10 jurnal pengembangan kognitif

one

e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS
UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI
KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS

Ni Putu Eka Tirtayati 1, Ni Ketut Suarni2, Mutiara Magta 3


1,3Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

2Jurusan Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail:eka_tirta@rocketmail.com1 ,tut_arni@yahoo.com1 , m_magta@yahoo.com2}@undiksha.ac.id


Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kreativitas anak melalui menggambar bebas dengan metode pemberian tugas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumara Singaraja. Jenis penelitian ini adalah penelitian kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Subyek Penelitian ini adalah anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumara Singaraja. Data tentang mengembangkan kreativitas anak diperoleh dengan menggunakan observasi yang dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas pada kelompok B dengan metode pemberian tugas, pada siklus I sebesar 74,00% yang berada pada kategori sedang ternyata mengalami peningkatan kemampuan kreativitas pada siklus II menjadi 86,81% tergolong pada kategori tinggi. Jadi peningkatan kemampuan kreativitas pada kelompok B di TK Panji Widia Kumara Singaraja sebesar 12,81%.
Kata-kata kunci : metode pemberian tugas, kreativitas, menggambar bebas

Abstract
The purpose of this research was to know the improvement of creativity throught the implementation free drawing by using method the students of group B TK Panji Widia Kumara Singaraja by the second semester in the academic year 2013/2014. The study was conducted under classroom action research (CAR) using two cycles. The subjects of the research were 19 children in group B at TK Panji Widia Kumara Singaraja by the second semester in the academic year 2013/2014. Data on this creativity collected by the method of observation. The data collected was analyzed using descriptive analysis method and quantitative descriptive analysis method. The result of study showed that the improvement of students creativity free drawing in group B by using method, first cycle of is 74,00% in which was categorized as intermediate stage improved. and attained the total percentage creativity into is 86,81% in the second cycle which was categorized as high level. Theimprovement of student creativity in group B at Panji Widia Kumara Singaraja is 12,81%. method improved students creativity Free drawing and got students interent.
.
Keywords : giving task method, creativity, free drawing


e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

PENDAHULUAN
            Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi sehingga pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Pendidikan anak usia dini sangat penting diterapkan mengingat usia ini anak mempunyai daya ingat yang sangat tinggi. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekolah merupakan lembaga formal penyelenggara pendidikan. Masyarakat berpandangan bahwa pendidikan bagi anak baru dimulai pada usia tujuh tahun ketika anak mulai memasuki pendidikan SD (Sekolah Dasar). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang lebih mengutamakan pada peletakan dasar kearah pembinaan tumbuh kembang anak dengan mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak baik fisik maupun non fisik (Nuarca 2009:10). Pendidikan anak usia dini adalah pembinaan yang ditujukan kepada anak usia 0-6 tahun yang dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya agar anak dapat memasuki pendidikan lebih lanjut. Penerapan metode pemberian tugas menjadi penting agar anak TK mengetahui dengan jelas batasan tugas sehingga dapat menyelesaikannya secara tuntas. Secara umum, anak TK masih berada pada perkembangan kognitif fase praoperasional yang artinya anak mulai menyadari bahwa pemahamannya terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui aktivitas sensorimotor akan tetapi juga dapat dilakukan melalui aktivitas yang bersifat simbolik. Salah satu penerapan metode pemberian tugas yang dapat meningkatkan kreativitas anak yaitu dengan kegiatan menggambar. Kegiatan menggambar selain melatih kemampuan motorik halus anak dapat juga mengembangkan kreativitas- kreativitas yang dimiliki anak. Pengembangan motorik halus dengan menggambar dapat dikembangkan di Taman Kanak-Kanak. Hal ini mengingat bahwa anak harus sedini mungkin dapat mengembangkan kemampuan motoriknya agar dapat berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Kegiatan menggambar dapat membantu anak usia dini untuk lebih dapat menuangkan apa yang mereka rasakan dan menuangkannya kedalam gambaran. Berdasarkan observasi di TK Panji Widia Kumara Singaraja kebanyakan anak TK kurang bersemangat dan kreativitas anak masih rendah dalam mengikuti kegiatan belajar menggambar. Mereka kurang aktif dan kurang antusias dalam kegiatan sehingga tidak ada proses interaksi antara guru dan anak maupun anak dengan temannya, yang pada akhirnya anak tidak menunjukkan minat yang tinggi dalam proses kegiatan maupun pembelajaran. Bukti riil yang dapat ditemukan pada saat observasi di lapangan yaitu rendahnya kegiatan pembelajaran menggambar. Persoalan di atas muncul disebabkan oleh beberapa factor. Faktor pertama yaitu cara guru dalam menyuruh anak menggambar hanya berpatokan pada satu contoh saja. Seperti anak hanya disuruh mengikuti gambar yang guru buat dan guru contohkan. Faktor kedua guru kurang memperhatikan anak pada saat menggambar, selain itu metode yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga anak tidak memiliki aktivitasmenggambar yang tinggi, kebanyakan dari mereka tidak kreatif, aktif dan kurangantusias. Berdasarkan permasalahan di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Pemberian Tugas untuk Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Menggambar Bebas Pada


e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

Kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia KumaraSingaraja”. Metode pemberian tugas dapat membantu anak untuk dengan bebas mengekpresikan kreativitas dan meningkatkan kreativitas anak melalui menggambar bebas. Santoso (2007:2.9) menyatakan bahwa “anak usia dini adalah sosok individu sebagai makhluk sosiokultural yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dan memiliki sejumlah karakteristik tertentu”. Ada beberapa batasan yang diberikan terhadap program PAUD, namun dalam hal ini UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan anak usia dini sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini Hariwijaya (2007:14),
“mengemukakan bahwa PAUD dapat diartikan sebagai salah satu bentuk jalur pendidikan dari usia 0-6 tahun, yang diselenggarakan secara terpadu dalam satu program pembelajaran agar anak dapat mengembangkan segala guna dan kreativitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya”. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan jalur pendidikan formal dari usia 0-8 tahun yang dirancang secara terpadu untuk menggali potensi anak dan sesuai dengan tarap anak usia dini. Proses pembelajaran pada anak usia dini harus memadukan berbagai aspek pembelajaran, yakni dengan penggunaan tema yang menarik dan dapat mengembangkan minat siswa dan bersifat kontekstual. Dilaksanakan secara bertahap, berulang-ulang dan terus menerus. Kegiatan pembelajaran harus dilakukan secara bertahap, di mulaidengan konsep yang sederhana dan sesuai dengan lingkungan yang dikenal anak, Juga harus dilaksanakan berulang-ulang dan terus menerus sehingga apa yang dipelajari dapat menjadi bagian dari kehidupan anak. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup ( Life Skills ) memberikan berbagai kecakapan hidup dapat melalui proses pembiasaan, hal tersebut bertujuan agar anak mampu mandiri, disiplin, menolong dirinya sendiri dan bertanggung jawab. Kurikulum Taman Kanak-Kanak (dalam Moeslichatoen 2004:181) menjelaskan bahwa metode pemberian tugas merupakan: tugas atau pekerjaan yang sengaja diberikan kepada anak TK yang harus dilaksanakan dengan baik. Tugas itu diberikan kepada anak TK untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan tugas yang didasarkan pada petunjuk langsung dari guru yang sudah dipersiapkan sehingga anak dapat menjalani secara nyata dan melaksanakan tugas dari awal sampai tuntas. Tugas yang diberikan kepada anak diberikan secara perseorangan atau kelompok”. Moeslichatoen (2004) menyatakan Pemberian tugas kepada anak bertujuan untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak termasuk prilaku dan kemampuan dasar anak. Pemberian tugas dapat diberikan secara berkelompok maupun secara individual. Tugas dalam bentuk individu dikerjakan oleh anak sendiri, tugas kelompok dikerjakan oleh anak dalam kelompok kecil (3-4 anak) maupun dalam kelompok yang lebih besar (misalnya berupaproyek kelas yang harus diselesaikan bersama). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Badudu dan Sultan Mohammad Zain, 1996: 107), tugas diartikan sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang atau pekerjaan yang wajib dibebankan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pemberian tugas merupakan salah satu tehnik dalam proses belajar mengajar dengan memberikan tugas kepada anak didik yang didasarkan pada petunjuk langsung dari guru. Jika metode pemberian tugas dapat dirancang dengan baik secara tepat dan proposional maka akan mendapatkan hasil yang optimal dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

Menurut Moeslichatoen (2004:186) metode pemberian tugas memiliki banyak manfaat diantaranya : a). pemberian tugas bila dirancang dengan tepat akan dapat meningkatkan cara belajar yang benar. b). pemberian tugas yang diberikan secara teratur, berkala, dan ajeg akan dapat menimbulkan prakarsa anak untukmengembangkan kegiatan belajar sendiri. c). pemberian tugas secara tepat dan dirancang secara seksama akan menghasilkanprestasi belajar optimal. d). bila pemberian tugas itu menggunakan bahan yang bervariasi, dan sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, maka akan dapat membangkitkan minat anak terhadap tugas yang diberikan. e). bila pemberian tugas kepada siswa memperhitungkan waktu dan kesempatan yang tersedia, maka pemberian tugas itu merupakan pengalaman belajar yang dapat dirasakan manfaatnya bagi siswa. Metode pemberian tugas juga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa secara optimal karena metode pemberian tugas dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Metode pemberian tugas dapat digunakan untuk melatih keterampilan berfikir. Kemampuan berfikir tersebut meliputi kemampuan berfikir paling sederhana sampai yang paling kompleks yakni dari kemampuan mengingat sampai kemampuan menyelesaikan masalah. Contohpemberian tugas yang terkait dengan pengembangan kreativitas yakni dengan kegiatan melatih kemampuan motorik halus anak dengan menggambar. Kegiatanmenggambar yang diberikan kepada anak adalah menggambar bebas agar kreativitas dan keterampilan yang dimiliki anak dapat berkembang. Adapun tujuan metode pemberian tugas menurut Moeslichatoen (2004), yaitu: a). melalui pemberian tugas anak memperoleh pemantapan cara mempelajari materi pelajaran secara lebih efektif karena dalam kegiatan melaksanakan tugas anak memperoleh pengalaman belajar untuk memperbaiki cara belajar yang keliru atau kurang tepat dan dapat meningkatkan cara belajar yang lebih baik. b). pemberian tugas dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir, meliputi kemampuan yang paling sederhana sampai kepada kemampuan yang kompleks dari kemampuan mengingat sampai dengan kemampuan memecahkan masalah yang dapat meningkatkan kreativitas anak. c). pemberian tugas dapat mengembangkan keterampilan motorik dan kognitif dan juga kreativitas anak. Kreativitas sangat penting untukdikembangkan sejak usia dini, seperti yang dikemukakan oleh Munandar (1992: 46). Kreativitas yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaanmasyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya.Untuk mencapai hal itu, perlulah sikap dan perilaku kreatif dipupuk sejak dini, agar anak didik kelak tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan baru dan pencari kerja, tetapi mampu menciptakan pekerjaan baru (wiraswasta). Menurut Gordon dan Browne (dalam Moeslichatoen, 2004:19), bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan gagasan baru yang imajinatif dan juga kemampuanmengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang sudah ada. Dalam pandangan Gordon, kreativitas ialah berupa gagasan baru yang diciptakan seseorang atau merenovasi gagasan yang sudah ada menjadi lebih inovatif dan imajinatif. Adapun menurut Supriadi (2000:7), definisi kreativitas pada intinya adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya. Munandar (1999:47-50), juga mengungkapkan tentang pengertian kreativitas dengan beberapa rumusan yang merupakan kesimpulan para ahli antara lain: Kreativitas ialah kemampuan untuk membuat komposisi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada, Kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen) ialah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah, di mana penekannya adalah pada kuantitas, ketepat gunaan, dan keragaman jawaban. Secara



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan. Menurut Cziksentmihslyi (dalam Susanto, 2011: 116), kreativitas seseorang ditandai oleh beberapa ciri yaitu: (a) Predisposisi genetis ( genetic predispotition ), (b) Minat pada usia dini pada ranah tertentu, (c) Minat menyebabkan seseorang terlibat secara mendalam terhadap ranah tertentu, sehungga mencapai kemahiran dan keunggulan kreativitas, (d) Akses terhadap suatu bidang, (e) Adanya sarana dan prasarana serta adanya pembina atau mentor dalam bidang yang diminati sangat membantu pengembangan bakat, (f) Akses ke lapangan ( acces to a field ), (g) Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sejawat, tokoh- tokoh penting dalam bidang yang digeluti, memperoleh informasi yang terakhir, mendapatkan kesempatan bekerja sama denganpakar-pakar dalam bidang yang diminati sangat penting untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang- orang penting, (h) Orang-orang kreatifditandai dengan adanya kemampuan mereka yang luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa yang perlu untuk mencapai tujuannya.MenurutHurlock (1978: 2) pengertian kreativitas dibagi menjadi delapan yaitu: (1) Kreativitas menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru danberbeda, (2) Kreativitas sebagai kreasi sesuatu yang baru dan orisinil secarakebetulan, (3) Kreativitas yaitu apa saja yang diciptakan selalu baru dan berbeda dari yang telah ada dank karena uniknya, (4) Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang semata-matadilakukan untuk menghasilkan sesuatuyang baru, berbeda, dan orisinil, (5) Kereativitas dianggap sama dengan kecerdasa tinggi, (6) Kreativitas yaitu sepercik kejeniusan yangdiwariskan pada seseorang dan tidak ada kaitannya dengan belajar atau lingkungan menyatakan bahwaorang kreatif merupakan sarana konsep, (7) Kreativitas umumnya dianggap sinonim dengan imajinasi dan fantasi dan karenanya merupakan bentuk permainan mental, (8) Kreativitas adalah bahwa semua orang umumnya terbagi dalam kelompok besar:penurut dan pencipta, penurut melakukan apa yang diharapkan dari mereka tanpa mengganggu atau menyulitkan orang lain sedangkan pencipta menyertakan gagasan orisinil , titik pandang yang berbeda atau cara baru menangani masalah dan menghadapinya. Berdasarkan pemaparan dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan kegiatan otak yang teratur serta imajinatif untuk menciptakan berbagai gagasan atau hal yang baru atau inovatif dan masih orisinal. Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan kreativitas pada anak yaitu dengan kegiatan menggambar, khususnya dengan menggambar bebas Pamadhi (2011: 2.5) menyatakan menggambar adalah membuat gambar yang dilakukan dengan cara mencoret, menggores, menorehkan benda tajam ke benda lain dan memberi warna sehingga menimbulkan gambar. Menggambar merupakan kebiasaan anak usia dini dapat dilakukan dengan kesadaran penuh berupa maksud dan tujuan tertentu maupun sekedar membuat gambar tanpa arti. Kegiatan ini dimulai dari menggerakkan tangan untukmewujudkan sesuatu bentuk gambar secara tidaksengaja,sampai dengan menggambar untuk maksud tertentu. Jauhari (dalam Hartawan2012) menyatakan pada hekekatnya menggambar ini adalah pengungkapan seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan warna. Menggambar merupakan wujud pengekplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi ekpresi dan aktualisasi diri. Pada intinya menggambar adalah perpaduan keterampilan, kepekaan rasa, kreativitas, ide, pengetahuan, dan wawasan. Ada beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak yaitu: menggambar dengan cara



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

mengamati (observasi). Anak bisa menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri tanpa menjimplak atau dengan contoh pola. Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan, berekperimen, dan melampaui kemampuannya, Menggambar berdasarkan pengalaman/kenangan. Menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman dan kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak mengunakan pertanyaan untuk membantu mereka mengingat detail yang berarti dari pengalaman mereka. Menggambar berdasarkan imajinasi. Kejadian mendorong kita untuk keluar dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model. Menggambar dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin. Pamadhi (2011: 2.10) menyatakan manfaat mengaambar bagi anak usia dini secara garis besar yaitu: (a) Menggambar sebagai alat bercerita (bahasa visual/bentuk), (b) menggambar sebagai media mencurahkan perasaan, (c) menggambar sebagai alat bermain, (d) menggambar melatih ingatan, (e)
menggambar melatih berpikir komprehensif (menyeluruh), (f) menggambar sebagai media sublimasi perasaan, (g) menggambar melatih keseimbangan, (h) menggambarmengembangkan kecakapan emosional, (i) menggambar melatih kreativitas anak, (j) menggambar melatih ketelitian melalui pengamatan langsung.
Hidayati (dalam Hartawan, 2012) manfaat kegiatan menggambar bagi anak usia dini adalah :menggambar dalam bentuk apapun merupakan ekspresi dan bagian dari proses kreatif dan imajinatif mereka dimasa kecil. Melalui menggambar, anak akan belajar mencipta atau berkreasi, menuangkan ide-idenya, serta memvisualisasikan dan merealisasikannya dalam sebuah karya. Membantu proses perkembangan aspek kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik mereka. Menggambar dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak, melatih daya ingat, kesabaran, ketelitian dan keuletan anak dalam menghasilkan sesuatu. Selain sebagai bentuk ekspresi, menggambar juga dapat membantu menyalurkan bentuk-bentuk emosi yang dirasakan anak melalui gambar. Menggambar juga melatih keterampilan dan kemampuan motorik halus anak. Seperti halnya menulis, menggambar dapat melatih gerak tangan untuk menghasilkan tulisan atau bentuk gambar yang lebih baik. Mengasah bakat anak yang bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan dan skil mereka di masa depan. Semua anak mungkin suka menggambar danbisamenggambar, tetapi anak yang berbakat menggambar bisa menghasilkan gambar yang lebih bagus, karena itu, ketika anak mulai mencorat-coret media yang ditemukannya, simpanlah kata “jangan” dan gantilah dengan memberikan media menggambar yang tepat seperti kertas, buku gambar, atau karton. Biarkan mereka berekspresi, serta berikan pula apresiasi atas gambar yang mereka buat atau mereka warnai. Bakat bisa diminati jika terus dilatih, dibiasakan dan dikembangkan dalam suasanayang nyaman dan menyenangkan. Menggambar sebagai sebuah stimulus untuk menumbuhkan minat belajar, sekaligus metode pembelajaran dan pendidikan berbasis kreativitas, dengan syarat anak dibiarkan mengekspresikan pikiran dan perasaanya lewat gambar tanpa selalu diberikan objek tiruan. Gambar yang berantakan khas coretan anak lebih mencerminkan naturalitas dan kreativitas dari pada kehalusan bentuk yang dihasilkandari meniru objek yang ada. Terdapat permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah apakah penerapan metode pemberian tugas dapat meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumara Singaraja?.Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas dengan metode pemberian tugas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumara singaraja.



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

                Secara umum ada dua manfaat dalam penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat Teoritis yaitu: penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai metode pembelajaran, khususnya metode pemberian tugas untuk menigkatkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah: (1) Bagi anak, dengan penggunaan metode pemberian tugas menggambar bebas ini anak memperoleh pengalaman belajar tentang kegiatan menggambar bebas dan diharapkan dapat mengembangkan kreativitas serta memupuk
semangat belajar anak. (2) Bagi Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru tentang metode pembelajaran yang akan diterapkan agar dapat meningkatkan kreativitas dengan metode menggambar bebas. (3) Bagi Kepala Sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kepala sekolah untuk mengambil suatu kebijakan yang paling tepat dalam kaitannya dengan menigkatkan kreativitas anak di sekolah, (4) Bagi Peneliti Lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga bagi para peneliti bidang pendidikan (metode pemberian tugas melalui kegiatan menggambar bebas untuk meningkatkan kreativitas anak), untuk meneliti aspek atau variabel lain yang
diduga memiliki kontribusi terhadap meningkatkan kreativitas anak dan teori- teori tentang pembelajaran .

METODE
                Penelitian ini dilaksanakan dengan subjek penelitian anak kelompok B TK Panji Widia Kumara Singaraja yang berjumlah 19 anak, terdiri dari 9 perempuan dan10 laki- laki. Jenis penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Agung (2012: 24) “PTK merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan”. Dalam model PTK ini ada empat tahapan pada satu siklus penelitian. Keempat tahapan tersebut terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan secara sistematis untuk memecahkan permasalahan yangadadi kelas dengan tahap-tahap tertentu untuk memperbaiki pembelajaran sehinggadapat meningkatkan hasil pembelajaran.
            Penelitian ini akan berjalan melalui dua siklus sesuai dengan waktu dan pencapaian tujuan dari tujuan penelitian yang diinginkan. Penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan kelas, sebagaimana dikemukakan Arikunto, dkk (2011: 16) yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi (pengamatan) dan evaluasi dan refleksi dan siklus berikutnya. Berikut ini adalah model penelitian yang menggambarkan beberapa siklus secara berkelanjutan.
            Pada penelitian ini disusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan. Berikut langkah-langkah penerapan metode pemberian tugas pada kegiatan menggambar dengan tema yang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu dilakukan pelaksanaan pembelajaran atau proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatanharian (RKH) yang telah disusun atau dirancang, serta menggunakan lembar observasi sebelum proses belajar mengajar dimulai. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian tugas adalah yaitu: (a) Tahap pemberian tugas, tugas yang diberikan kepada anak hendaknya mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai, jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga akan di mengerti apa yang ditugaskan sesuai dengan kemampuan anak, ada petunjuk dan sumber yang dapat membantu pekerjaan anak, tugas bergantung pada umpan balik personal, yakni umpan balik yang ditunjukan, sediakan waktu yang cukup. (b) Tahap pelaksanaan tugas, tahap ini anakmelaksanakan tugas sesuai dengan petunjuk guru dan tujuan yang harus dicapai. Adapun langkah-langkahnya adalah: Adanya bimbingan/ pengawasan oleh guru dalam kegiatan menggambar anak, dari segi pewarnaan (kuantitas dan kualitas), banyaknya bentuk yang dibuat anak, lengkap tidaknya subjek gambar. Berikan dorongan dan motivasi agar anak



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

mau bekerja dan menyelesaikan gambar. Mengawasi pekerjaan anak agar dikerjakan
sendiri oleh anak bukan oleh orang lain. (c) Tahap mempertanggung jawabkan tugas,
tahap ini disebut juga dengan istilah resitasi (metode pemberian tugas). Hal yang harus dikerjakan dalam tahap ini antara lain: adanya tanya jawab dan diskusi hasil dari pekerjaan tersebut, adanya penilaian hasil kerja anak .
Selain tahap perencanaan dan pelaksanaan tindakan juga dilakukan tahap- tahap lainnya yaitu: observasi,evaluasi dan refleksi untuk dapat mengetahui secara langsung proses pembelajaran yang dilaksanakan. Tahap observasi merupakan kegiatan mengamati semua kejadian yang terjadi saat proses tindakan berlangsung. Observasi dilakukan untuk mengamati pada saat kegiatan menggambar dalam proses pembelajaran di kelas. Kegiatan observasi meliputi: Mengobservasi guru dalam mengajar di kelas dari membuka pelajaran, menyampaikan materi sampai menutup pelajaran. Mengobservasi anak dalam melaksanakan kegiatan. Tahap Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah pengembangan kreativitasnya. Tahap refleksi ini dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampak dan kekurangan tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi maka dapat dilakukan perbaikan kekurangan- kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada rencana refleksi ini adalah mengkaji hasil penelitianterhadap pelaksanaan tindakan tersebut dan jika terjadi kendala, akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus II.

            Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi. Menurut Agung (2012: 61) metode observasi adalah “suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data dengan jalan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu”. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode observasi merupakan cara memperoleh data atau informasi yang lebih dominan menggunakan indera penglihatan (mata) dalam proses pengukuran terhadap suatu objek atau variabel tertentu sesuai dengan tujuan penelitian yang dilaksanakan. Observasi dilakukan terhadap kegiatan siswa dalam kegiatan menggambar bebas melalui metode pemberian tugas. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah kreativitas. Selain menggunakan metode observasi diatas penelitian ini juga menggunakan instrument penelitian berupa kisi-kisi intrumen. Kisi-kisi instrumen ini mengacu pada perkembangan kemampuan kreativitas anak. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Menurut Agung (2012: 67), Analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum. Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tingkatan tinggi rendahnya hasil belajar siswa yang dikonversikan kedalam PenilaianAcuan Patokan (PAP) dengan skala lima. Hasil perhitungan M% peningkatan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar kemudian dibandingkan dengan tabel Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Patokan (PAP) skala limadengan berpedoman pada kriteria tingkat kreativitas anak seperti pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Tingkatan Kemampuan       Kreativitas melalui kegiatan menggambar bebas
Presentase (%)
Pencapaian
Kriteria
Peningkatan
Kreativitas anak
90-100
80-89
65-79
55-64
0-54
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah terjadi peningkatan kreativitas anak. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka akan terlihat langsung bagaimana kualitas dari masing- masing kegiatan yang dilakukan oleh anak. Penerapan metode pemberian tugas untuk meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas dikatakan berhasil apabila masing-masing kegiatan tersebut dilakukan dengan baik oleh anak serta telah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu sebesar 80-89% secara klasikal sesuai dengan skala PAP.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan April 2014 di kelompok B TK Panji Widia Kumara Singaraja, Semester II tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah subjek sebanyak 19 orang. Tema yang digunakan dalam penelitian ini adalahgejala alam. Penelitian ini dikemas menjadi dua siklus, setiap siklus dilakukan dalam enam kali pertemuan dan setiap pertemuan dalam pelaksanaan proses kegiatan anak. kegiatan menggambar digunakan untuk melibatkan anak secara langsung dalam proses pembelajaran dan membantu anak aktif bersama. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas anak, oleh karena itu anak dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5-7 orang untuk memperlancar proses kegiatan menggambar yang akan dilakukan. Dari jumlah anak kelompok B TK Widia Kumara Singaraja sebanyak 19 orang dibentuk menjadi 3 kelompok, yang terbagi menjadi dua kelompok beranggotakan 7 orang dan satu kelompok beranggotakan 5 orang.
 Pelaksanaan penelitian ini disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun, yang disesuaikan dengan metode pemberian tugas. Proses pembelajaran yang dilakukan dalam satu kali pertemuan dilaksanakan dalam kurun waktu satu jam pelajaran yaitu 1x60 menit. Berikut ini akan dipaparkan lebih lanjut deskripsi hasil penelitian pada siklus I dan siklus II.
Data kreativitas menggambar bebas pada penelitian siklus I dan siklus disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon, dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Dari hasil observasi yang dilakukan pada saat penerapan metode pemberian tugas melalui kegiatan menggambar bebas dengan menggunakan 4 indikator yang muncul dalam proses pembelajaran akan diberi bobot, yakni 4 (sangat baik), 3 (baik), 2 (cukup baik), 1 (kurang baik).
Adapun hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 2.

Statistik
Siklus I
Siklus II

Mean
Median
Modus
M%
11,84
11,00
10,00
74,00%
13,89
15,00
16,00
86,81%





                                                                                                                                                               
7
6
5
4
3                                                                                                                                                              F
2                                                                             
1
0              10           11                  12
                                                        X
 
 



M=18,84
 
Me=11,00
 
Mo=10,00
 
           























Gambar . Grafik Polygon Siklus I

Dari hasil observasi, pada siklus I diperoleh data bahwa rata-rata skor anak adalah 11,84 dan rata-rata persentase kreativitas anak adalah 74,00%, jika di konversikan dengan PAP skala lima anak masuk kriteria sedang. Dilihat dari refleksi terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus I, terlihat adanya kendala-kendala yang




e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

muncul dalam proses pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu a). Masih ada beberapa anak yang kurang baik memperhatikanmateri pelajaran yang dijelaskan. b). Saat melakukan kegiatan menggambar, masih banyak anak yang kurang disiplin waktu. Hal ini terlihat dari kegiatan menggambar yang melebihi batas waktu yang telah ditetapkan. c). Selama pelaksanaan pada siklus I ini, anak belum mampu bersosialisasi dengan teman kelompok.Terlihat anak belumbersikap sosial dalam memberikan temannya meminjamkan alat-alat menggambar. Bertolak dari kekurangan-kekurangan yang dihadapi pada siklus I,didiskusikan kembali tindakan untuk selanjutnya yang akan diterapkan pada siklus II. Perbaikan yang dilakukan diantaranya a). Sebelum melakukan tindakan pada siklus II, anak diberikan penjelasan tentang kegiatan menggambar, agar anak memiliki kesiapan dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian tugas melalui kegiatan menggambar bebas untuk meningkatkan kognitif dan antusias anak, b). Selalu memberikan penghargaan
kepada anak yang sudah terlibat dalam pembelajaran. Selain hal tersebut peneliti memotivasi anak dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkaitan dengan meningkatkan kognitif anak, c). Peneliti dengan dibantu gurukelompok B perlu mengawasi dan mengingatkan anak secara menyeluruh agar anakdapat berhubungan sosial. Sehingga hubungan sosial anak yang satu dengan anak yang lainnya menjadi lebih baik, d). Memberikan pemahaman kepadaanak agar anak benar-benar memperhatikan baik kegiatan didalam kelas maupun kegiatan sosial. Sehingga peningkatan kreativitas anak menjadi lebih baik dan mengalami peningkatan. Rancangan tindakan pada siklus II yang merupakan perbaikan tindakan pada siklus I, memberikan peningkatan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas anak. Dari hasil observasi, pada akhir siklus II diperoleh data bahwa rata-rata skor adalah 13,89 dan rata-rata persentase anak mencapai 86,81% jika dikonversikan sengan PAP skala lima rata-rata persentase peningkatan kreativitas anak termasuk dalam kriteria tinggi, sehingga rata-rata persentase kreativitas anak dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar12,81% yaitu dari 74,00% pada siklus I menjadi 86,81% pada siklus II.


















 
























Gambar. Grafik Polygon Siklus II

Pada siklus II, anak sudah mulai terbiasa menggunakan metode pemberian tugas untuk meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas, anak
juga sangat antusias dan kreativitas anak meningkat dalam menggambar dan terlihat
sangat senang dalam mengikuti pelajaran dan anak juga merasa semua usahanya mendapat penghargaan, penghargaan tersebut seperti memberi pujian, tepuk tangan dan acungan jempol. Selain itu dalam peroses pembelajaran anak juga sudah terbiasa belajar secara mandiri maupun secara berkelompok namun tetap terarah selain bisa belajar bersama – sama anak juga mengalami kegembiraan , yaitu bangkitnya minat dalam melakukan kegiatan belajar menggambar bebas, keterlibatan penuh anak dan menjadikan pembelajaran yang dilakukan bermakna .Implementasi metode ini memberikan pengaruh positif untuk meningkatkan



                e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

Kreativitas anak dan juga berdampak bagi perkembangan anak .Penelitian dihentikan pada siklus II karena pada siklus II telah diperoleh data bahwa peningkatan kreativitas anak telah mencapai kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan melalui kegiatan menggambar bebas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumala Singaraja .
SIMPULAN DAN SARAN
            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, naka dapat diambil simpulan sebagai berikut .Metode pemberian tugas dapat meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas pada kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Panji Widia Kumara Singaraja . Hal ini dapat dilihat pada presentase hasil observasi siklus I sebesar 74,00% dengan kriteria pencapaian sedang , dan apada siklus II sebesar 86,81% dengan kriteria tingkat pencapaian sangat tinggi dengan presentase peningkatan sebesar 12,81%. Kreativitas anak khususnya dalam kegiatan menggambarkan bebas dapat ditingkatkan dengan menggunakan media yang menarik dan kreatif . Dalam memberikan kegiatan menggambar guru tidak hanya sekedar memberikan kertas kosong kepada anak tetapi guru jugab dapat mengkolaborasikan kegiatan lain seperti mencetak dengan kegiatan menggambar .Hal ini dapat meningkatkan minat anak dan membuat anak menjadi lebih semangat dalam melakukan kegiatan .
            Berdasarkan temuan dipenelitian ini, saran yang diajukansebagai berikut: Anak-anak dalam prosespembelajaran diharapkan untuk selalu terlibatlangsung dalam pembelajaranmengalami dan menemukan sendiri jugadapat menggali pengetahuan sendirisehingga anak-anak bisa mandiri dikegiatan baik di dalam kelas dan luar kelas.Guru diharapkan mampu memilih dan menerapkan metode-
Metode Pembelajaran yang dapat bisa mengembangkan kreativitas anak. Dalam
proses belajar sehingga anak selalu bersemangat dan tidak jenuh dalam Pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan
Yang diharapkan. Sekolah diharapkan selalu mendukung pembelajaran dan mengajar menggunakan metode tugas-tugas administrasi dengan menyediakan
alat-alat Yang digunakan dalam pembelajaran serta menginformasikan kepada guru untuk menggunakan metode pembelajaran inovatif yang lain . Peneliti lain diharapkan mampu menyempurnakan penerapan metode pemberian tugas serta mampu melaksanakan penelitian dengan menerapkan.
                                                                                                                                                                                      
DAFTAR RUJUKAN
Great, AAG, 2012. methodology Education Research. Singaraja:
             Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha

Arikunto, S. 2011. Action Research
            Class . Jakarta: PT Bumi Aksara

Badudu, JS and Sultan Mohammad
            Zain.1996.Kamus Umum Besar Indonesian. Jakarta: Pustaka
            Sinar Harapan.

Hurlock, EB 1978. Child Development .
           Jakarta: Erlangga

Badudu, J.S dan Sultan Mohammad Zain.1996.Kamus Umum Besar Bahasa  Indonesia,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan



e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)

Moeschalicatoen. 2004. Metode Teaching in kindergarten. Jakarta:Rineka
           Cipta

Nuarca, K. 2009. Paud For Supplies
           Fundamental. Denpasar: Udayana University Press.
Hamalik, O. 2001. Teaching and Learning,
           Jakarta : Bumi Aksara

Pamadhi, H. and Evan S. 2011. Art Ketrampilan Child .Jakarta:
           Universitas Terbuka.

Santoso, S. 2007. Fundamentals of Education
           TK . Jakarta: Universitas Terbuka.

Susanto, A. 2011. Child Development Usia Dini . Jakarta: gold
           Predana Media Group

UU No. 20 of 2003 on System Pendidikan National .Jakarta:
           Visimedia.



KRITIK JURNAL
Penelitian ini berlatar belakang pada kurang percaya diri anak dalam menuangkan ide, imajinasi dan kreativitas dalam menggembangkan kemampuan menggambar bebas. Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan pembelajaran anak cenderung dibimbing terus oleh guru, kurangnya media pembelajaran dan dalam menggambar bebas anak belum tuntas, sehingga anak tidak dapat menggembangkan kreativitasnya melalui gambar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode pemberian tugas untuk meningkatkan kreativitas menggambar bebas dan mendiskripsikan penggunaan metode pemberian tugas dapat meningkatkan kreativitas menggambar bebas anak kelompok B TK Panji Widia Kumara Singaraja
Penelitian ini dilakukan di TK Panji Widia Kumara Singaraja, Rancangan penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Dalam setiap siklus terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti juga berkolaborasi dengan Guru Kelas B. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mendukung data penelitian ini meliputi: (1) Kemampuan kreativitas menggambar berupa imajinasi, kreativitas dan komposisi (2) Keminatan dan keaktifan dalam tanya jawab, bercerita tentang gambar yang dibuat sendiri dan menggambar bebas.
Penerapan metode pemberian tugas menggambar bebas dapat meningkat melalui kegiatan tanya jawab dengan gambar sesuai tema binatang dan sub tema binatang peliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) metode pemberian tugas dapat menggembangkan kemampuan kreativitas menggambar bebas anak melalui kegiatan berbagi dan bertanya. Dengan melakukan Tanya jawab, menggunakan media gambar yang diberikan guru dan dapat melatih kemandirian percaya diri anak dalam menuangkan ide dan inspirasinya melalui gambar, (2) Hal ini dapat diketahui dari peningkatan nilai proses  dari pra tindakan sampai siklus II .
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah dalam pembelajaran bidang kemampuan kreativitas hendaknya media pembelajaran harus riil, harus komunikasi dan  harus edukatif sehingga anak dapat berkembang dengan sendirinya dengan metode pemberian tugas dapat mengembangkan kreativitas anak dalam bidang pengembangan selain seni, yaitu pada bidang pengembangan kognitif, bahasa, dan  sosial emosional.
STRATEGI MIND MAP
Pemilihan dan penggunaan strategi menjadi faktor penting dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Mind mapping ditemukan dan dikembangkan Tony Buzan seorang peneliti Inggris yang mengaplikasikan pengetahuan tentang otak dan proses berfikir dalam berbagai bidang kehidupan. Buzan menjelaskan mind mapping sebagai cara termudah menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar dari otak, cara mencatat kreatif, efektif, secara harafiah memetakan pikiran-pikiran kita dengan sangat sederhana (Khan 2010:31). Mind mapping melibatkan kedua sisi otak karena menggunakan gambar, warna, imajinasi (wilayah otak kanan) bersamaan dengan kata, angka dan logika (wilayah otak kiri). Semua gagasan dalam mind mapping berkaitan, membantu otak membuat lompatan pengertaian dan imajinasi besar melalui asosiasi (Buzan 2011:60). Mind mapping membantu kita belajar, menyusun, menyimpan sebanyak mungkin informasi, mengelompokkannya dengan cara alami, memberi kita akses mudah dan langsung (ingatan yang sempurna pada apapun yang kita pelajari). Berikut langkah membuat mind mapping menurut Buzan (2011:12-15):

a.         Memulai dari tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar.
b.         Menggunakan gambar atau foto untuk ide sentral agar lebih menarik, membuat  kita fokus, membantu konsentrasi dan mengaktifkan otak.
c.         Menggunakan warna.
d.        Membuat hubungan, keterkaitan antar cabang karena otak bekerja menurut asosiasi, mengaitkan dua hal atau lebih untuk mudah mengerti dan mengingat.
e.         Membuat garis hubung melengkung, bukan lurus agar tidak membosankan.
f.          Menggunakan satu kata kunci untuk setiap garis.

Hal ini sesuai dengan pendapat Olivia (2008:14) mind mapping menekankan proses pembelajaran siswa aktif, mandiri, melatih kreativitas, imajinasi sehingga hasil belajar akan tercapai secara maksimal. Adapun langkah strategi mind mapping menurut Olivia (2008:42) diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran menurut standar proses KTSP (2007:14-18) yaitu: (1) siswa membaca kembali sekilas materi yang dijelaskan guru pada awal kegiatan pembelajaran; (2) tanya jawab materi pelajaran secara garis besar; (3) siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-5 orang setiap kelompok); (4) setiap kelompok menganalisis materi dan berdiskusi membuat peta pikiran (mind mapping) materi pelajaran; (5) siswa dibimbing, dimotivasi, diawasi guru selama diskusi kelompok membuat peta pikiran (mind mapping) materi pelajaran; (6) setiap kelompok mempresentasikan mind mapping mereka untuk mendapat tanggapan, masukan dari kelompok lain dan guru; (7) siswa dan guru menyamakan persepsi dari hasil presentasi dan diskusi semua kelompok; (8) guru mereview materi dan kegiatan pebelajaran secara garis besar dengan mind mapping materi; (9) siswa diberi penguatan, motivasi agar lebih kreatif membuat mind mapping materi pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.
Warseno dan Kumorojati (2011:93-84) mengungkapkan keuntungan menggunakan mind mapping yaitu: (1) pembelajaran terasa menyenangkan karena proses pembuatan mind mapping melibatkan gambar, warna dll; (2) dapat melihat gambaran materi secara detail, menyeluruh, jelas tanpa kehilangan benang merah antartopik; (3) memudahkan mengingat informasi karena ada penanda-penanda visual; (4) terdapat pengelompokan informasi; (5) menarik perhatian mata dan tidak membosankan; (6) memudahkan berkonsentrasi; (7) menghemat, memanfaatkan waktu dengan baik; (8) mendapatkan nilai bagus; (9) mengatur pikiran, hobi, hidup.
Strategi mind mapping akan mengajarkan siswa bagaimana meringkas untuk mengetahui inti dari sebuah materi pelajaran secara tersruktur. Dengan begitu ia dapat melihat keseluruhan materi pembelajaran dalam satu kertas dengan visualisasi yang menarik, tidak membosankan, mudah dipahami dan diingat (Olivia 2008:112).
Penggunaan strategi mind mapping membuat siswa belajar berpikir untuk membentuk kerangka berfikir, bukan belajar menghafal materi pelajaran (Surya 2011:364-365). Ia juga menyatakan keuntungan menggunakan strategi mind mapping yaitu: (1) merangsang partisipasi aktif siswa dalam proses belajar, (2) membebaskan pikiran siswa dari sifat subjektif, bias maupun pengelompokan-pengelompokan mental, (3) merangsang siswa untuk fokus dan konsentrasi pada pembahasan subjek pemikiran, (4) mengaktifkan fungsi kerja otak secara maksimal untuk berpikir, (5) mengarahkan siswa untuk mengembangkan rekonstruksi sebuah organisasi subjek pemikiran yang terperinci dan objektif, (5) menunjukkan hubungan antara potongan informasi yang terisoli, (6) memberikan representasi grafis dari apa yang dipahami siswa tentang subjek pemikiran sehingga memudahkannya mengidentifikasi asosiasi dalam informasi, (7) mengarahkan siswa untuk konsentrasi, membantu mendapatkan pemahaman dan pengertian sehingga informasi yang diperoleh dapat membentuk kecakapan dan memberi memori jangka panjang.
Dari rumusan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah dengan melaksanakan strategi mind mapping menurut Olivia (2008:42) diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran menurut standar proses KTSP (2007:14-18) yaitu:
a.    Siswa membaca kembali sekilas materi yang telah dijelaskan guru pada awal kegiatan pembelajaran.
b.    Tanya jawab materi pelajaran secara garis besar.
c.    Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-5 orang setiap kelompok).
d.   Setiap kelompok menganalisis materi, berdiskusi untuk membuat peta pikiran (mind mapping) materi pelajaran.
e.    Siswa dibimbing, dimotivasi dan diawasi guru selama diskusi kelompok membuat peta pikiran (mind mapping) materi.
f.     Setiap kelompok mempresentasikan mind mapping mereka untuk mendapat tanggapan, masukan dari kelompok lain dan guru.
g.    Siswa dan guru menyamakan persepsi dari hasil presentasi dan diskusi semua kelompok.
h.    Guru mereview materi dan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan secara garis besar dengan bantuan mind mapping materi.
i.      Siswa diberi penguatan dan motivasi agar lebih kreatif membuat mind mapping materi pembelajaran.

Dalam pembelajaran menggunakan strategi mind mapping, siswa bertindak aktif dalam diskusi kelompok membuat mind mapping materi pembelajaran setelah guru memberikan stimulus berupa penjelasan dan tanya jawab singkat tentang materi dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan konsep teori belajar behaviorisme dimana siswa akan melakukan kegiatan belajar secara sadar setelah guru memberikan rangsangan, stimulus yang tepat pada siswa. Implementasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran dapat dilihat ketika siswa aktif membaca kembali materi yang telah dijelaskan guru sebelumnya, tanya jawab tentang materi pembelajaran, berperan dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas. Guru membimbing, memotivasi dan mengawasi jalannya pembelajaran merupakan implementasi teori kontruktivisme, dimana siswa menjadi fokus utama pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator. Kebutuhan siswa akan rasa senang selama proses pembelajaran sesuai dengan konsep teori belajar humanisme. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik.

two 
TUGAS UAS


JURNAL
THE ROLE OF PRETEND PLAY IN CHILDREN'S COGNITIVE DEVELOPMENT
(Peran Bermain Peran Terhadap Perkembangan Kognitif Anak)

Mata kuliyah Metode Pengembangan Kognitif dan Kreativitas AUD
Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Nilawati Tadjuddin, M.Si

Description: E:\ \logo iain.jpg

Oleh :
Nama               : Nugroho Galih Wicaksono              
NPM               : 1411070184
Jurusan            : Pendidikan Guru Raudhatul athfal
Kelas/Semester: D/IV


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFAL
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 1437 /2016 M
TERJEMAHAN JURNAL 


Peran Bermain Peran (berpura-pura) Terhadap Perkembangan Kognitif Anak
Doris Bergen

Miami University

Abstrak

Ada semakin banyak bukti yang mendukung banyak koneksi antara kompetensi kognitif dan berkualitas tinggi berpura-pura bermain. Artikel ini mendefinisikan cluster konsep yang berkaitan dengan berpura-pura bermain dan kognisi serta sebentar mensintesis penelitian terbaru tentang peran bermain seperti pada kognitif anak-anak, sosial, dan pengembangan akademik. Artikel itu mencatat bahwa ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berkualitas tinggi berpura-pura bermain merupakan fasilitator penting dari perspektif mengambil dan pemikiran abstrak kemudian, bahwa itu dapat memfasilitasi tingkat yang lebih tinggi kognisi, dan bahwa ada hubungan yang jelas antara pura-pura bermain dan kompetensi sosial dan linguistik. Artikel tersebut juga mencatat bahwa masih ada kebutuhan besar untuk penelitian tentang hubungan antara kualitas tinggi pura-pura bermain dan pengembangan keterampilan akademik tertentu. Artikel ini diakhiri dengan diskusi tentang tantangan dan arah kebijakan potensial yang disarankan oleh temuan penelitian.

Pengantar
 
Meskipun bermain telah menjadi komponen kurikulum mapan dalam pendidikan anak usia dini, meningkatnya penekanan pada akuntabilitas tampaknya telah menyebabkan penurunan yang sesuai dalam pemahaman umum dari kontribusi penting yang berkualitas tinggi play-terutama berpura-pura bermain dapat membuat anak-anak berkembang kognitifnya pada awal tahun. Artikel ini mendefinisikan cluster konsep yang berkaitan dengan berpura-pura bermain dan kognisi; sebentar mensintesis penelitian terbaru tentang peran bermain seperti di kognitif anak-anak, sosial, dan pengembangan akademik; dan membahas tantangan dan arah kebijakan potensial yang disarankan oleh temuan-temuan penelitian ini.
Hubungan konseptual antara sambilan dan Pengembangan Kognitif
Karena perkembangan kepura-puraan, bahasa reseptif dan ekspresif, dan representasi mental semua dimulai kira-kira pada usia yang sama (biasanya antara usia 1 dan 2), peneliti telah memperkirakan hubungan konseptual yang kuat antara proses-proses tersebut. pura-pura bermain membutuhkan kemampuan untuk mengubah objek dan tindakan simbolis; itu ditindaklanjuti dengan dialog interaktif sosial dan negosiasi; dan melibatkan pengambilan peran, pengetahuan skrip, dan improvisasi. Banyak strategi kognitif yang dipamerkan selama kepura-puraan, seperti perencanaan bersama, negosiasi, pemecahan masalah, dan tujuan mencari. Sebuah pertanyaan besar yang menarik bagi para peneliti adalah apakah bersamaan terjadinya ini kemampuan mengembangkan bukti dari timbal balik atau sebab-akibat hubungan-yang, yang berpura-pura, bahasa, dan kognisi semua bagian dari sistem, timbal balik pengembangan terpadu, atau tidak pengalaman anak-anak dengan berpura-pura memiliki efek kausal pada pengembangan kompetensi kognitif dan bahasa? Meskipun jawaban atas pertanyaan ini masih dalam penelitian, jelas bahwa kepura-puraan memainkan peran penting dalam kehidupan anak-anak muda dan bahwa periode arti-penting yang meluas selama bertahun-tahun sekolah dasar juga (Bergen, 1998). Baru-baru ini "Teori kognitif berpura-pura" telah diusulkan (Nichols & Stich, 2000), yang menunjukkan bahwa ada "ruang kerja mental yang terpisah" dalam otak manusia yang bisa menjelaskan fenomena berpura-pura. Meskipun tidak ada penelitian telah mengkonfirmasi teori ini, itu berfungsi untuk menekankan betapa pentingnya hubungan play / kognisi adalah untuk manusia dan untuk menunjuk ke arah kemungkinan kerjasama neuroscience di penelitian di masa depan hubungan ini. Hal ini lebih mungkin bahwa berpura-pura bermain melibatkan banyak daerah otak karena melibatkan emosi, kognisi, bahasa, dan tindakan sensorimotor, dan dengan demikian dapat mempromosikan perkembangan koneksi sinaptik padat (Bergen & Coscia, 2001).
 
Penelitian baru-baru ini di sambilan dan Pengembangan Kognitif
 
Hubungan pura-pura bermain (terutama berpura-pura interaktif sosial) untuk perkembangan kognitif telah lama menjadi topik yang menarik penelitian di kalangan pendidik dan psikolog, dan sejumlah studi yang dilakukan pada 1970-an dan awal 1980-an akhir didukung hipotesis tentang hubungan ini. Sebagai contoh, studi awal terkait bermain untuk anak-anak muda kesiapan matematika (Yawkey, 1981), kemampuan linguistik / literasi (Pellegrini, 1980), fungsi kognitif dan kontrol impuls (Saltz, Dixon, & Johnson, 1977), kompetensi representasional (Pederson, Rook -Green, & Elder, 1981), dan pemecahan masalah keterampilan (Smith & Dutton, 1979). Penelitian terbaru telah menjelajahi beberapa komponen kognitif diduga sangat terkait dengan dalih, seperti kemampuan mental representasi (yaitu, teori pikiran), pemecahan masalah dan strategi kognitif lainnya, kompetensi sosial dan linguistik, dan pengembangan keterampilan akademik.
 
Teori Pembangunan Pikiran
 
Kemungkinan hubungan antara kepura-puraan dan pengembangan representasi mental (Teori Pikiran-TOM) telah dipelajari secara ekstensif dalam dekade terakhir. Berasal dari pandangan bahwa kepura-puraan melibatkan representasi mental (Leslie, 1987) dan dari studi bermain peran sebagai bentuk perspektif mengambil (Rubin & Howe, 1986), serangkaian studi eksperimental menggunakan pemahaman anak terhadap keyakinan palsu (yaitu, tidak akurat kepercayaan yang dianut oleh orang lain) telah dieksplorasi kepura-puraan dan TOM masalah. Lillard (1998) telah menunjukkan bahwa kepura-puraan melibatkan "keluar dari frame bermain" negosiasi antara pemain dengan pandangan yang berbeda, representasi simultan objek dalam dua cara (nyata dan berpura-pura), bermain peran membutuhkan bertindak keluar pikiran dan tindakan orang lain, dan penggambaran emosi yang tepat untuk situasi bervariasi dan aktor-yang semuanya menunjukkan bahwa berpura-pura memiliki kemampuan representasi mental. Menggunakan versi percobaan dari tugas palsu-keyakinan, sejumlah studi telah menemukan bahwa anak-anak tidak menunjukkan kemampuan untuk mengenali keyakinan palsu sampai sekitar usia 4 atau 5, meskipun mereka terlibat dalam transformasi objek dan peran mengambil dalam kepura-puraan pada usia lebih awal. Lillard menunjukkan bahwa anak-anak muda mungkin melihat berpura-pura sebagai tindakan tidak representasi mental. Namun, dia baru-baru ini menyarankan bahwa bermain pura-pura dapat berfungsi untuk anak-anak sebagai cara untuk membuat "Twin Earth" yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam dan alasan tentang situasi nonactual (Lillard, 2001). Kebanyakan penelitian TOM telah dilakukan dalam pengaturan laboratorium, dan beberapa peneliti telah mencatat bahwa anak-anak muda sering menunjukkan pemahaman pemikiran dan keyakinan orang lain di alami pura-pura bermain mereka. Peneliti lain telah menggunakan metode eksperimental disesuaikan untuk memperjelas aspek TOM apa anak-anak muda mungkin memiliki.
 
Misalnya, Joseph (1998), dalam serangkaian percobaan yang diperiksa pemahaman 3 dan 4-year-olds 'perilaku sukarela dan mereka dilakukan dengan sengaja selama berpura-pura, menyimpulkan bahwa 4-year-olds dipahami maksud sebagai penyebab tindakan dan bahwa mereka mewakili perilaku berpura-pura mental, tidak hanya sebagai tindakan. Ia menegaskan bahwa pertanyaan Lillard ini diperlukan penalaran yang lebih canggih yang mengakibatkan meremehkan TOM anak-anak. Cassidy (1998) menemukan bahwa lebih banyak anak mampu atribut suatu keyakinan palsu untuk agen ketika keyakinan bahwa adalah tentang sesuatu yang terjadi di pura-pura bermain tetapi bahwa "realitas Bias" mempengaruhi kemampuan mereka untuk merespon dengan benar dalam situasi nonplay. Abu-Akel dan Bailey (2001), dalam studi TOM membandingkan tugas menggunakan referensi bahasa indexical (misalnya, setidaknya abstrak) untuk referensi bahasa simbolik (misalnya, membutuhkan abstraksi), menemukan bahwa persentase yang lebih tinggi dari 4-year-olds berhasil di tugas TOM ketika referensi indexical digunakan.
Dalam situasi bermain pura-pura dengan orang tua, Kavanaugh, Eizenman, dan Harris (1997) menemukan bahwa anak-anak dari 2 ½ acara lembaga independen (membuat orang replika jangan berpura-pura tindakan) dan intersubjektivitas (memiliki pemahaman bersama dengan yang lain dalam kegiatan yang umum). Sinclair (1996), dengan menggunakan contoh naturalistik, menegaskan bahwa kemampuan anak-anak untuk menggunakan penipuan menunjukkan bahwa mereka memiliki teori pikiran pada usia lebih awal dari 4. Dalam sebuah studi longitudinal, Jenkins dan Astington (2000) mengamati bersama perencanaan dan peran tugas anak-anak selama kepura-puraan sosial dan menemukan bahwa tingkat dari TOM diprediksi extensiveness kemampuan ini. Mereka menunjukkan bahwa teori pikiran adalah akuisisi bertahap selama periode usia 2 sampai 6. Meskipun perkembangan anak-anak dari representasi mental merupakan prestasi kognitif penting yang diperlukan untuk kemampuan akademik seperti membaca pemahaman dan penggunaan simbol-simbol matematika, studi longitudinal mengeksplorasi hubungan antara kepura-puraan anak, teori pikiran, dan melek huruf, matematika, atau keterampilan akademik lainnya belum dilaporkan.
Badan ini teori dan penelitian telah menimbulkan banyak pertanyaan yang perlu eksplorasi lebih lanjut; itu menunjukkan, bagaimanapun, bahwa berkualitas tinggi berpura-pura bermain adalah fasilitator penting dari perspektif mengambil dan pemikiran abstrak kemudian.
 
Problem Solving dan Strategi Kognitif Lainnya
 
Sejumlah peneliti telah berfokus pada hubungan bermain untuk strategi kognitif tertentu seperti self-regulation, narasi ingat, divergen pemecahan masalah, dan memerintah pemahaman. Berikut Vygotsky (1978), yang berteori bahwa anak-anak menggunakan pidato pribadi dalam bermain untuk mengatur perilaku mereka, akhirnya mengubah pidato pribadi ini menjadi self-regulation melalui pemikiran internal, Krafft dan Berk (1998) dibandingkan pidato pribadi anak-anak prasekolah di Montessori dan tradisional play-berorientasi program dan menemukan bahwa pidato lebih pribadi terjadi dalam pengaturan play-berorientasi, terutama saat bermain pura-pura dengan karakter fantasi. Mereka menyimpulkan bahwa, pada tingkat prasekolah, "membuat-percaya bermain berfungsi sebagai konteks penting untuk pengembangan pengaturan diri" (hal. 637), kontras temuan mereka kepada orang-orang dari Winsler dan Diaz (1995), yang menemukan kurang pribadi pidato saat bermain spontan yang tidak terstruktur (tidak terfokus pada permainan pura-pura). Mereka berpendapat bahwa kepura-puraan sosial, yang mengharuskan anak-anak untuk menentukan tujuan tugas dan membawa mereka keluar, memberikan lebih banyak kesempatan untuk pidato pribadi yang mengatur diri sendiri daripada pengaturan bermain lebih kompleks dan pengaturan dengan tugas memiliki tujuan yang telah ditentukan dan arah guru besar. Studi pidato swasta yang dilakukan dalam pengaturan kelas primer telah biasanya menunjukkan bahwa selama tugas, anak-anak lakukan menggunakan pidato pribadi tetapi itu berkurang dengan kelas tiga sebagai proses self-regulatory secara bertahap diinternalisasi. Mungkin karena kurangnya kesempatan bermain di pengaturan utama, penggunaan pidato pribadi selama bermain pura-pura telah dipelajari hanya pada tingkat prasekolah, dan studi tentang transisi dari pidato swasta di play-berorientasi berorientasi pada tugas situasi di tingkat prasekolah belum dilaporkan.
Dalam sebuah penelitian yang dirancang untuk mengeksplorasi perubahan kognitif yang mendasari bermain pura-pura dan pemahaman struktur naratif, Kim (1999) dibandingkan 4- dan anak-anak 5 tahun dalam kondisi yang melibatkan berpura-pura bermain berlakunya cerita untuk kondisi menggunakan cerita saja dan menemukan bahwa anak-anak di berpura-pura kondisi bermain digunakan narasi lebih elaboratif dan memiliki kadar struktur naratif. Kemampuan untuk menggunakan narasi merupakan kemampuan yang penting yang muncul. Anak dalam penelitian ini juga memiliki narasi ingat yang lebih baik segera setelah berlakunya berpura-pura dan pada periode waktu kemudian ketika diminta oleh gambar dan tokoh-tokoh boneka. Meskipun pura-pura bermain difasilitasi recall dari struktur naratif yang kompleks pada dua periode pertama kalinya, tidak ada perbedaan di recall pada periode waktu kemudian ketika tidak ada petunjuknya yang digunakan, dan tidak ada perbedaan dalam kemampuan anak untuk menjawab encoding dan inferensi pertanyaan. Peneliti menyimpulkan, bagaimanapun, bahwa berpura-pura bermain tidak memfasilitasi recall narasi dan ekspresi selama jangka waktu yang lebih singkat.
 
Dalam meta-analisis, Fisher (1992) menunjukkan bahwa ada tubuh bukti yang menunjukkan efektivitas bermain, terutama sosiodrama bermain, dalam mempromosikan kemampuan pemecahan masalah. Dalam rangka untuk menjelaskan apa jenis bermain dan pemecahan masalah yang terkait dan apakah hubungan ini yang searah atau timbal balik, Wyver dan Spence (1999) melihat dua jenis pemecahan masalah (divergen dan konvergen), dua jenis masalah yang berbeda pemecahan (figural dan semantik), dan berbagai jenis permainan dan bermain tingkat sosial. Dalam satu studi (mengendalikan IQ), mereka menemukan hubungan antara kepura-puraan tematik dan pemecahan masalah yang berbeda semantik dan antara bermain kooperatif dan baik semantik dan figural divergen pemecahan masalah. Mereka kemudian memberi beberapa anak yang berbeda pemecahan masalah pelatihan (figural dan semantik) dan menemukan bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan pemecahan masalah figural dan bermain tematik untuk kelompok terlatih. Mereka memberi anak-anak lain berpura-pura pelatihan bermain (tematik / asosiatif, tematik / koperasi, atau koperasi / nonthematic) dan menemukan kelompok pelatihan tematik meningkat dalam bermain tematik dan pemecahan masalah semantik, sedangkan kelompok bermain koperasi meningkat dalam bermain kooperatif dan pada kedua semantik dan masalah figural pemecahan. Para peneliti menyimpulkan bahwa tampaknya ada timbal balik, daripada searah, hubungan antara pemecahan masalah dan berpura-pura bermain, dengan bermain sosial koperasi memiliki pengaruh yang lebih umum pada pemecahan masalah yang berbeda dan bermain tematik memiliki pengaruh yang lebih spesifik pada pemecahan masalah semantik. Mereka menyarankan penelitian lebih lanjut tentang hubungan yang kompleks.
Dalam sebuah studi observasional, Curran (1999) menyelidiki struktur pemerintahan yang digunakan oleh 3-, 4-, dan anak-anak 5 tahun di kepura-puraan sosial mereka. Dia diidentifikasi baik aturan eksplisit bahwa anak-anak bisa mengartikulasikan (misalnya, bermain adil, mengambil peran) dan aturan implisit bahwa dibangun anak-anak tetapi biasanya tidak bisa mengartikulasikan (misalnya, melibatkan orang lain, terus urutan berpura-pura). Jika aturan di set pertama rusak, bermain berhenti, tetapi dengan set kedua, aturan yang dipelajari secara bertahap oleh para pemain yang kurang berpengalaman, dan "master pemain" mencoba untuk menyalurkan mereka yang kurang akrab dengan aturan-aturan ini untuk menjaga bermain akan . Curran menunjukkan bahwa perkembangan aturan implisit, khususnya, membutuhkan baik berpikir divergen dan pemahaman struktur pemerintahan. Ini adalah keterampilan yang diperlukan untuk keberhasilan sekolah.
bukti penelitian ini pada pemecahan masalah dan strategi kognitif lainnya, sementara tidak luas, tidak menunjuk kedua untuk cara implisit dan eksplisit bahwa kualitas tinggi kepura-puraan dapat memfasilitasi tingkat yang lebih tinggi kognisi.
 
Kompetensi sosial dan Linguistic
 
Karena berpura-pura melibatkan penggunaan bahasa dan berlangsung dalam konteks sosial, banyak studi dari kepura-puraan mencakup informasi tentang kompetensi sosial dan linguistik, yang juga penting bagi keberhasilan sekolah. Dalam sebuah studi observasional yang luas bermain pura-pura, Sawyer (1997) menemukan bahwa, daripada mengikuti naskah, banyak kepura-puraan bursa improvisasi terlibat anak-anak prasekolah dan yang implisit, di-frame strategi bermain lebih berhasil daripada eksplisit, out-of- strategi bingkai. Dia memberikan contoh kaya pameran anak-anak keterampilan dalam menggunakan improvisasi dalam kepura-puraan. Gerakan untuk berpura-pura sosial yang kompleks tidak terjadi dengan lancar untuk beberapa anak, namun, seperti peneliti mempelajari konsekuensi dari kesulitan sosial atau bahasa pada bermain dan perkembangan kognitif telah diamati. Misalnya, Rubin dan Coplan (1998) melaporkan serangkaian studi yang diikuti anak-anak yang dipamerkan nonsosial atau "ditarik" perilaku bermain selama prasekolah; mereka menemukan bahwa penarikan sosial awal memprediksi rekan penolakan, kecemasan sosial, kesepian, depresi, dan negatif harga diri pada masa kanak-kanak kemudian dan remaja, serta memiliki implikasi negatif bagi keberhasilan akademis. Para peneliti menyatakan bahwa dalam budaya AS, penarikan sosial mungkin memiliki konsekuensi lebih negatif bagi anak laki-laki, tetapi dalam budaya di mana perilaku pasif, dikendalikan, dan pendiam dihargai (misalnya, Cina), konsekuensi dari perilaku ini mungkin berbeda. perbedaan gender dalam bermain juga dapat mempengaruhi penyesuaian TK, dengan anak-anak yang memiliki perilaku bermain soliter-pasif dan perempuan yang memiliki perilaku bermain soliter-aktif yang dinilai lebih buruk disesuaikan oleh guru (Coplan, Gavinski-Molina, Lagace-Seguin, & Wichmann, 2001).
 
Proses pembangunan bermain juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi. Pengamatan pada dua periode waktu bermain anak-anak yang berpartisipasi dalam program prasekolah Judul saya di 22 ruang kelas tidak menunjukkan peningkatan yang sama dalam kepura-puraan sosial yang biasanya ditemukan dari waktu ke waktu di kebanyakan studi prasekolah (Farran & Son-Yarbrough, 2001). Dalam penelitian ini, negara bermain dengan hubungan yang paling positif untuk kuantitas perilaku verbal adalah bermain asosiatif (di mana anak-anak berinteraksi secara singkat), tapi selama dua periode waktu, bermain asosiatif menurun sedangkan bermain paralel (di mana anak-anak bermain sepanjang sisi lain tapi tidak berinteraksi) meningkat. Tren ini adalah yang paling jelas dalam Judul I kelas prasekolah mendaftarkan proporsi terbesar dari anak-anak dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Ada juga tidak ada peningkatan jumlah total interaksi verbal selama dua periode waktu, sebuah temuan yang selaras dengan penelitian yang paling. Karena peningkatan kepura-puraan sosial dan penggunaan bahasa tidak diamati, para peneliti mengungkapkan kekhawatiran bahwa prasekolah tersebut dapat "memfasilitasi pengenalan perilaku dengan harapan lingkungan sekolah umum tetapi tidak dapat memberikan pemahaman dasar dan pengalaman untuk menjaga kesuksesan itu awal dari menghilang setelah kurikulum menjadi lebih menuntut "(hlm. 259).
Para peneliti mempelajari anak-anak yang memiliki cacat telah menunjukkan pentingnya kepura-puraan sosial untuk pengembangan anak-anak ini dan kesulitan anak-anak tersebut sering dalam terlibat dalam kepura-puraan sosial. Odom, McConnell, dan Chandler (1993) menemukan bahwa guru melaporkan bahwa sekitar 75% dari anak-anak cacat memerlukan bantuan dengan keterampilan sosial. Namun, dalam review penelitian pada keterampilan bermain simbolik dari anak-anak cacat bahasa, Casby (1997) menyimpulkan bahwa perbedaan yang sebenarnya mereka dalam kemampuan bermain simbolik tampak cukup kecil; mereka memiliki "kinerja defisit simbolik lebih daripada defisit kompetensi simbolik" (hlm. 477). Artinya, kemampuan mereka untuk menggunakan ide-ide simbolis dalam bermain mungkin mirip dengan anak-anak tanpa cacat bahasa. Karena masalah bahasa mereka, namun, mereka kurang mampu membuat tema kepura-puraan dan peranan yang jelas dalam permainan mereka. Demikian pula, Guralnik dan Hammond (1999) menemukan bahwa anak-anak cacat pameran pola bermain transisi ringan (yaitu, dari soliter ke paralel untuk sosial) yang kongruen dengan orang-orang dari rekan-rekan yang khas, meskipun transisi dapat terjadi sedikit kemudian. Di sisi lain, pola bermain sosial dan berpura-pura dari anak-anak dengan gangguan autis cenderung berbeda dari anak-anak lain baik karena mereka tidak memiliki representasi mental dan kompetensi bahasa yang diperlukan untuk berpura-pura sosial atau karena mereka tidak memiliki keterampilan dalam menghasilkan skema baru secara spontan (Jarrold, Boucher, & Smith, 1996). Hestenes dan Carroll (2000)
mengamati kelas inklusif dengan nomor kira-kira sama dari biasanya mengembangkan anak-anak dan anak-anak cacat dan menemukan bahwa mereka yang tidak cacat terlibat dalam lebih kooperatif dan kurang bermain soliter daripada mereka yang cacat. Meskipun kedua kelompok anak-anak memilih kegiatan serupa, biasanya mengembangkan anak-anak berinteraksi lebih sering dengan anak-anak cacat dari yang diharapkan. Mereka berpendapat bahwa, sementara efek dari pengaturan inklusif pada pola bermain anak-anak penyandang cacat belum jelas, pengaturan tersebut tidak muncul untuk mengganggu bermain anak-anak biasanya berkembang. pendidik khusus sering menggunakan metode intervensi bermain seperti skrip latihan untuk mempromosikan anak-anak muda berpura-pura bermain kemampuan, karena hubungan yang dihipotesiskan antara keterampilan ditingkatkan bermain dan ditingkatkan kognitif, sosial, dan pengembangan bahasa (Neeley, Neeley, Justen, & Tipton-Sumner, 2001 ).
Singkatnya, penelitian telah menunjukkan beberapa kaitan yang jelas antara kompetensi sosial dan linguistik dan berkualitas tinggi berpura-pura; dengan demikian, keterlibatan dalam kepura-puraan tersebut dengan rekan-rekan dapat membantu perkembangan anak-anak di daerah-daerah.
 
Pengembangan Keterampilan Akademik
 
Sejumlah penelitian pengembangan keterampilan keaksaraan melalui bermain, yang menanamkan bahan literasi dalam pengaturan bermain di prasekolah, TK, dan program multiage, telah biasanya menunjukkan peningkatan dalam penggunaan anak-anak dari bahan literasi dan keterlibatan dalam tindakan keaksaraan (misalnya, Christie & Enz, 1992; Einarsdottir 2000; Neuman & Roskos, 1992; Stone & Christie, 1996). Menggunakan seperti intervensi keaksaraan, Vukelich (1994) menemukan bahwa kemampuan anak-anak TK untuk membaca cetak tertanam dalam lingkungan meningkat. Dalam sebuah studi longitudinal, Bergen dan Mauer (2000) menemukan bahwa anak-anak yang memiliki tingkat tinggi bermain dengan bahan literasi di prasekolah yang mungkin pembaca spontan tempat tanda-tanda dan memiliki lebih besar berpura-pura verbalizations di "kota-building" kegiatan pada usia 5 . Roskos dan Neuman (1998) telah menunjukkan bahwa, meskipun keaksaraan muncul dapat ditingkatkan melalui bermain, penelitian lebih lanjut membandingkan kemanjuran melek terkait bermain pendekatan dengan metode lain untuk meningkatkan keterampilan keaksaraan masih diperlukan, seperti studi longitudinal.

Menggunakan strategi yang sama dengan penelitian keaksaraan-embedding, Masak (2000) diperkaya pengaturan pura-pura bermain anak-anak prasekolah 'dengan artefak menekankan simbol jumlah dan menemukan bahwa anak-anak dalam pengaturan matematika yang diperkaya terlibat dalam lebih bicara dan kegiatan yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika; Namun, efek tidak meluas ke bentuk konseptual yang lebih matang. Meskipun tidak secara khusus difokuskan pada kepura-puraan, sebuah studi longitudinal di mana anak-anak prasekolah yang dinilai pada kompleksitas bermain blok mereka (yang memiliki komponen simbolik tinggi) dan kemudian diikuti dalam tahun-tahun sekolah tinggi ditemukan (mengendalikan IQ dan jenis kelamin) hubungan yang positif dengan kelas tujuh nilai tes matematika dan langkah-langkah SMA nilai matematika, jumlah kursus matematika, dan sejumlah penghargaan program (Wolfgang, Stannard, & Jones, 2001). Para peneliti berspekulasi bahwa alasan tidak ada hubungan yang ditemukan dengan ketiga dan nilai ujian kelas lima mungkin karena "keterampilan minimum dan menghafal" tes yang digunakan pada mereka nilai sebelumnya, dan bahwa ketika anak-anak mengembangkan resmi proses pemikiran operasional oleh kelas tujuh, ini mungkin membangun pengalaman bermain awal mereka. Mereka menunjukkan bahwa lebih peneliti terlibat dalam "penelitian longitudinal yang empiris untuk posisi yang diambil dalam mendukung pembelajaran bermain dan kurikulum" (hlm. 174).
Masih ada kebutuhan besar untuk penelitian tentang hubungan antara kualitas tinggi berpura-pura bermain dan pengembangan keterampilan akademik tertentu; Namun, mungkin karena lingkungan sekolah yang khas tidak memberikan waktu yang cukup bagi anak-anak untuk terlibat dalam tema diperpanjang kepura-puraan sosial, baris ini penelitian belum luas.

Tantangan dan Kebijakan Arah Disarankan oleh Research Terbaru
Meskipun penelitian sebelumnya pada / hubungan perkembangan kognitif bermain memberikan beberapa dukungan untuk kurikulum di program untuk anak-anak bermain berbasis di bawah usia 5, itu sedikit pengaruh pada TK dan sekolah dasar praktek. Baru-baru ini, karena negara dan penekanan nasional pada kinerja tes kecakapan, bahkan segmen kecil dari waktu bermain pura-pura sosial yang telah diizinkan (jika tidak didorong) di sekolah, seperti taman kanak-kanak "pilihan" waktu dan istirahat istirahat, menghilang. Pers untuk "kesiapan akademis" melalui pengajaran terkonsentrasi dan langsung alfabet, angka, warna, dan keterampilan lainnya kini mempengaruhi jumlah waktu yang dialokasikan untuk bermain di TK. Tren ini telah memiliki efek negatif pada bermain pura-pura sosial, yang membutuhkan periode waktu terganggu diperpanjang untuk mengembangkan kompleksitas. Dengan demikian, salah satu tantangan besar bagi para pendukung bermain tersebut adalah untuk dapat mengartikulasikan kepada para pembuat kebijakan bagaimana perkembangan anak-anak dari jenis keterampilan kognitif yang ditunjukkan dalam kepura-puraan sama pentingnya (atau bahkan lebih penting) untuk kesiapan akademis dan keberhasilan sekolah paling lambat menghafal set standar informasi resmi yang ditargetkan sebagai kompetensi anak usia dini. Bahkan jika bermain belum terbukti menjadi penyebab keberhasilan sekolah jangka panjang, buktinya sangat jelas bahwa itu adalah komponen hidup bersama terintegrasi kemajuan perkembangan anak muda. Selanjutnya, karena sebagian besar tes sekarang sedang dirancang untuk anak-anak SD usia memerlukan keterampilan yang kuat representasional, kemampuan pemecahan masalah, dan kecanggihan sosial-linguistik, para pendukung bermain harus siap untuk menunjukkan bagaimana pengembangan keterampilan kognitif yang dilakukan di pura-pura bermain juga penting untuk kinerja tes yang baik. Sayangnya, sebagian besar bukti penelitian ini telah datang dari skala kecil studi cross-sectional yang mungkin tampak tidak relevan dengan pendidik dan pembuat kebijakan; Oleh karena itu tantangan lain untuk peneliti adalah untuk me-mount beberapa penelitian yang lebih luas dan berorientasi pada praktek (sebaiknya longitudinal) untuk menyelidiki hubungan play / kognisi dalam pengaturan anak usia dini yang beragam. Pendidik harus menolak kebijakan yang mengurangi waktu untuk pengalaman bermain pura-pura sosial di prasekolah dan nilai utama dan bekerja untuk meningkatkan dana untuk penelitian tentang hubungan play / kognisi pada anak usia dini.
 
Singkatnya, ada semakin banyak bukti yang mendukung banyak koneksi antara kompetensi kognitif dan berkualitas tinggi berpura-pura bermain. Jika anak tidak kesempatan untuk mengalami bermain seperti itu, kapasitas jangka panjang mereka berkaitan dengan metakognisi, pemecahan masalah, dan kognisi sosial, serta bidang akademik seperti membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan, mungkin akan berkurang. Keterampilan kompleks dan multidimensional yang melibatkan banyak daerah otak yang paling mungkin untuk berkembang dalam suasana kaya berkualitas tinggi bermain pura-pura.
 
 

Analisis dan Kritik
 Jurnal ini berisi tentang data temuan lapangan dari beberapa riset tentang pengaruh bermain peran (pura-pura) terhadap perkembangan kognitif anak. Adapun manfaat dari bermain peran melingkupi: mengembangkan keterampilan akademik, kemampuan problem solving, membangun pikiran atau kognitif dan mengasah kompetensi sosial dan linguistik anak, dari beberapamanfaat itu sudah ada pembuktian penelitiannya yang sudah tertera isi jurnal ini.
 Untuk sekala karya ilmiah, jurnal ini bagus untuk dijadikan referensi, tetapi untuk penyajian datanya kurang mendetail sehingga cukup menyulitkan ketika menganalisis jurnal ini, yang akan berakibat salah persepsi dan salah hipotesa dari proses pemahaman jurnal ini. Perlu adanya pembuktian dengan data yaitu melalui penyertaan contoh permainan perannya atau skrip cerita yang digunakan dalam penelitian.   

 three
JURNAL
METODE PERKEMBANGAN KOGNITIF
ANAK USIA DINI

Description: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR3mm4RtcSE_k6zkjxu_jT3H9D7VTmTgxaERUkHxAUNNTJ1VRRSPw

Disusun Oleh :

Marfuah            : 1411070171
Kelas/jur/fak     : D/ PGRA/Tarbiya
Semester           : IV (EMPAT)






FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2015/2016






PENERAPAN METODE BERMAIN PUZZLE GEOMETRI
UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
DALAM MENGENAL BENTUK

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk setelah diterapkan metode bermain Puzzle Geometri pada kelompok A semester II di TK Intan Pertiwi Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakankelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah 10 orang anak yang terdiri dari 7 laki-laki dan 3 perempuan. Data penelitian tentang perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk dikumpulkan dengan metode observasi. Data hasil penelitian dianalisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukan bahwa terjadi peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk setelah penerapan metode bermain Puzzle Geometri pada siklus I sebesar 71,50% yang berada pada katagori sedang ternyata mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,00% yang termasuk kategori sangat tinggi. Jadi, terdapat peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak setelah di terapkan metode bermain Puzzle Geometri sebesar 19,50%















 
Pendahuluan
Pentingnya nilai pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu upaya yang dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan melalui jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan pondasi atau dasar jenjang pendidikan selanjutnya.
Menurut undang-undang No 20 Tahun 2003 dalam permendiknas No.58 Nasional bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai pada usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain PAUD merupakan suatu kebutuhan mendasar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Anak usia dini memerlukan berbagai kegiatan untuk mengorganiasikan informasi dalam otak, apabila anak hanya diberi sedikit arahan, maka anak akan mengalami kesulitan untuk memahami apa yang telah anak lihat dan pelajari (Siti Aisyah dkk, 2009:5.32). anak usia dini memerlukan kegiatan pembelajaran yang menarik sesuai dengan kebutuhannya, agar berbagai aspek perkembangan pada anak usia dini sudah seharusnya merujuk cara bekerja otak akan tumbuh hebat bila diberi tantangan dan rangsangan. Perkembangan kognitif tahap praoprasional merupakan tahap persiapan untuk mengorganisasikan operasi yang konkrit. Tahap pemikiran anak lebih logis, anak belum memahami konsep kekekalan ddan belum memahami dan memikirkan aspek lebih secara bersamaan.
Rahma (2009:51) kognitif merupakan ranah kejiwaan yang berpusat di otak dan berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan). Dalam perkembangan kognitif  banyak hal yang dapat dikembangkan seperti mengenal lambang bilangan, konsep bilangan,memecahkan masalah sederhana,warna, mengenal bentuk, ukuran, pola dan sebagainya.
Sehubung dengan perkembangan  kognitif, kondisi presentase hasil belajar yang masih sangat rendah ini disebabkan oleh penggunaan cara-cara konvesioanal dalam pembelajaran anak, seperti kecendrungan guru menggunakan metode ceramah dan kurangnya inovasi dalam pembelajaran sudah dijelaskan oleh guru tetapi banyak anak yang kurang aktif dan kurang berkonsentrasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan diatas diperlukan solusi alternatif dalam mengatasi beberapa permasalahan tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode bermain Puzzle Geometri guru dapat mengamati sejauh mana motivasi belajar anak dan peningkatan perkembangan kogniti anak khususnya meningkatkan perkembangan kognitif anak khususnya meningkatkan konsentrasi dalam mengenal bentuk.

Kajian Teori
Sebelum memaparkan pengertian bermain, terlebih dahulu diulas pengertian bermain. Bermain adalah dunia anak-anak yang merupakan hak asasi bagi anak usia dini dan hakiki pada masa prasekolah. Landreth (2011) dalam Marasaoly (2009:9) mengemukakan bahwa bermain merupakan bagian integrasi dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi , perkembangan emosi, keterampilan sosial, dan perkembangan kognitif pada anak-ana. Dalam hal ini, aktivitas anak-anak merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,emosional, dan sosial.
Ahli kedua yaitu Gordon & Browne (1985) dalam sujiono (2007:7.6) menyatakan bahwa bermain adalah pekerjaan pada masa kanak-kanak dan cermin dari perumbuhan anak.selanjutnya adalah Dworetsky (1990) dala sujiono(2007:7.6) menyatakan bermain merupakan suatu kegiatan yang lebih mengutamakan cara daripada hasil yang diperoleh dan tentunya mampu memberikan kesenangan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulakan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak belajar berkomunikasi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Selain itu dapat menurunkan stress dan penting untuk meningkatkan kematangan mental serta sosial anak.
Berdasarkan beberapauraian teori tentang metode bermain diatas dapat disimpulkan bahwa metode bermain merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang memberikan kesenangan bagi anak dalam melakukan kegiatan yang diarahkan oleh guru. Dalam hal ini metode bermain yang dimaksud adalah bermain dengan suatu peraturan atau langkah-langkah kegiatan yang telah disusun semenarik mungkin oleh guru dengan tujuan tertentu agar menarik minat belajar pada metode bermain, tetapi mampu melatih anak agar lebih fokus untuk menyelesaikan tugasnya dengan mengikuti langkah-langkah peraturan pada setiap permainan yang dilakukan.
Metode bermain bila diterapkan dalam pembelajaran anak usia dini akan mapu menarik dan memotifasi belajar anak melalui bermain sambil belajar. Anak-anak akan nyaman belajar dalam suasana bermain yang dapat menyenangkan anak, maka pembelajaran pun lebih mudah diterima.
Perkembangan kognitif anak juga ditentukan dari lingkungan dimana anak tinggal. Pentingnya lingkungan dalam perkembangan kognitif, perkembangan intelektual dapat dikaji menggunakan pendekatan sistem pengolahan informasi yang menganalisis perkembangan keterampilan kognitif seperti perhatian, kemampuan akademik bentuk informasi yang disimpan dalam sistem ingatan dapat bersifat verbal maupundengan menggunakan gambar.

Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin media yang berarti “tengah” Sudarman Danim (1995:97) menyatakan bahwa media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu yang digunakan ileh guru dalam rangka berkomunikasi dengan siswa. Dari pengertian media tersebut diatas dapat ditegaskan bahwa media adalah segala bentuk perantara yang digunakan oleh sumber untuk dapat diterima pelajaran sehingga terjadi proses belajar.

Pengertian Mind Maping
Dikembangkan oleh Tony Buzan, seorang Psikologi dari inggris. Beliau adalah penemu Mind Map (peta pikiran). Mind maping dapat diartikan sebagai proses memetakan pikiran untuk menghubungkan pikiran untuk menghubungkan konsep-konsep permasalahan tertentu dari cabang-cabang sel saraf membentuk kolerasi konsep menuju pada suatu pemahaman dan hasilnya dituangkan langsung keatas kertas dengan animasi yang disukai dan gampang dimengerti oleh pembuatnya. Sehingga tulisan yang dihassilkan merupakan gambaran langsung dari cara kerja koneksi-koneksi di dalak otak.
Mind maping adalah cara mengembangkan kegiatan berfikir ke segala arah menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut. Mind maping mengembangkan cara berfikir divergen dan berfikir kreatif. Mind maping yang sering kita sebut dengan peta konsep adalah alat berfikir organisasional yang sangat hebat yang juga merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak untuk mengambil informasi itu ketika dibutuhkan (Tony Buzan, 2008:4)
Menurut Tony Buzan, Mind Maping dapat membantu kita untukbanyak hal seperti , menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan pikiran, mengingat dengan baik, belajar lebih cepat dan efisien serta melatih gambar keseluruhan.
Peta pikiran merupakan tampilan catatan menyeluruh dalam satu halaman dengan gambar-gambar dan lain sebagainya sehingga akan memberikan kesan yang lebih dalam. Otak sering mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol,suara, bentuk-bentuk dan perasaan. Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan sehingga dapat memicu ingatan dengan lebih mudah bagi anak (Deporter & Hernacki, 2000:152). Dari beberapa pendapat diatas dapat ditegaskan bahwa mind maping adalah peta dari alur pikiran yang dibuat dengan warna-warni, garis dan gambar maupun simbol serta sedikit kata-kata gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama ditengah dan subtopik yang dihubungkan dengan cabang-cabang. Mind maping untuk media pembelajaran di TK tidak memerlukan banyak sub topik, sebab apabila terlalu banyak maka mind map akan penuh dengan gambar maupun tulisan yang membingungkan anak. Mind map untuk anak Tk menonjolkan gambar yang jelas dan warna-warni yang menarik

Manfaat Mind Map
            Ditinjaudari segi waktu mind maping juga dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan karena metode ini dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal dalam waktu yang lebih singkat. Dengan kata lain, Mind maping mampu memangkas waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh individu.

Beberapa manfaat metode pencatatan menggunakan Mind maping,anatara lain:
1.      Tema utama terdenifisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah
2.      Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama
3.      Hubungan masing-masing informasi scara mudah dapat segera dikenali
4.      Lebih mudah dipahami dan diingat
5.      Masing-masing Mind maping sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingat
6.      Mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci

Kelebihan Mind Mapping
Setiap informasi baru yang masuk pikiran akan secara otomatis terhubung pada informasi yang sudah ada di otak. Semakin banyak informasi yang diperlukan. Dengan mind map, semakin banyak yang diketahui dan dipelajari akan semakin mudah untuk balajar dan mengetahui labih banyak hal.
Barikut kelebihan dalam menggunakan mind map menurut Buzan (2008:13), antara lain :
1.      Mind map adalah sistem akses dan pengambilan kemabali data yang baik untuk otak
2.      Mambantu balajar, mengatur dan menyimpan sebanyak mungkin informasi serta menggolongkan informasi tersebut secara wajar sehingga memungkinkan untuk mendapay akses dengan cepat
3.      Dapat menghilangkanbanyak pikiran atau informasi dari otak

Dari pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa kelebihan dari penggunaan media mind mapping di TK yaitu anak dapat mengatur informasi tersebut.

Cara Membuat Mind Mapping
Mind map adalah alat berfikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Mind map memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak dirancang, seperti terhadapa mana perlu memberikannya membiasakan diri kembali.
Beberapa hal penting dalam membuat peta pikiran ada dibawah ini, yaitu :
1.      Pastikan tema utama terletak ditengah-tengah. Contohnya, apabila kita sedang mempelajari sejarah kemerdekaaan indonesia, maka tema utamanya adalah sejarah indonesia.
2.      Dari tema utama, akan muncul tema-tema turunan yang masih berkaitan dengan tema utama. Dari utama sejarah indonesia, maka tema-tema turunan dapat terdiri dari : periode, wilayah, bentuk perjuangan, dll.
3.      Cari hubungan antara setiap tema dan tanda dengan garis, warna atau simbol. Dari setiap tema turunan pertama akan muncul lagi tema turunan kedua, ketiga dan seterusnya. Maka langkah berikutnya adalah mencari hubungan yang ada antara setiap tema turunan . gunakan garis, warna, panah atau cabang dan bentuk-bentuk simbol lain untuk menggambarkan hubungan diantara tema-tema turunan tersebut. Pola-pola hubungan ini akan membantu kita memahami topik yang sedang kita baca. Selain itu peta pikiran yang telah dimodifikasi dengan simbol dan lambang yang sesuai dengan selera kita, akan jauh lebih bermakna dan menarik dibandingkan peta pikiran yang miskin warna.
4.      Gunakan huruf besar. Huruf besar akan mendorong kita untuk hanya menuliskan poin-poin penting saja di peta pikiran. Selain itu, membaca suatu kalimat dalam gamabar akan jauh lebih mudah apabila dalam huruf besar dibandingkan huruf kecil. Penggunaan huruf kecil bisa diterapkan pada poin-poin yang sifatnya menjelaskan poin kunci.
5.      Buat peta pikiran dikertas polos dan hilangkan proses edit. Ide dari peta pikiran adalah agar kita berfikir kreatif. Karenanya gunakan kertas polos dan jangan mudah tergoda untuk memodifikasi peta pikiran pada tahap-tahap awal. Karena apabila kita terlalu dini melakukan modifikasi pada peta pikiran, maka sering kali fokus kita akan berubah sehingga manghambat penyerapan pemahaman tema yang sedang kita pelajari.
6.      Sisakan ruangan untuk penambahan tema. Peta pikiranyang bermanfaat biasanya adalah yang telah dilakukan penambahan tema dan modifikasi berulang kali selama beberapa waktu. Setelah menggambar peta pikiran versi pertama, biasanya kita akan menambahkan informasi, menulis pertanyaan atau menandai poin-poin penting. Karenanya selalu sisakan ruang di kertas peta pikiran untuk penambahan tema.  

Fungsi Mind Map
Mind map melibatkan kedua sisi otak karena Mind map menggunakan gambar, warna dan imajinasi (wilayah otak kanan) bersamaan dengan kata, angka, logika (wilayah otak kira). Menurut Tony Buzan, ada beberapa kerja otak yang dapat mendorong sinergis dan asosiasi. Cara kita membantu mind map juga mendorong sinergis dengan cara cabang tumbuh keluar untuk mambantu anak-anak cabang lain mendorong kita akan menciptakan lebih banyak ide dari setiap pikiran yang kita tambahkan kedalam mind map.
Mind map juga membantu otak membuat loncatan pengertian dan imajinasi besar melalui asosiasi. Jika kita hanya membuat daftar sederhana tentang sebuah gagasan, kemungkinan besar kita tidak menghasilkan jumlah ide yang sama seperti jika kita membuat mind map. Semakin sering kita menggunakan peta pikiran di dalam kehidupan sehari-hari, semakin mudahlah kita melibatkan kedua sisi otak, ingtalah semakin sering kita mengulang sesuatu, semakin mudah kita melakukannya. Memang sebaiknya kita menganggap mind map sebagai eksteraanalisasi pikiran-pikiran didalam kepala. Ini berarti banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan menggunakan bahwa mind map dapat diperoleh dengan menggunakan peta pikiran.




Strategi mind map







Kerangka Pikir (kritisi)
Mind mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu anak menggunakan seluruh potensi otak agar optimun. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Metode ini mempermudah memasukan informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Mind mapping merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak.
Mind mapping dapat digunakan disemua bidang, dalam pembuatan mind mapping ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan minf mapping berbentuk tampilan konsep-konsep secara skematis yang mampu menunjukan makna berdasarkan proposisi. Mind mapping atau peta pikiran sangat efektif karena mind mapping melibatkan/bekerja sama, mimnd mapping merupakan peta rute yang hebat bagi ingatan memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal.

Four 

Tugas Jurnal
Metodologi Pengembangan Kognitif dan Kreatifitas AUD
(PENGGUNAAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN MAHADUL QURAN )

https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR3mm4RtcSE_k6zkjxu_jT3H9D7VTmTgxaERUkHxAUNNTJ1VRRSPw

Dosen  : Dr. Nilawati Tadjuddin, M.Si.

Disusun Oleh  
Nama  : Maria Lusyana
NPM    : 1411070172

IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFAL
BANDAR LAMPUNG
2016




PENGGUNAAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN MAHADUL QURAN
Oleh: NURAINI KURNIASIH NIM: 10030058

ABSTRAK


Latar belakang penelitian ini menunjukan bahwa alat permainan edukatif (APE) di perlukan sebagai media untuk mengembangkan berbagai aspek pengembangan anak usia dini yang diantaranya berpengaruh terhadap pengembangan kognitifnya. Dengan tujuan memperoleh data tentang: (1) Jenis alat permainan edukatif apa saja yang digunakan untuk menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran (2) Bagaimana proses penggunaan alat permainan edukatif dalam kegiatan pembelajaran di Kelompok Bermain Mahadul Quran yang dapat menstimulasikan perkembangan kognitif anak-anak (3) Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam pemanfaatan alat permainan edukatif terhadap perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran (4) Bagaimana hasil atau dampak penggunaan alat permainan edukatif yang digunakan dalam menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran.
Konsep yang di gunakan adalah konsep pendidikan non formal, alat permainan edukatif dan perkembangan kognitif anak usia dini metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Dalam penelitian ini jumlah responden
20 orang yang terdiri dari warga belajar Kelompok Bermain Ma’hadul Quran. Dua orang tutor dan satu orang pengelola. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara.
Berdasarkan data dan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan alat permainan edukatif pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap perkembangnan kognitif yang mampu merangsang kreatifitas ana, menjadi media pencapaian keterampilan tertentu mendidik mental dan komunikasi anak. Merangsang anak berfikir dan berkembang serta memberikan keamanan bagi kesehatan fisik dan rohani anak.
Kata kunci: Alaa permainan edukatif (APE), perkembangan kognitif, anak usia dini




A. PENDAHULUAN


Pendidikan pada hakekatnya  merupakan suatu proses yang  terus  menerus  dan  menjadi  dasar  bagi kelangsungan kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia memperoleh informasi, nilai-nilai, pengertian, perasaan, pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin.

Mengacu undang-undang nomor 20 tahun 2003, pasal 1
Butir  14  tentang  sistem  pendidikan  nasional, pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan  yang  di  tunjukan  bagi  anak  sejak  lahir


sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan. Untuk membantu pertumbuhan  dan  perkembangan  jasmani  dan  rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Salah  satu  bentuk  Pendidikan  Anak  Usia  Dini  pada jalur non formal adalah kelompok bermain, dalam buku acuan menu pembelajaran pada kelompok bermain. Diknas (2001 :2).

Kelompok bermain merupakan salah satu pendidikan pra sekolah yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan    luar    sekolah    dengan    mengutamakan


kegiatan bernain untuk membantu meletakan dasar pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta bagi anak usia 5 tahun sampai memasuki pendidikan dasar, Kelompok Bermain tersebut juga dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini.

Pendidikan  Anak  Usia  Dini  merupakan  upaya pembinaan upaya yang ditunjukan untuk anak usia 0-6 tahun dalam aspek kesehatan, gizi, dan spikososial (kognitif, sosial  dan emosional)  yang dilakukan  oleh lingkungan yang berpengaruh besar pada tumbuh kembang anak, melalui program pendidikan anak usia dini diharapkan dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya.

Dilihat  dari  perkembangan  aspek  kognitif, perkembangan   anak   nampak   pada   kemampuannya dalam menerima, mengelola dan memahami informasi- informasi yang sampai kepadanya.

Menurut Kartini Kartono (dalam Content Team, 2007) bahwa  perkembangan  kognitif  pada  masa  ini  berada pada periode operasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis (kegiatan   yang   dilakukan   atau   diselesaikan   secara mental bukan fisik).

Dalam aktivitasnya PAUD adalah pendidikan yang mengguanakan metode belajar melalui bermain. Belajar   melalui   bermain   memberikan   kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekan dan mendapatkan  bermacam-macam  konsep  serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya.

Melalui bermain yang menyenangkan anak menyelidiki dan memperoleh pengalaman yang kaya baik dengan dirinya sendiri, lingkungan maupun orang disekitarnya, dapat mengorganisasikan berbagai pengalaman dan kemampuan kognitif, sosial, emoso, moral, bahasa, dan seni.

Kegiatan bermain itu sendiri sebenarnya ada yang dapat dilakukan tanpa alat tetapi pada umumnya kegiatan bermain lebih banyak menggunakan alat.

Alat permainan yang baik bagi anak adalah alat permainan yang memenuhi  kriteria:  mampu merangsang kreatifitas anak, mmenjadi media pencapaian keterampilan tertentu, mendidik mental dan komunikasi anak, merangsang anak berfikir dan berkembang  serta  memberikan  keamanan  bagi kesehatan fisik dan rohani anak. Istilah alat permainan


ini  seringkali  dilengkapi  menggunakan  istilah  lain, yaitu alat permainan edukatif (APE).

Dari uraian dan pendapat-pendapat diatas menunjukan bahwaalat  permainan  edukatif  (APE)  diperlukan sebagai media untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan  anak  usia  dini.  Pada  proses pembelajaran di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an pemanfaatan APE sangat dioptimalkan, karena menurut sumber   belajar   disana,   APE   sangat   berpengaruh terhadap perkembangan anak, terutama perkembangan kognitifnya.



B. PROSEDUR PENELITIAN


Metodelogi   pentelitian   adalah   cara   berfikir   atau berbuat  yang  di  persiapkan  dengan  sebaik-baiknya dalam  mengadakan  penelitian  dan  untuk  mencapai tujuan suatu penelitian”.


Untuk menentukan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk mengungkap data dan informasi tentang penggunaan AlatPermainan Edukatif terhadap perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran. Oleh sebab iti metode yang digunakan adalah metode deskriptif.


Metodde deskriptif bertujuan untuk menjelaskan peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa sekarang secara actual tanpa menghiraukan kejadian sebelim dan sesudah dengan cara mengolah, menganalisa, menafsirkan dan menyampaikan pada hasil penelitian (Nazir, 2002 :89). Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang jelas dan mendalam mengenai  penggunaan  Alat  Permainan  Edukatif terhadap perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran.


Berdasarkan pertimbangan rumusan masalah penelitian yang ingin di ungkap dengan menggunakan metode ini, peneliti dapa mendeskripsikan apa yang telah di teliti tentang penggunaan Alat Permainan Edukatif terhadap Perkembangan Kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran.


C. PEMBAHASAN DAN HASIL

Berdasarkan hasil penelitian,maka pada bagian ini akan dibahas mengenai pertanyaan penelitian yang telah di rumuskan. Adapun aspek aspek yang akan di bahas


diantaranya adalah: 1) Jenis Alat Permainan Edukatif (APE) yang dipergunakan untuk menstimulasi perkembangan kogtnitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran, 2) Proses penggunaan Alat Permainan Edukatif dalam kegiatan pembelajaran di Kelompok Bermain Mahadul Quran yang dapat menstimulasikan perkembangan kognitif anak, 3)Faktor pendorong dan penghambat dalam pemanfaatan Alat Permainan Edukatif terhadap perkembangan kognitif anak usia dini, dan 4) Hasil penggunaan Alat Permainan Edukatif yang digunakan dalam menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran.

1. Jenis Alat Permainan Edukatif (APE) yang dipergunakan untuk menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an.

Bermain merupakan dunia anak - anak, karena itu bermain merupakan hak anak yang harus kita akui, sesuai dengan kodratnya yaitu bermain oleh sebab itu media yang tepat sangat membantu dalam seluruh aspek perkembangan anak, seperti penyedian alat permainan yang bersifat konstruktif dan edukatif.

Fungsi alat permainan adalah untuk mengenal lingkungan dan juga mengajar anak mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya. Soegeng Santoso (2002:52) mengemukakan bahwa ” Fungsi alat permainan diantaranya untuk melatih panca indra dan kecerdasan, menanamkan nilai agama, norma, etika, moral, budi pekerti, melatih kecerdasan intelektual anak, mengembangkan fantasi, imajinasi, dan idealism anak, membuat anak senang dan sebagainya”.

Alat permainan yang baik bagi anak adalah yang memenuhi  criteria:  mampu  menstimulasi perkembangan  kognitif  anak  ,  menjadi  media pencapaian keterampilan tertentu, mendidik mental dan komunikasi anak, tidak berbahaya, merangsang anak berpikir dan berkembang serta memberikan keamanan bagi kesehatan fisik dan rohani anak.

Alat permainan yang digunakan antara lain:

a. Alat Permainan Edukatif (APE) Dalam, antara lain :

. Platisin


.Dadu Kreatif

.Miniatur rambu-rambu lalu lintas

.Balok kayu

.Papan pasak bulat

.Lazy Puzzle

.Boneka tangan

.Buku cerita

.Gambar jenis-jenis binatang dan tanaman

b. Alat   Permainan Edukatif (APE) Luar, antara lain: Tangga Majemuk

2. Proses Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif (APE)
di Kelompok Bermain Mahadul Quran

Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif di Kelompok Bermain   Mahadul   Qur’an   dilakukan   melalui   tiga tahapan pembelajaran, yaitu:

1. Tahap  persiapan  yaitu  sumber  belajar menyiapkan  tema  materi  yang akan disampaikan, lalu menyediakan alat permainan yang akan digunakan.
2. Tahap  pelaksanaan  yaitu  sumber  belajar berperan sebagai       fasilitator dengan mempersiapkan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian dan minat anak, sehingga anak dapat meresapinya.
3. Tahap   evaluasi   yaitu   sumber   belajar memberikan penilaian yang dilihat dari performan anak selama pembelajaran dan melaporkannya kepada orang tua setiap hari melalui buku pegangan orang tua.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran

Berdasarkan analisis yang terdapat pada faktor pendorong dan penghambat tersebut berasal dari dalam (internal) antara lain, pertama adalah sarana penunjang pembelajaran  (APE,  alat  peraga,  papan  tulis,  kelas) yang   cukup memadai, kedua adalah motivasi warga belajar  cukup  antusias  dan  memiliki  motivasi  tinggi


untuk belajar, ketiga adanya respon pengelola dan sumber belajar, kepedulian pengelola dalam mengurus dan membina serta dedikasi yang tinggi terhadap kelompok bermain di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an terus berkembang secara perlahan dan sumber belajar terus termotivasi untuk memberikan pengajaran yang maksimal. Kreativitas sumber belajar dalam memberikan  pengajaran  menjadi  pendorong terwujudnya kemajuan warga belajar khususnya dalam perkembangan kognitifnya, penggunaan APE yang sesuai sehingga warga belajar senantiasa dilatih kemampuan berhitung dan kemampuan sains yang merupakan bagian dalam pengembangan kognitif anak. Sedangkan  faktor  penghambat  yang berada  di  dalam antara  lain  :  pertama  dari  segi  sarana  dan  prasarana yang masih harus diperbaiki, kedua yaitu pemberian materi yang harus lebih kreatif sehingga warga belajar tidak mengalami situasi penurunan motivasi, ketiga kualitas  sumber  belajar  dalam  penyampaian  materi sudah cukup kreatif dan profesional dalam memberikan pembelajaran namun kekurangan yang cukup dirasakan sumber daya manusia (SDM) sumber belajar masih minim.

b.Faktor Dari Luar (Eksternal)

Faktor pendorong dari luar antara lain, pertama adalah lingkungan keluarga dan kedua lingkungan masyarakat, sedangkan faktor penghambatnya antara lain pertama dari keluarga masih berupa dukungan moril belum menyentuh materil dan yang kedua partisipasi masyarakat kurang begitu optimal dalam memberikan sumbangan atau apresiasi berupa materil.

4.Hasil Penggunaan Alat Permainan Edukatif (APE) Terhadap Perkembangan Kognitif Anak

Hasil  dari  penelitian  ternyata  penggunaan  alat permainan edukatif dalam menstimulasi perkembangan kognitif warga belajar dapat meningkatkan perkembangan kognitif warga belajar. Hal ini terlihat dari   meningkatnya   perkembangan   kognitif   warga belajar setiap bulannya, yang diwujudkan dalam pemahaman konsep - konsep matematika sederhana dan pemahaman konsep - konsep sains sederhana.

Adapun pembahasan secara terperinci tentang indikator kemampuan  kognitif  pada  warga  belajar  yang mengalami perkembangan adalah sebagai berikut:


a.Pemahaman konsep - konsep matematika sederhana, antara lain:

- Kemampuan warga belajar dalam memahami bilangan

-Kemampuan warga belajar dalam mengisi pola

-   Kemampuan   warga   belajar   dalam   mengetahui berbagai bentuk geometri

-   Kemampuan   warga   belajar   dalam   mengetahui berbagai ukuran

- Kemampuan warga belajar dalam memahami konsep waktu

b. Pemahaman konsep - konsep sains sederhana, antara lain:

- Kemampuan warga belajar dalam dalam mengamati sesuatu

- Kemampuan warga belajar dalam mencoba

- Kemampuan warga belajar dalam mengelompokan suatu benda

- Kemampuan warga belajar dalam membandingkan

D. KESIMPULAN

Perkembangan suatu bangsa ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa tersebut. Semakin tingginya kualitas SDM disuatu bangsa maka semakin pesat  perkembangan  bangsa  tersebut.  Peranan pendidikan dapat terealisasi   melalui suatu lembaga pendidikan formal maupun non formal.

Berdasarkan   hal   tersebut   maka   dapat   disimpulkan betapa  pentingnya  pendidikan  anak  usia  dini. Pendidikan  anak  usia  dini  berperan  dalam pengembangan potensi anak yang akan berpengaruh terhadap  pertumbuhan  dan  perkembangannya,  yang pada akhirnya akan menentukan kepribadian, watak, serta  keadaan jasmani anak dikemudian hari.

Berdasarkan permasalahan di atas berkaitan dengan pentingnya pendidikan anak usia dini, maka Kelompok Bermain Mahadul Quran sebagai salah satu lembaga non formal merupakan salah satu wadah pendidikian anak usia dini yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang dalam hal


ini melakukan kegiatan pembelajaran melalui kegiatan bermain dengan menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) yang salah satunya untuk menstimulus perkembangan kognitif anak usia dini. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya tentang penggunaan alat permainan edukatif di Kelompok Bermain  Mahadul  Quran  maka  dapat  ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.   Jenis   alat   permainan   edukatif   apa   saja   yang digunakan untuk menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Qur’an? antara   lain:   (a)   Alat   Permainan   Edukatif   Dalam, berupa : platisin, dadu kreatif, miniature rambu - rambu lalu lintas, balok kayu, papan pasak bulat, lazy, aneka puzzle, boneka tangan, buku cerita, gambar jenis binatang dan tanaman. (b) Alat Permainan Edukatif (APE) luar, yaitu : tangga majemuk.

2. Bagaimana proses penggunaan Alat Permainan Edukatif dalam kegiatan pembelajaran di Kelompok Bermain Mahadul Quran yang dapat menstimulasi perkembangan kognitif anak? Dapat dilakukan melalui tiga  tahapan  pembelajaran,  yaitu  :  tahap  persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam pemanfaatan Alat Permainan Edukatif terhadap perkembangan kognitif anak   usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran? Faktor Pendorongnya antara lain: sarana penunjang pembelajaran (APE, ALAT PERAGA, PAPAN TULIS, KELAS) yang cukup memadai, (b) Motivasi warga belajar, (c) Kualitas sumber belajar dalam penyampaian materi sudah cukup kreatif dan professional dalam memberikan pembelajaran, (d) Lingkungan keluarga, (e) Lingkungan masyarakat, sedangkan  Faktor Penghambat antara lain: (a)  Masih  cukup  banyak  sarana  maupun  APE  yang harus diperbaiki, dioptimalkan dan diperbaharui, (b) Pemberian materi yang harus lebih kreatif sehingga warga belajar tidak mengalami situasi penurunan motivasi, (c) Sumber Daya Manusia sumber belajar masih minim, (d) Partisipasi keluarga sudah cukup baik berupa moril namun belum menyentuh materil, (e) Partisipasi  masyarakat  juga  kurang  optimal  terutama dalam memberikan sumbangan atau apresiasi berupa materil.

4.  Bagaimana  hasil  dari penggunaan  Alat Permainan Edukatif yang digunakan dalam menstimulasi perkembangan kognitif anak usia dini di Kelompok Bermain Mahadul Quran? Hasilnya dapat diwujudkan daiam pemahaman konsep-konsep matematika sederhana, konsep waktu, dan pemahaman konsep sains sederhana.




E. DAFTAR PUSTAKA


Piaget,   J.   (2005).   Teori   Perkembangan   Kognitif. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembang an_kognitif [2 Januari 2009]

Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran
Bandung: CV. Alfabeta

Santoso,   S.   (2002).   Pendidikan   Anak   Usia   Dini.
Jakarta: Rineka Cipta

Sardin  dan  Zaman,  B.  (2008).  Pengembangan  APE.
Modul Pekuliahan: Bahan Ajar PAUD 12

Kartono,  K.  (1990).  Pengantar  Metodelogi  Research
Sosial. Bandung: Alumni

Moeslichatoen,  R.  (2004).  Metode  Pengajaran  dan
Taman Kanak Kanak. Jakarta: Rineka Cipta

Nurihsan, J. (2007). Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam  Pengembangan        Permainan Edukatif dan Alat           Permainan     Edukatif     Bagi Pendidikan Anak           Usia Dini. [Online]. Tersedia:
http://fauzi_btg/implementasi teoriperkembangan.html. [5 Februari 2009]



Munandar, U. (2004). Mengembangkan Bakatb dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Bagi para Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT. Grasindo


A.    Pengertian Mind Map
Mind Maping pertama kali dikembangkan oleh Tony Buzan, seorang Psikolog dari Inggris. Beliau adalah penemu  Mind Map (Peta Pikiran), Ketua Yayasan Otak, pendiri Klub Pakar (Brain Trust) dan pencipta konsep Melek Mental. Mind map diaplikasikan di bidang pendidikan, seperti teknik, sekolah, artikel serta menghadapi ujian.Mind maping dapat diartikan sebagai proses memetakan pikiran untuk menghubungkan konsep-konsep permasalahan tertentu dari cabang-cabang sel saraf membentuk korelasi konsep menuju pada suatu pemahaman dan hasilnya dituangkan langsung di atas kertas dengan animasi yang disukai dan gampang dimengerti oleh pembuatnya. Sehingga tulisan yang dihasilkan merupakan gambaran langsung dari cara kerja koneksi-koneksi di dalam otak. Mind maping adalah cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut. Mind maping mengembangkan cara berpikir divergen dan berpikir kreatif. Mind mapping yang sering kita sebut dengan peta konsep adalah alat berpikir organisasional yang sangat hebat yang juga merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi itu ketika dibutuhkan (Tony Buzan , 2008:4).
B.     Manfaat Mind Maping
Ditinjau dari segi waktu Mind maping juga dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan karena metode ini dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal, dalam waktu yang lebih singkat. Dengan kata lain, Mind maping mampu memangkas waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan linear yang memakan waktu menjadi pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh individu.

Beberapa manfaat metode pencatatan menggunakan Mind mapping, antara lain:
  1. Tema utama terdefinisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah.
  2. Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama.
  3. Hubungan masing-masing informasi secara mudah dapat segera dikenali.
  4. Lebih mudah dipahami dan diingat.
  5. Informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan struktur Mind mapping, sehingga mempermudah proses pengingatan.
  6. Masing-masing Mind mapping sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingatan.
  7. Mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.
C.    Membuat Mind Maping
Mind Map  adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Mind map memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagimana otak dirancang, seperti yang secara internal selalu digunakan otak, dan terhadap mana perlu memberiarkannya membiasakan diri kembali.

Beberapa hal penting dalam membuat peta pikiran ada dibawah ini, yaitu:
  1. Pastikan tema utama terletak ditengah-tengah. Contohnya, apabila kita sedang mempelajari pelajaran sejarah kemerdekaan Indonesia, maka tema utamanya adalah Sejarah Indonesia.
  2. Dari tema utama, akan muncul tema-tema turunan yang masih berkaitan dengan tema utama. Dari tema utama Sejarah Indonesia, maka tema-tema turunan dapat terdiri dari: Periode,Wilayah, Bentuk Perjuangan ,dll.
  3. Cari hubungan antara setiap tema dan tandai dengan garis, warna atau simbol. Dari setiap tema turunan tertama akan muncul lagi tema turunan kedua, ketiga dan seterusnya. Maka langkah berikutnya adalah mencari hubungan yang ada antara setiap tema turunan. Gunakan garis, warna, panah atau cabang dan bentuk-bentuk simbol lain untuk menggambarkan hubungan diantara tema-tema turunan tersebut. Pola-pola hubungan ini akan membantu kita memahami topik yang sedang kita baca. Selain itu Peta Pikiran yang telah dimodifikasi dengan simbol dan lambang yang sesuai dengan selera kita, akan jauh lebih bermakna dan menarik dibandingkan Peta Pikiran yang miskin warna.
  4. Gunakan huruf besar. Huruf besar akan mendorong kita untuk hanya menuliskan poin-poin penting saja di Peta Pikiran. Selain itu, membaca suatu kalimat dalam gambar akan jauh lebih mudah apabila dalam huruf besar dibandingkan huruf kecil. Penggunaan huruf kecil bisa diterapkan pada poin-poin yang sifatnya menjelaskan poin kunci
  5. Buat peta pikiran dikertas polos dan hilangkan proses edit. Ide dari Peta Pikiran adalah agar kita berpikir kreatif. Karenanya gunakan kertas polos dan jangan mudah tergoda untuk memodifikasi Peta Pikiran pada tahap-tahap awal. Karena apabila kita terlalu dini melakukan modifikasi pada Peta Pikiran, maka sering kali fokus kita akan berubah sehingga menghambat penyerapan pemahaman tema yang sedang kita pelajari.
  6. Sisakan ruangan untuk penambahan tema. Peta Pikiran yang bermanfaat biasanya adalah yang telah dilakukan penambahan tema dan modifikasi berulang kali selama beberapa waktu. Setelah menggambar Peta Pikiran versi pertama, biasanya kita akan menambahkan informasi, menulis pertanyaan atau menandai poin-poin penting. Karenanya selalu sisakan ruang di kertas Peta Pikiran untuk penambahan tema.








https://mahmuddin.files.wordpress.com/2009/12/laws.jpg?w=300&h=225
 (Gambar mind map : penggunaan alat permainan edukatif (ape) terhadap perkembangan kognitif dalam metode mind map anak usia dini di kelompok bermain mahadul quran)
Analisis :
Ya saya sangat setuju permainan edukatif melalui metode mind map betapa  pentingnya  pendidikan  anak  usia  dini. Pendidikan  anak  usia  dini  berperan  dalam pengembangan potensi anak yang akan berpengaruh terhadap  pertumbuhan  dan  perkembangannya,  yang pada akhirnya akan menentukan kepribadian, watak, serta  keadaan jasmani anak dikemudian hari. Berdasarkan permasalahan di atas berkaitan dengan pentingnya pendidikan anak usia dini, maka Kelompok Bermain Mahadul Quran sebagai salah satu lembaga non formal merupakan salah satu wadah pendidikian anak usia dini yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak ini melakukan kegiatan pembelajaran melalui kegiatan bermain dengan menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) yang salah satunya untuk menstimulus perkembangan kognitif anak usia dini.




 five


JURNAL PENERAPAN METODE MIND MAP MELALUI BERMAIN PUZZLE GEOMETRIUNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK DALAM MENGENAL BENTUK


Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester dalam mata kuliah pengembangan kognitif AUD
Dosen Pengampu: Dr.Hj Nilawati Tajhudin M.Si


Disusun Oleh
NAMA            :Maya Rosita
NPM               :1411070174


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFAL (PGRA)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG 1437H/2016M


PENERAPAN METODE MIND MAP MELALUI  BERMAIN PUZZLE GEOMETRIUNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAKDALAM MENGENAL BENTUK

Komang Srianis¹, Ni Ketut Suarni², Putu Rahayu Ujianti³

¹ 3Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
²Jurusan Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: komangsrianis@yahoo.co.id, tut_arni@yahoo.com,

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk melalui metode peta pikiran setelah dengan bermain Puzzle Geometri pada kelompok A semester II di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah 10 orang anak yang terdiri dari 7 laki – laki dan 3 perempuan. Data penelitian tentang perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk dikumpulkan dengan metode observasi. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk melalui metode peta pikiran dengan bermain Puzzle Geometri pada siklus I sebesar 71,50% yang berada pada kategori sedang ternyata mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,00% yang termasuk kategorisangat tinggi. Jadi, terdapat peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentukmelalui metode peta pikiran pada anak setelah diterapkan metode bermain Puzzle Geometri sebesar 19,50%.
Kata kunci: metode peta pikiran, Puzzle Geometri, perkembangan kognitif

Abstract

The aim of this research was to study the improvement within cognitive development in knowing  mind mapping shape after the application of the playing method Geometric Puzzle to the A group children TK PGRI Singaraja during the second semester in the academic year 2013/2014. This study was a classroom action-based research which was carried out in two cycles with 10 children as the subjects consisted of 7 males and 3 females. The data on the cognitive development in knowing shape were collected by observation method. The data in this reasearch were analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive analysis methods. The result of the data analysis shows that there was 71.50% improvement for the cognitive development in knowing  mind mapping shape after the application of the playing method Geometric Puzzle in the first cycle, which can be categorized as average, then, in fact it was 91.00% in the second cycle as a very high category. Therefore, the improvement for the cognitive development in knowing shape after the treatment was 19.50%.

Keywords: method of mind mapping, Geometric Puzzle, cognitive development












PENDAHULUAN

Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu upaya yangdilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan melalui jenjang pendidikan yang paling dasar yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang merupakan pondasi atau dasar dari jenjang pendidikan selanjutnya.Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009) tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai pada usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain,  PAUD merupakan suatu kebutuhan mendasar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sejalan dengan amanat UU tersebut di atas, Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat tingkat pencapaian perkembangan yang menggambarkan harapan pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak pada rentang usia tertentu, yang di dalamnya terdapat lima aspek perkembangan. Aspek-aspek perkembangan tersebut yaitu: (1) aspekperkembangan Nilai Moral dan Agama, (2) aspek perkembangan Fisik/Motorik, (3) aspek perkembangan Kognitif, (4) aspek perkembangan Bahasa, (5) aspek perkembangan Sosial Emosional, lima aspek ini diharapkan berkembang dengan sangat baik. Agar anak mencapai perkembangan yang optimal maka metode pembelajaran yang digunakan oleh guru serta daya dukung alat peraga atau media yang dapat menarik minat dan motivasi belajar peserta didik merupakan faktor yang berperan
langsung dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini ketepatan metode, media dan motivasi yang tinggi akan mempercepat proses pencapaian dan pemahaman terhadap materi pembelajaran tersebut. Fenomena yang terjadi di lapangan sungguh berbeda dengan harapan dan standar pendidikan anak usia dini. Salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan, pembelajaran di TK PGRI Singaraja kelompok A yang memiliki kendala yaitu masih rendahnya tingkatperkembangan peserta didik, khususnya dalam perkembangan kognitif. Hal ini didukung oleh hasil observasi dan wawancara (interview) dengan guru kelas kelompok A pada tanggal 15 Januari 2014, bahwa hambatan yang sering ditemui dan dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran mengelompokan bentuk adalah kurangnya konsentrasi anak saat menerima pembelajaran, sulitnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat dan kurangnya media yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi melalui pengumpulan nilai rapot yang berupa narasi diperoleh hasil analisis data kegiatan pembelajaran dalam pengembangan aspek kognitif anak masih sangat rendah dengan persentase PAP (Penilaian Acuan Patokan) 52,50%. (sumber: buku narasi guru TK PGRI Singaraja, semester I (ganjil) tahun pelajaran 2013/2014). Hal di atas menunjukkan taraf perkembangan anak masih tergolong sangat rendah yaitu dari 10 orang anak, 4 orang diantaranya mendapat nilai bintang satu (*) artinya anak belum berkembang, hal ini terlihat ketika melaksanakankegiatan pengenalan bentuk anak masihdiam atau anak tidak mampu menyebutkandan mengenal bentuk-bentuk geometri.Kemudian 2 orang mendapat nilai bintang dua (**) yang termasuk kategori mulaiberkembang, berarti dalam pembelajaranpengenalan bentuk anak sudah mampu mengenal hanya 1- 2 macam bentuk sajadan anak masih dibimbing oleh guru. Dan 4orang lainnya mendapat nilai bintang tiga
(***), ini berarti anak sudah mampumengenal bentuk, namun belum ada yangmendapat nilai bintang empat (****) yangtermasuk kategori anak mampu mengenalbentuk dengan sangat baik. Sehingga datatersebut menunjukkan bahwaperkembangan kognitif anak TK PGRISingaraja perlu ditingkatkan.Rahman (2009:51) “kognitif merupakanranah kejiwaan yang berpusat di otak danberhubungan dengan konasi (kehendak)dan afeksi (perasaan)”. Dalamperkembangan kognitif banyak hal yangdapat dikembangkan seperti mengenal
lambang bilangan, konsep bilangan,memecahkan masalah sederhana, warna,mengenal bentuk, ukuran, pola dansebagainya.


Selanjutnya Piaget dalam Sujiono(2007:3.5) mengidentifikasi empat periodeutama dalam perkembangan kognitif yaitu
1) tahap sensori motor, terjadi pada usia 0-2 tahun
2) tahap pra-operasional, terjadipada usia 2-7 tahun
3) konkret operasional,terjadi pada usia 7-11 tahun dan
4) formaloperasional, terjadi pada usia 11-15 tahun.
Jadi perkembangan kognitif anak usia dini adalah berada pada tahap pra operasional,pada usia 2 – 7 tahun yang merupakanperwujudan dari kemampuan indra ataupotensi aktivitas dalam menyesuaikan diridengan lingkungan sekitar.
Sehubungan dengan perkembangankognitif, kondisi persentase hasil belajar
yang masih sangat rendah ini disebabkanoleh penggunaan cara-cara konvensional
dalam pembelajaran anak, sepertikecenderungan guru menggunakan metode
ceramah, dan kurangnya inovasi dalam pembelajaran di TK serta masih kurangnya keberadaan media yang mampu menunjang motivasi anak mengikuti
pembelajaran. Walaupun kegiatan pembelajaran sudah dijelaskan oleh guru tetapi banyak anak yang kurang aktif dankurang berkonsentrasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan solusi alternatif dalam mengatasi beberapa permasalahan tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode mind map melalui bermain Puzzle Geometri.penerapan metode peta pikiran (mind mapping) akan mampu memberikan hasil belajar lebih optimal dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan kreatifitas serta dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak tentang permainan puzzle geometri. Melalui permainan Puzzle Geometri guru dapat mengamati sejauh mana motivasi belajar anak dan peningkatan perkembangan kognitif anak khususnya meningkatkan konsentrasi dalam mengenal bentuk. pembelajaran dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Sehingga peranan metodepembelajaran sangat strategis menuju hasil belajar yang optimal. Sebelum memaparkan pengertian metode bermain, terlebih dahulu diulas pengertian bermain. Bermain adalah dunia anak-anak, yang merupakan hak asasi bagi anak usia dini dan hakiki pada masa prasekolah. Landreth (2001) dalam Marasaoly (2009:9) mengemukakan bahwa bermain merupakan bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi, perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak.Dalam hal ini, aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminankemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial.
Ahli kedua yaitu Gordon & Browne (1985) dalam Sujiono (2007:7.6) menyatakan bahwa bermain adalah pekerjaan pada masa kanak – kanak dan cermin dari pertumbuhan anak. Selanjutnya adalah Dworetsky (1990) dalam Sujiono (2007:7.6) menyatakan bermain merupakan suatu kegiatan yang lebih mengutamakan cara dari pada hasil yang diperoleh dan tentunya mampu memberikan kesenangan. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak.
Bermain juga merupakan cara yang baik untuk anak belajar berkomunikasi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Selain itu dapat menurunkan stress dan penting untuk meningkatkan kematangan mental serta sosial anak.
Metode bermain, Montalalu (2008:4.34)menyatakan “metode bermain dalam pembelajaran di TK adalah suatu teknik penyampaian informasi yang ditujukan pada anak melalui alat permainan/kegiatan yang dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan pada anak. Dalam metode bermain terdapat aturan/teknik dan langkah – langkah dalam permainan yang wajib diikuti oleh pemain untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan beberapa uraian teori tentang metode dan bermain di atas dapat disimpulkan bahwa metode bermain merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang memberikan kesenangan bagi anak dalam melakukan kegiatan yang diarahkan oleh guru.
Dari begitu banyak strategi dan metode pembelajaran yang ada pasti memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam proses pembelajaran. Namun, dalam penelitian ini dipilih salah satu alternatif yang diterapkan dalam pembelajaran di TK yaitu pembelajaran melalui permainan puzzle geometri untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal bentuk yang menggunakan metode mind mapping. Mind mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya menggabungkan kerja otak kanan dan kiri. Alamsyah menyebutkan bahwa sistem kerja peta pikiran atau mind mapping adalah suatu teknik visual yang dapat menyelaraskan proses belajar dengan cara kerja alami otak. Pembelajaran ini mengajarkan untuk mencatat tidak hanya menggunakan gambar atau warna , sehingga dapat mengoptimalkan daya kerja otak dengan baik.
Dengan demikian sudah sangat memungkinkan guru khususnya guru TK agar lebih berkreatif dalam mengemas suatu kegiatan mengingat kemampuan dasar, serta dalam pembentukan prilaku sangat penting dikaitkan dalam perkembangan kemampuan anak. Dimana kegiatan yang disampaikan oleh guru untuk anak-anak diharapkan agar dilaksanakan secara inovatif dan kreatif. Upaya pengenalan bentuk dengan pendekatan pembelajaran mind mapping melalui kegiatan permainan puzzle geometri akan dapat berjalan dengan baik jika ditunjang dengan media pembelajaran yang relevan.
Penelitian ini menggunakan media yaitu Puzzle Geometri. Marasaoly (2009:25)
menyatakan “salah satu permainan edukatif yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan kecerdasan anak adalah permainan Puzzle”. Pada intinya, permainan ini dapat merangsang kecerdasan dan kreativitas anak. Dari kegiatan ini akan banyak muncul pengetahuan baru dan pengingatan kembali akan suatu materi pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Puzzle adalah permainan yang terdiri dari potongan gambar-gambar, kotak-kotak, bangunbangun, huruf-huruf dan angka-angka yang disusun menjadi sebuah permainan yang memiliki daya tarik. Sehingga permainan puzzle akan membuat peserta didik menjadi termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan merangkai potongan Puzzle secara tepat dan cepat. Puzzle Geometri adalah Puzzle yang kepingan-kepingan dari Puzzle tersebut berbentuk geometri (persegi, persegi panjang, segitiga, dan trapesium). PuzzleGeometri merupakan media yang terbuat dari kardus bekas atau karton atau stryofoam yang kepingan-kepingan Puzzletersebut dipotong berupa bentuk-bentuk geometri dan dibuat semenarik mungkin bagi anak untuk menarik minat belajar anak. Ciri – ciri Puzzle Geometri yaitu Puzzleyang terbuat dari gabus yang telah dibentuk, ditempeli gambar sesuai gambar yang diinginkan dan dipotong berbentuk potongan geometri (persegi, persegi panjang, segitiga, dan trapesium). Terakhir dilapisi lakban bening agar media Puzzlegeometri ini rapi, kuat dan aman apabila digunakan oleh anak dalam bermain ataupun media belajar.
Melalui Mind Mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Buzan (2013:4) menyatakan bahwa Mind Mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikir-an-pikiran kita. Mind Mapping juga sangat sempurna. Pusat Mind Mapping mewakili ide terpenting. Jalan-jalan utama yang menyebar dari pusat mewakili pikiranpikiran utama dalam proses pemikiran kita, jalan-jalan sekunder mewakili pikiranpikiran sekunder, dan seterusnya. Gambargambar atau bentuk-bentuk khusus dapat mewakili area-area yang menarik atau ideide menarik tertentu. semua Mind Mapping mempunyai kesamaan. Semuanya menggunakan warna. Menurut Damasio, saat otak mengingat informasi, biasanya dilakukan dalam bentuk gambar warnawarni, simbol, bunyi, dan perasaan. Semuanya memiliki struktur alami yang memancar dari pusat. Semuanya menggunakan garis lengkung, symbol, bentuk,kata, dan gambar yang sesuai dengan satu rangkaian aturan yang sederhana, mendasar, alami, dan sesuai dengan cara kerja otak (Deporter, 2010:225). Dengan Mind Mapping, daftar informasi yang panjang bisa dialihkan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur, dan mudah diingat yang bekerja selaras dengan cara kerja alami otak dalam melakukan berbagai hal.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka dilakukanlah penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) Melalui Permainan puzle geometri Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak dalam mengenal bentuk.Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada permasalahan pokok mengenai apakah Penerapan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) Melalui Permainan puzle geometri  Dapat Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak dalam mengenal bentuk.Jadi sebelum bermain puzzle, terlebih dahulu harus mengenal dan mampu membedakan tiap bentuk-bentuk pada kepingan puzzle yang akan dirangkai.
Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peningkatan Kemampuan Kognitif Anak Tentang bentuk Melalui Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) Dengan Permainan puzzle geometri Kelompok A Di TK PGRI Singaraja Tahun Ajaran 2013/2014.





















METODE

Penelitian ini dilaksanakan di TK PGRI Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 pada anak kelompok A. Subjek penelitian ini sebanyak 10 orang anakdengan 7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Penelitian ini tergolong jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Agung, (2012:2) menyatakan “PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktekpraktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional”.Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan yang dimunculkan di kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran guna meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian ini direncanakan sebanyak dua siklus, tetapi tidak menutup kemungkinan dilanjutkan kesiklus berikutnya apabila belum memenuhi target penelitian. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,pengamatan/evaluasi dan refleksi. Model penelitian tindakan kelas (PTK) dapat di gambarkan sebagai berikut.
Perencanaan
Siklus I
Pengamatan
Perencanaan
Siklus II
Pengamatan
Refleksi
Pelaksanaan
Refleksi
Pelaksanaan
?
 














Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, dkk 2012:16)
SIKLUS I Pelaksanaa
         Pengamatan
         Perencanaan
         Refleksi
SIKLUS II Pelaksanaa
         Pengamatan
         Perencanaan
         Refleksi
Pada tahap perencanaan tindakan dilakukan kegiatan menyamankan persepsi dengan guru mengenai penerapan metode bermain puzzle geometri, menyiapkan materi pelajaran yang sesuai dengan RKH. Menyiapkan media puzzle geometri yang di gunakan sesuai dengan tema yang diajarkan.Menyusun instrumen penelitianyaitu format penilaian observasi.Metode pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalahmetode observasi. Menurut Arikunto, dkk(2012:127) “Observasi adalah kegiatanpengamatan (pengambilan data) untukmemotret seberapa jauh efek tindakantelah mencapai sasaran”. Metode observasiadalah “suatu cara memperoleh datadengan jalan mengadakan pengamatandan pencatatan”(Agung 2012:61). Metodeobservasi digunakan dalam penelitian iniuntuk mengumpulkan data tentangperkembangan kognitif dalam pengenalanbentuk pada anak, pada saat prosespembelajaran berlangsung menggunakanmetode bermain puzzle geometri.Instrumen pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalahlembar observasi. Setiap kegiatan yangdiobservasi dikatagorikan ke dalam kualitasyang sesuai dengan pedoman padaPermendiknas No.58 Tahun 2009 yaitu, 1) bintang (*) belum berkembang, 2) bintang (**) mulai berkembang, 3) bintang (***) berkembang sesuai harapan, dan4) bintang (****) berkembang sangatbaik.



Berikut ini kisi-kisi instrumen penelitianpenerapan metode bermain puzzlegeometri untuk meningkatkanperkembangan kognitif dalam mengenalbentuk.
Tabel 01. Kisi-kisi Instrumen perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58, 2009)
Variable
Indikator
Perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk
1.      Mengenal dan menyebutkan macam-macam bentuk
2.      Memasangkan bentuk geometri dengan benda tiga dimensi yang bentuknya sama
3.      Memasangkan bentuk geometri sesuai dengan bentuknya
4.      Mengelompokkan bentuk geometri berdasarkan bentuk dan ukurannya
5.      Menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk utuh
Setelah data dalam penelitianterkumpul maka selanjutnya dilakukananalisis data. Dalam menganalisis data inidigunakan yaitu metode analisis statistikdeskriptif dan metode deskriptif kuantitatif.Kedua jenis metode analisis data tersebutdijelaskan sebagai berikut.Agung (2010:76) menyatakan bahwametode analisis statistik deskriptif ialahsuatu cara pengolahan data yang dilakukandengan jalan menerapkan teknik danrumus-rumus statistik deskriptif. Metodeanalisis data ini berupa: distribusi frekuensi,grafik, angka rata-rata, median, modus danstandar deviasi untuk menggambarkansuatu objek atau variabel tertentu sehinggadiperoleh kesimpulan umum.
Penerapan metode analisis statistikdeskriptif ini yaitu data yang diperoleh darihasil penelitian dianalisis dan disajikan kedalam a) tabel distribusi frekuensi, b)menghitung modus,c) menghitung median,d) menghitung angka rata-rata (mean), e)menyajikan data ke dalam grafik polygon.
Metode analisis deskriptif kuantitatifdigunakan untuk mengukur tinggirendahnya perkembangan kognitif dalammengenal bentuk pada anak yangdikonversikan ke dalam Penilaian AcuanPatokan (PAP) skala lima.
Tabel 02 Pedoman Konversi Skala Lima tentang Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Bentuk
Presentase
Krikteria Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Bentuk
90-100
sangat tinggi
80-89
Tinggi
65-79
Sedang
55-64
Rendah
0-54
sangat rendah
Kriteria keberhasilan pada penelitian ini adalah adanya peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak kelompok A di TK PGRI Singaraja.
















HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada anak kelompok A Semester II di TK PGRI Singaraja dengan jumlah anak sebanyak 10 orang. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan sekitar dua bulan yaitu dari tanggal 3 Maret 2014 sampai dengan 30 April 2014. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari 15 kali pertemuan yakni 10 kali pertemuan untuk kegiatan pembelajaran (memberikan tindakan) dan 5 kali pertemuan untuk penilaian (evaluasi). Data yang dikumpulkan yaitu penerapan metode mind mapping melalui bermain Puzzle geometri untuk meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk. Data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisisnya dipaparkan sebagai berikut.
Grafik 1. Data Perkembangan Kognitif dalam mengenal bentuk pada anak TK PGRI Singaraja pada Siklus I
Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas terlihat Mo<Md<M (14,3<14,5<15), sehingga dapat disimpulkan sebaran data hasil perkembangan kognitif dalam pengenalan lambang bilangan pada siklus I merupakan kurve juling positif. Dengan demikian dapatdiinterpretasikan bahwa skor perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak kelompok A semester II di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014 cenderung rendah.
Berdasarkan rata-rata persentase, nilai M% pada siklus I sebesar 71,50% yang
dikonversikan ke dalam PAP skala lima, seperti yang terlihat pada tabel 02 berada
pada tingkat penguasaan 65-79% yang berarti bahwa perkembangan kognitif dalam pengenalan lambang bilangan pada anak berada pada kriteria sedang.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi peneliti saat penerapan siklus I adalah sebagai berikut. Pertama, pemahaman anak mengenal bentuk pada saat bermain Puzzle Geometri belum maksimal. Sekitar 70% anak masih bingung menunjukkan beberapa bentuk geometri ketika kegiatan pengelompokkan bentuk geometri diberikan. Hal ini disebabkan olehperhatian anak yang kurang pada saat diberikan penjelasan langkah permainan dimaksud. Kedua, akibat ketidakmampuan anak
mengelompokkan bentuk geometri, menyebabkan anak - anak menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran dan tentunya permainan puzzle tersebut tidak
masimal yang ditandai dengan hanya 30% anak mampu menyelesaikan puzzle secara utuh.
Adapun solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala pada siklus I dan diterapkan pada siklus II adalah sebagai berikut. a) Pada saat anak diberikan penjelasan aturan/ langkah permainan, ditambahkan informasi bahwa pada akhir kegiatan akan diadakan kuis materi mengenal bentuk dengan penghargaan yaitu bagi anak yang mampu menjawab kuis dengan benar, bisa pulang/istirahat terlebih dahulu. Seperti menyebutkan macam bentuk dan menunjukkan contoh bentuk geometri yang ada di sekitar. b) Memodifikasi metode bermain Puzzle Geometri dengan kegiatan kompetisi antar pasangan dalam memasangkan puzzle menjadi bentuk yang utuh. Hal ini dapat memotivasi anak – anakdan mereka berusaha dengan sungguh – sungguh melakukan permainan ini. Sehingga pembelajaran menjadi menantang, menarik dan menyenangkan.
Siklus II dilakukan sama seperti siklusI. Data perkembangan kognitif dalam pengenalan lambang bilangan pada penelitian siklus II disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menghitung Modus (Mo), Median (Me) dan Mean (M), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau Mean dengan model PAP skala lima.
Grafik 2. Data Perkembangan Kognitif dalam mengenal bentuk pada anak TK
PGRI Singaraja pada Siklus II
Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon di atas terlihat Mo > Md > M 18,2<18,5<19), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada Siklus II merupakan kurva juling negatif. Nilai M% = 91,00% yang dikonversikan ke dalam PAP skala lima, seperti yang terlihat pada tabel 02 berada pada tingkat penguasaan 90-100 % yang berarti bahwa perkembangan kognitif anak berada pada kriteria tinggi.
Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut. Secara umum proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang direncanakan. Sehingga perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk pada kelompok A di TK PGRI Singaraja dapat meningkat dan sesuai dengan yang diharapkan. Anak yang
awalnya kurang aktif dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pelaksanaan proses pembelajaran mengenal bentuk sudah mengalami peningkatan dari awalnya anak belum mampu mengenal bentuk-bentuk geometri menjadi mampu mengenal bentuk-bentuk geometri dan mampu membedakan setiap bentuk-bentuk geometri baik mengenal bentuknya dan menyebutkan bentuk-bentuk geometri (lingkaran, segitiga, persegi, persegi panjang, layang-layang, trapezium, dll) maupun mengenal konsep sama – tidak sama, lebih besar - lebih kecil dan memecahkan masalah sederhana dalam bongkar pasang puzzle geometri. Dengan metode mind mapping melalui bermain puzzle geometri, mampu melatih meningkatkan konsentrasi anak sehingga lebih fokus mengikuti pembelajaran.
Secara umum proses pembelajaran dengan menerapkan metode mind mapping melalui bermain Puzzle geometri untuk meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata nilai perkembangan kognitif dari sikus I ke siklus II, sehingga penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Penyajian hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa dengan penerapan metode bermain Puzzle geometri dapat meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak. Hal ini dapat dilihat dari analisis mengenai perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada anak dapat diuraiakan sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif diperoleh rata-rata persentase perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk pada kelompok A semester II di TK PGRI Singaraja pada
siklus I mencapai 71,50% dan rata-rata persentase perkembangan kognitif anak
dalam mengenal bentuk pada kelompok A semester II di TK PGRI Singaraja pada
siklus II sebesar 91,00%, ini menunjukan adanya peningkatan rata-rata persentase
perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk dari siklus I ke siklus II
sebesar 19,50% dan berada pada kreteria sangat tinggi. Sehubungan dengan hal itu penerapan metode mind mapping  melalui bermain puzzle geometri dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk sehingga mencapai kriteria sangat tinggi. Terjadinya peningkatan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk, dalam penelitian tindakan kelas ini, tidak lepas dari peranan metode bermain yangdibantu oleh media puzzle geometri. Piaget(dalam Solehuddin, dkk, 2008:5.9)
Puzzle geometri dalam penelitian ini adalah puzzle yang kepingan-kepingannyaberbentuk geometri (persegi, persegi panjang, segitiga, dan trapesium). PuzzleGeometri merupakan media yang terbuat dari kardus bekas atau karton atau stryofoam. Kepingan-kepingan puzzletersebut dipotong berupa bentuk-bentuk geometri dan dibuat semenarik mungkin bagi anak untuk menarik minat belajar anak. Puzzle Geometri dapat divariasikan sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Sehingga, media puzzle geometri merupakan bagian dari metode bermain yang secara efektif dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk pada kelompok A di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014.
























SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Bahwa penerapan metodemind mapping melalui  bermain puzzle geometri dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk pada kelompok A semester II di TK PGRI Singaraja tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk pada setiap siklus. Pencapaian perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk sebesar 71,50% pada siklus I menjadi sebesar 91,00% pada siklus II yang berada pada kategori sangat tinggi.
Berikut ini dipaparkan beberapa sarandalam penelitian ini antara lain. Kepada kepala sekolah, diharapkan mampu memberikan ruang kepada guru – guru untuk berkreasi mengembangkan pembelajaran melalui pengembangan
metode, media dan sarana pembelajaran pendukung lainnya. Untuk guru, dalam
proses pembelajaran, metode bermain puzzle geometri merupakan salah satu
alternatif yang efektif dalam meningkatkan kemampuan mengenal bentuk. Selanjutnya kepada anak, dengan dipergunakannya metode bermain puzzle geometri diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian, dan meningkatkan kemampuan berpikir serta hasil belajarnya. Kemudian, kepada mahasiswa lulusan
pendidikan guru pendidikan anak usia dini, agar selalu inovatif dalam hal menerapkan model pembelajaran sehingga dapat dipergunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.









DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2010. Penelitian Tindakan Kelas(makalah disajikan pada workshop Jurusan PGSD FIP Undiksha 2010). Singaraja: FIPUndiksha
-------. 2012.
Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan ke-11.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Depdiknas. 2009. Salinan: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58
Tahun 2009. Jakarta: Direktorat
Alamsyah, Maurizal. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind Mapping. Jogjakarta: Mitra Pelajar.
Arikunto, Suharsimi dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Buzan, Tony. 2013. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. 2010. PedomanPembinaan TK dan SD Mansur, Muslic. 2009. Melaksanakan PTK itu Mudah (Classroom Action Research). Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Marasaoly, Suryanti. 2009. Skripsi: Pengaruh Terapi Bermain Puzzleterhadap Dampak Hospitalisasi padaAnak Usia Prasekolah di RuangAnggrek I Rumah Sakit Kepolisian
Pusat R.S. Sukanto. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”. Tersedia pada http://www.library.upnvj.ac.id/index.php?p=show_detail&id=3278 (Diakses 16 Desember 2012)
Pendidikan Vol. 12 No. 1 Juni 2009: 46-57
Sadiman. Arief S, Dkk. 2005. Media Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Situmorang, Mulkan Andika. 2012. Meningkatkan kemampuanmemahami wacana Melalui mediapembelajaran puzzle. Tersedia pada http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index. php/kjb/article/view/146/44.


KRITISI
            Dari jurnal diatas dapat diketahui bahwa metode yang digunakan guru untuk proses pembelajaran masih monoton atau dengan metode ceramah yang menyebabkan anak kurang memahami apa yang guru sampaikan. Dan juga menyebabkan anak kurang berminat dengan pembelajaran yang diajarkan.
Setelah menggunakan metode mind mapping dalam proses pembelajaran itu sudah menunjukkan hasil yang signifikan terbukti pada saat anak melakukan pembelajaran anak sudah fokus terhadap apa yang dijelaskan oleh guru. Penerapan metode mind mapping melalui permainan puzzle geometri untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam mengenal bentuk. sangat efektif sekali diajarkan oleh anak.
Sebab dari permainan puzzle geometri tersebut anak dapat memecahkan masalah pada saat permainan tersebut diajarkan. Anak akan berfikir kritis bentuk apa yang sesuai dengan puzzle tersebut. tetapi terlebih dahulu guru menjelaskan bentuk geometri agar anak paham dan mengerti. Selain itu juga permainan puzzle geometri ini bener-bener sangat mengembangkan kemampuan kognitif anak. Karna dari permainan tersebut dapat kita ketahui bahwa ada sebagian anak yang perkembangan kognitifnya belum berkembang sesuai dengan yang diinginkan. tetapi setelah kita ajarkan permainan puzzle geometri ini kemampuan kognitif anak berkembang sesuai dengan yang diinginkan untuk kelompok kelompok A di TK PGRI Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014.


 six























 












  















 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI

RANCANGAN PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR INDOOR DI LEMBAGA PAUD atau TK

MAKALAH PRINSIP PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AUD