jurnal
diatas dapat diketahui bahwa metode yang digunakan guru untuk proses
pembelajaran masih monoton atau dengan metode ceramah yang menyebabkan anak
kurang memahami apa yang guru sampaikan. Dan juga menyebabkan anak kurang
berminat dengan pembelajaran yang diajarkan.
Setelah menggunakan metode mind mapping dalam proses pembelajaran itu
sudah menunjukkan hasil yang signifikan terbukti pada saat anak melakukan
pembelajaran anak sudah fokus terhadap apa yang dijelaskan oleh guru. Penerapan
metode mind mapping melalui permainan puzzle geometri untuk meningkatkan
kemampuan kognitif dalam mengenal bentuk. sangat efektif sekali diajarkan oleh
anak.
Sebab dari permainan puzzle geometri tersebut anak
dapat memecahkan masalah pada saat permainan tersebut diajarkan. Anak akan berfikir
kritis bentuk apa yang sesuai dengan puzzle tersebut. tetapi terlebih dahulu
guru menjelaskan bentuk geometri agar anak paham dan mengerti. Selain itu juga
permainan puzzle geometri ini bener-bener sangat mengembangkan kemampuan
kognitif anak. Karna dari permainan tersebut dapat kita ketahui bahwa ada
sebagian anak yang perkembangan kognitifnya belum berkembang sesuai dengan yang
diinginkan. tetapi setelah kita ajarkan permainan puzzle geometri ini kemampuan
kognitif anak berkembang sesuai dengan yang diinginkan untuk kelompok kelompok
A di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014.
six
Komentar
Posting Komentar