MAKALAH PRINSIP PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AUD
MAKALAH
PRINSIP
PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AUD
Disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah Emosional PAUD
Dosen
pembimbing : Neni Mulya, M.Pd
Oleh
Putri
Amelia : 1411070194
Kelas/jurusan : D/PGRA
PENDIDIKAN GURU
RAUDHATUL ATHFAL
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
IAIN RADEN INTAN
LAMPUNG
TA 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT atas rahmat dan nikmat-Nya
yang tidak akan pernah terhitung. Juga atas segala anugerah yang telah Allah
berikan sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Prinsip Perkembangan Sosial Emosional AUD”.Penulisan
makalah ini merupakan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Evaluasi Program
Pendidikan
Ucapan terima kasih yang sebsar-besarnya kami sampaikan kepada dosen mata kuliah
Emosional PAUD yang telah menugaskan penyusunan makalah ini, sehingga
pengetahuan penyusun bertambah, juga kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung terselesaikannya penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga Allah memberikan ilmu yang lebih baik dan bermanfaat
pada semua pihak yang telah membaca dan kami sendiri serta pada pihak yang
telah memberikan penilaian dan saran atas makalah ini.
Bandar
Lampung, 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................. iii
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Prinsip Perkembangan………………………………………………3
B.
Prinsip-prinsip Perkembangan
Anak Usia Dini……………………………………………………….6
C. Perkembangan
Sosial Dan
Emosional Anak Usia Dini
………………………………………….8
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 26
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar
dan tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian
dari kelompoknya. Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki
kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana mereka berada. Tuntutan
sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan
tahap perkembangan dan usianya, dan
cenderung menjadi anak yang mudah bergaul. Perkembangan emosi yang terganggu.
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan
dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun
saudara-saudaranya. Saat berhubungan
dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam
kehidupan anak yang dapat membentuk kepribadiannya, dan membentuk perkembangannya menjadi manusia yang
sempurna. Perilaku yang ditunjukkan oleh seorang anak dalam lingkungan sosialnya
sangat dipengaruhi oleh kondisi emosinya. Perkembangan emosi seorang anak
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suatu hal yang sangat bijak apabila
kita mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu perkembangan
emosi anak.
Emosi merupakan suatu gejolak penyesuaian diri yang
berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu. Emosi juga
berfungsi untuk mencapai pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan
kesejahteraan pribadi pada saat
berhadapan dengan lingkungan atau objek tertentu. Pada saat anak masuk Kelompok
Bermain atau juga PAUD, mereka mulai keluar dari lingkungan keluarga dan
memasuki dunia baru. Peristiwa ini merupakan perubahan situasi dari suasana
emosional yang aman, ke kehidupan baru
yang tidak dialami anak pada saat mereka berada di lingkungan keluarga. Dalam
dunia baru yang dimasuki anak, ia harus pandai menempatkan diri diantara teman
sebaya, guru dan orang dewasa di sekitarnya. Tidak setiap anak berhasil
melewati tugas perkembangan sosioemosional
pada usia dini, sehingga berbagai kendala dapat saja terjadi. Sebagai
pendidik sepatutnyalah untuk memahami perkembangan sosioemosional anak sebagai
bekal dalam memberikan bimbingan terhadap anak agar mereka dapat mengembangkan
kemampuan sosial dan emosinya dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
1. Apasaja
prinsip perkembangan sosial emosianal anak usia dini?
2. Bagaimana
perkembangan sosial emosional anak usia dini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PRINSIP PERKEMBANGAN
1. Perkembangan
merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process)
Individu
secara terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman
atau belajar sepanjang hidupnya. Perkembangan, baik pisik maupun psikis
berlangsung secara terus menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan
atau masa tua.
2. Semua
aspek perkembangan saling memengaruhi
Setiap
aspek perkembangan individu,baik fisik, intelektual, emosi, social, maupun
moral-spiritual, satu sama lainnya saling memengaruhi. Pada umumnya terdapat
hubungan atau korelasi yang positif antara aspek-aspek tersebut. Apabila
seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering
sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek
lainnya, seperti; keceerdasan dan emosinya. Begitu pula, apabila perkembangan
spiritualitas keagamaan anak kurang baik, maka anak akan berkembang menjadi
seorang yang berkarakter atau berkepribadian yang tidak baik.
3. Perkembangan
mengikuti pola atau arah tertentu
Perkembangan
terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan
merupakan hasil perkembangan tahap sebelumnya, dan merupakan prasyarat bagi
perkembangan selanjutnya. Menurut Yelon dan Weinstein (1977) pola perkembangan
itu sebagai berikut.
a. Cephalocaudal
(perkembangan itu dimulai dari kepala ke kaki, artinya yang matang duluan itu
adalah bagian atas kemudian ke bagian bawah, dan tidak mungkin terbalik), dan
proximodista (perkembangan itu bergerak dari tengah:seperti paru-paru dan
jantung, ke pinggir: tangan)
b. Struktur
mendahului fungsi, yang berarti bahwa anggota tubuh individu akan berfungsi
setelah matang strukturnya. Seperti mata dapat melihat setelah otot-otot nya
matang.
c. Perkembangan
itu berdiferensiasi, yang berarti bahwa perkembangan pisik maupun psikis
berlangsung dari umum ke khusus atau spesifik (spesifik). Contoh (1) bayi
menendang nendangkan kakinya secara sembarangan sebelum dia dapat
mengordinasikannya untuk merangkak atau berjalan (2) bayi melihat benda-benda
yang lebih besar sebelum dia dapat melihat benda-benda kecil (3) bayi meraban
(mengoceh)sebelum dapat mengucapkan kata-kata yang berarti (4) bayi menunjukkan
rasa takut yang umum terhadap semua orang atau benda yang asing baginya,
kemudian lambat laun rasa takutnya lebih tertuju kepada hal-hal tertentu.
d. Perkembangan
berlangsung dari konkret ke abstrak, yang berarti perkembangan itu berproses
dari kemampuan berfikir konkret (objeknya tampak) menuju ke abstrak (objeknya tak tampak)
e. Perkembangan
berlangsung dari egosentrisme ke perspektivisme, yang berarti bahwa nahwa pada
mulanya seorang anak hanya memerhatikan dirinya sebagai pusat, atau hanya
mementingkan keinginan, kebutuhan dirinya sendiri. Melalui pengalamannya
sendiri bergaul dengan orang lain (khususnya teman sebaya), sikap egosentris
itu secara perlahan-lahan berubah menjadi perspektifis (anak sudah mulai
memperhatikan kepentingan orang lain).
f. Perkembangan
berlangsung dari outcontrol ke inercontrol, yang berarti bahwa pada awalnya
anak sangat tergantung pada pengawasan atau bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan atau untuk melakukan suatu kegiatan yang terkait dengan kedisiplinan.
Seiring dengan bertambahnya pengalaman atau belajar dari pergaulan social
tentang norma atau nilai-nilai, baik dilingkungan keluarga, sekolah, teman
sebaya, maupun masyarakat, anak dapat mengembangkan kemampuannya untuk
mengontrol tindakan atau prilakunya oleh
dirinya sendiri (inercontrol).
Pola
perkembangan individu ini dapat pula berlangsung dari keadaan atau kondisi yang
lemah (seperti masa bayi), kemudian berkembang menjadi kuat (masa remaja dan
dewasa awal), dan selanjutnya kembali lagi kekondisi lemah (masa pikun atau
masa lanjut). Perubahan pola perkembanganini dijelaskan dalam al-Qur’an, surat
al-Rum ayat 54.
4. Perkembangan
terjadi pada tempo yang berlainan
Perkembangan
fisik dan psikis mencapai kematangan terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda
(ada yang cepat dan ada yang lambat). Contoh: (a) otak mencapai bentuk
ukurannya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; (b) tangan, kaki, dan hidung
mencapai pertumbuhannya yang maksimum pada usia remaja; dan (c) imajinasi
kreatif berkembangdengan cepat pada masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya
pada masa remaja.
5. Setiap
fase perkembangan mempunyai ciri khas
Prinsip
ini dapat dijelaskan dengan contoh (a) sampai usia dua tahun, anak memusatkan
perhatiannya untuk menguasai gerak gerik fisik dan belajar berbicara (b) pada
usia 3-6 tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia social (belajar
bergaul dengan orang lain).
6. Setiap
individu yang normal akan mengalami tahapan atau fase perkembangan
Prinsip
ini berarti dalam menjalankan kehidupanya yang normal dan berusia panjang,
individu akan mengalami fase perkembangan: masa konsepsi, bayi, kanak-kanak,
anak, remaja, dan dewasa. Tahapan perkembangan manusia itu dijelaskan dalam
al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 5.
Setiap
manusia memiliki tahapan perkembangan
hanya dalam kenyataannya tidak semua manusia memiliki perjalanan hidup
sesuai dengan rentang tahapan perkembangan tersebut. Ada individu yang hidupnya
hanya sampai masa bayi, kanak-kanak, anak, atau remaja. Namun, ada juga yang
rentang kehidupannya sampai usia dewasa atau masa pikun (usia lanjut).[1]
B. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Para
psikologi perkembangan menyadari bahakan gambaran pola perkembangan yang tepat
merupakan dasar untuk memahami anak-anak. Mereka juga mengetahui bahwa
diperlukan pengetahuan tentang apa yang menyebabkan adanya variasi dalam
perkembangan untuk memahami setiap anak secara pribadi.
Untuk
mengetahui bagaimana bentuk pola perkembangan anak, maka ada 10 prinsip-prinsip
perkembangan yang akan digunakan sebagai acuan dalam mengetahui perkembangan
anak.
1. Prinsip pertama : bahwa perkembangan
menyangkut perubahan. Tujuan perkembangan
tersebut adalah realisasi diri atau pencapaian kemampuaan bawaan. Sikap
anak terhadap perubahan dipengaruhi oleh kesadarannya akan perubahan tersebut,
bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku anak, sikap social terhadap perubahan
ini, bagaimana mereka mempengaruhi penampilan anak, dan bagaimana kelompok
social bereaksi terhadap anak ketika perubahan ini terjadi.
2. Prinsip kedua perkembangan adalah bahwa
perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, karena dasar
awal sangat dipengaruhi oleh proses belajar dan pengalaman. Apabila
perkembangan membahayakan penyesuaian pribadi dan social anak, ia dapat diubah
sebelum menjadi pola kebiasaan.
3. Prinsip ketiga perkembangan menekankan
kenyataan bahwa perkembangan timbul dari
interaksi kematangan dan belajar dengan kematangan yang menetapkan batas
perkembangan batas bagi perkembangan.
4. Prinsip keempat perkembangan adalah bahwa pola
perkembangan dapat diramalkan, walaupun pola yang dapat diramalkan ini dapat
diperlambat atau dipercepatoleh kondisi lingkungan dimasa pralahir dan
pascalahir.
5. Prinsip kelima perkembangan mempunyai
karakteristik tertentu yang dapat diramalkan.
Yang terpenting diantaranya ialah adanya persamaan pola perkembangan
bagi semua anak. Perkembangan berlangsung dari tanggapan umum ke tanggapan
spesifik, perkembangan tersebut terjadi secara berkesinambungan berbagai bidang
berkembang dengan kecepatan yang berbeda dan terdapat korelasi dalam
perkembangan.
6. Prinsip keenam perkembangan bahwa terdapat
perbedaan individu dalam perkembangan yang sebagian klarena pengaruh bawaan dan
sebagian karena kondisi lingkungan. Ini berlaku baik dalam perkembangan fisik
maupun psikologis. Kepentingan praktis untuk mengetahui bahwa terdapat
perbedaan individu dalam perkembangan adalah bahwa ia menekankan pentingnya
melatih anak sesuai dengan kbutuhannya dan tidak mengharapkan perilaku yang
sama pada semua anak.
7. Prinsip ketujuh perkembangan adalah bahwa
terdapat periode dalam pola perkembangan yang disebut pola pralahir, masa
neonatus, masa bayi, masa kanak-kanak awal, akhir masa kanak-kanak dan masa
puber. Dalam semua periode ini terdapat saat-saat keseimbangan dan
ketidakseimbangan serta pola perilaku yang normal dan yang terbawa dari periode
sebelumnya biasanya disebut perilaku bermasalah.
8. Prinsip kedelapan perkembangan adalah adanya
harapan social untuk setiap periode perkembangan. Harapan sosial ini berbentuk
tugas perkembangan yang memungkinkan para orang tua dan guru mengetahui pada
usia berapa anak-anak mampu menguasai berbagai pola perilaku yang diperlukan
bagi penyesuaian yang baik.
9. Prinsip
kesembilan perkembangan adalah bahwa setiap bidang perkembangan mengandung
kemungkinana bahaya baik fisik maupun psikologis yangn dapat mengubah pola
perkembangan.
10. prinsip kesepuluh perkembangan adalah bahwa
kebahagiaan bervariasi pada berbagai
periode dalam pola perkembangan. Tahun pertama kehidupan biasanya yang
paling dan masa puber biasanya yang paling tidak bahagia.[2]
C. PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL ANAK USIA
DINI
1.
PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan
sosial anak-anak dapat dilihat dari tingkatan kemampuannya dalam berhubungan
dengan orang lain dan menjadi anggota masyarakat sosial yang produktif. Hal ini
mencakup bagaimana seorang anak belajar untuk memiliki suatu kepercayaan
terhadap perilakunya dan hubungan sosialnya. Perkembangan sosial meliputi
Kompetensi Sosial (kemampuan untuk bermanfaat bagi lingkungan sosialnya),
Kemampuan Sosial (perilaku yang digunakan dalam situasi sosial), Pengamatan
Sosial (memahami pikiran-pikiran, niat, dan perilaku diri sendiri maupun orang
lain), Perilaku Prososial ( sikap berbagi, menolong, bekerjasama, empati,
menghibur, meyakinkan {reassure = to make somebody feel less anxious or
worried}, bertahan, dan menguatkan orang lain ); Perolehan nilai dan moral (perkembangan
standar untuk memutuskan mana yang benar atau salah, kemampuan untuk
memperhatikan keutuhan dan kesejahteraan orang lain)
Pada tahun
awal perkembangannya, seorang anak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di
dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan tentang tahap-tahap
perkembangan perilaku dapat menolong kita untuk memahami tindakan setiap anak
dan memberikan pengalaman yang akan mendukung perkembangan sosial mereka yang
positif.
Perkembangan
sosial meliputi perubahan peningkatan pengetahuan yang berbentuk spiral tentang
dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini dipengaruhi baik oleh pengalaman maupun
hubungan sosial anak dengan orang dewasa dalam kehidupannya, dan oleh tingkatan
perkembangankognitifnya. 4 aspek kognisi yang berhubungan dengan perkembangan
sosial anak :
a.
Perpindahan dari sikap egosentris –
melihat dunia hanya dari sudut pandangnya sendiri – ke perkembangan kemampuan
untuk memahami bagaimana pikiran/pendapat orang lain dan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
b.
Pertumbuhan dalam kemampuan untuk
memahami sebab dan akibat – untuk melihat hubungan antra sikap seseorang dan
konsekwensi yang harus dipikul.
c.
Perubahan dari berpikir konkrit (kamu adalah
temanku jika kamu bermain dengan aku) ke pola piker abstrak (kamu adalah
temanku walau ketika aku tidak melihat kamu setiap hari, karena kita suka
bermain bersama)
d.
Perkembangan kognisi yang kompleks,
seperti kemapuan untuk memahami hubungan keluarga yang lebih luas (ibu saya
adalah seorang ibu, bibi, istri dan juga anak .
Untuk memahami orang lain berarti mengorganisir apa
yang telah diketahui seseorang menjadi suatu sistem yang memiliki arti atau
kepercayaan. Pada saat mereka bertumbuh, anak-anak menjadi lebih mampu untuk
mengembangkan kemampuan berpikir abstraknya. – pertama-tama, dari pengalaman
langsung pada phenomena yang diamati (beberapa orang dinamakan anak laki-laki
dan yang lain anak perempuan; anak laki-laki rambutnya pendek dan anak
perempuan berambut panjang) dan kemudian pada kemampuan refleksi intelektualnya
pada pengaalaman yang dihadapi (jika kamu anak laki-laki, kamu pasti bukan anak
perempuan; anak laki-laki akan bertumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa)[3]
2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan sosial anak? Dengan kata lain
faktor-faktor apa yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak prasekolah atau
TK? Soetarno (1989) berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar
rumah atau luar keluarga. Kedua faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock (1978)
dengan faktor ketiga, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak.
Penjelasan dari kedua faktor tersebut dapat dicermati pada uraian berikut ini.
Faktor lingkungan keluarga.
Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Didalam keluarga
yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati inilah manusia pertama kali
belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama,
belajar membantu orang lain. Pengalaman-pengalaman berinteraksi sosial dalam
keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap orang-orang lain dalam
kehidupan sosial di luar keluarga. Apabila interaksi sosialnya di dalam
keluarga tidak lancar atau tidak wajar maka interaksinya dengan masyarakat juga
berlangsung tidak wajar atau akan mengalami gangguan. Di antara faktor yang
terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan
sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
1) status sosial ekonomi keluarga;
2) keutuhan keluarga;
3) sikap dan kebiasaan orang tua.
Ketiga faktor kunci tersebut akan dijelaskan satu per
satu pada pembahasan berikut.
1) Status sosial ekonomi keluarga.
Keadaan
sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak.
Apabila perekonomian keluarga cukup maka lingkungan material anak di dalam
keluarga tersebut menjadi lebih luas, Anak mendapat kesempatan yang lebih
banyak mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin tidak akan ia
dapatkan jika keadaan ekonomi keluarga tidak memadai. Interaksi mendidik antara
anak dengan orang tua akan lebih banyak dan lebih mendalam karena orang tua
tidak disibukkan oleh urusan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun
demikian, status sosial ekonomi keluarga bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak juga tergantung
pada sikap orang tua dan corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun
keadaan sosial ekonomi orang tua memuaskan jika mereka tidak memperhatikan
pendidikan anak atau sering kali bertengkar, perkembangan sosial anak akan
terganggu. Akan tetapi, perkembangan sosial anak ditentukan pula oleh sikap
anak sendiri terhadap keadaan keluarga
2) Keutuhan keluarga
Yang
dimaksud keluarga ialah hadirnya ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu keluarga. Apabila ayah atau ibu atau
kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga dianggap sudah tidak utuh lagi.
Tetapi apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya jarang pulang ke rumah karena
tugas atau hal-hal lain dan hal ini terjadi berulang-ulang, atau apabila orang
tua bercerai maka dapat dikatakan juga sebagai keluarga yang tidak utuh.
Semuanya itu
akan mempengaruhi perkembangan sosial anak prasekolah, bahkan hingga tingkatan
tertentu dapat mengganggunya. Misalkan saja jika anak hidup dalam pengasuhan
keluarga yang bercerai (broken home) maka cara anak menilai hubungan sosial
menjadi berbeda dibandingkan dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan
keluarga yang normal. Anak dari keluarga broken home secara sosial merasa malu
dan akhirnya mempengaruhi kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan
teman-temannya. Sebaliknya anak dengan kondisi keluarga yang utuh akan mgmiliki
keterampilan sosial lebih standar karena tidak dihinggapi beban psikologis.
3) Sikap dan kebiasaan orang tua
Tingkah laku
orang tua sebagai pemimpin kelompok dalam keluarga sangat mempengaruhi suasana
interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada
pribadi anak. Orang tua yang otoriter dapat mengakibatkan anak tidak taat,
takut, pasif, tidak memiliki inisiatif, tak dapat merencanakan sesuatu, serta
mudah menyerah. Orang tua yang terlalu melindungi anak dan menjaga anak secara
berlebihan akan membuat anak sangat tergantung pada orang tua.
Orang tua
yang menunjukkan sikap menolak, yang menyesali kehadiran anak akan menyebabkan
anak menjadi agresif dan memusuhi, suka berdusta, dan suka mencuri.
Semua pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku sosial selanjutnya sehingga anak menjadi terhambat dalam merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya karena pengaruh suasana interaksi keluarga. Untuk itu sangat penting bagi orang tua untuk mampu mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif pada perilaku sosial anaknya.
Semua pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku sosial selanjutnya sehingga anak menjadi terhambat dalam merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya karena pengaruh suasana interaksi keluarga. Untuk itu sangat penting bagi orang tua untuk mampu mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif pada perilaku sosial anaknya.
Faktor dari
luar rumah Pengalaman sosial awal di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam
rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku
anak. Jika hubungan mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah
menyenangkan, mereka akan menikmati hubungan sosial tersebut dan ingin
mengulanginya. Sebaliknya, jika hubungan itu tidak menyenangkan atau
menakutkan, anak-anak akan menghindarinya dan kembali kepada anggota keluarga
untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.
Jika anak
senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk berperilaku
dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat terhadap
pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa kanak-kanak,
pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibandingkan dengan sewaktu masa
prasekolah, yaitu ketika anak masih kecil dan kurang berminat bermain dengan
teman sebaya. Jika anak mempunyai teman bermain yang lebih tua, ia akan
berusaha untuk tidak ketinggalan dari temannya sehingga ia akan mengembangkan
pola perilaku yang lebih matang dibandingkan dengan teman sebayanya. Akan
tetapi, jika teman yang lebih tua suka memerintah sehingga si anak tidak dapat
menikmati permainan, ia mungkin akan memilih bermain dengan anak-anak yang
lebih muda dan memerintah temannya itu, seperti yang dilakukan anak yang lebih
tua terhadapnya.
Hal ini akan
menimbulkan pola perilaku yang tidak sosial. Jika anak mempunyai teman bermain
dan saudara-saudara yang sejenis, ia akan mengalami kesulitan melakukan
penyesuaian sosial yang baik dengan teman bermain dari lawan jenis.
Faktor
Pengaruh pengalaman sosial awal.Pengalaman sosial awal sangat menentukan
perilaku kepribadian selanjutnya. Banyaknya pengalaman bahagia yang diperoleh
sebelumnya akan mendorong anak mencari pengalaman semacam itu lagi pada
perkembangan sosial selanjutnya. Sejumlah studi terhadap manusia dari semua
tingkatan umur, membuktikan bahwa pengalaman awal tidak hanya penting bagi masa
kanak-kanak, tetapi juga penting bagi perkembangan anak di kemudian hari.
Dalam
penelitian Waldrop dan Halyerson ditemukan bahwa sosiobilitas anak pada umur
2,5 tahun dapat digunakan untuk meramalkan sosiobilitas pada umur 7,5 tahun.
Karena pola sikap dan perilaku cenderung menetap maka ada keharusan meletakkan
dasar yang baik pada tahap awal perilaku sosial pada setiap anak. Yang jelas
para guru atau orang tua jangan sampai menggelincirkan anak melalui pilihan
sosial yang keliru yang akan mengakibatkan kerusakan pada penyesuaian diri dan
perilaku dalam kehidupan anak selanjutnya.
Kekuatan
perilaku sosial awal sebagai pola perilaku yang cenderung menetap mampu
mempengaruhi perilaku anak pada situasi sosial selanjutnya. Oleh karena itu,
pengalaman sosial awal anak harus difasilitasi dengan situasi sosial yang
positif dan dapat diterima oleh lingkungan yang luas. Jika lingkungan tidak
mampu menyediakan situasi sosial yang kondusif maka akan menimbulkan kerugian
sosial bagi anak juga dapat mencemaskan orang tua dan guru. Situasi sosial yang
dikemas oleh orang tua dan guru hendaklah mencerminkan kesinambungan dan
konsistensi sehingga perilaku sosial anak terjaga secara terus-menerus.
Artinya, jika telah diciptakan situasi sosial yang ideal bagi anak di .sekolah
maka hendaklah diikuti dengan penciptaan lingkungan sosial yang senada di rumah
maupun dalam kelompok bermainnya.
Konsistensi
dalam memfasilitasi perilaku sosial yang berkesinambungan akan membentuk pola
perilaku positif yang menetap dan menjadi bekal berharga bagi anak untuk
menyesuaikan diri dalam lingkungan lain. Pola perilaku ini juga bermanfaat pada
saat anak berinteraksi maupun berkomunikasi ataupun dalam melakukan aktivitas
lainnya pada lingkungan sosial selanjutnya. Pengalaman awal social juga
menentukan dan berpengaruh terhadap partisipasi social anak. Jika pilihan dan variasi
kegiatan social yang diikuti anak sebagaimana yang disajikan di atas
menyenangkan maka selanjutnya anak akan menjadi lebih aktif untuk mengikuti
aktivitas social karena dianggap memenuhi kepuasannya. Akan tetapi, apabila
anak dihadapakan pada pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan, bahkan
merasa tertekan maka pada perkembangan selanjutnya ia akan menghindari
berpartisipasi, bahkan akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Kesimpulan
dari uraian di atas, kalimat kuncinya adalah berilah anak prasekolah pengalaman
awal sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan maka selanjutnya
mereka akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Inilah maknanya usia
prasekolah sebagai usia emas (golden ages) dan fundamental dalam fase
perkembangan dan pengembangan individu. Semoga kita, para guru dan orang tua
dapat memaknainya secara tepat dalam memfasilitasi anak-anak. Selain berbagai
faktor di atas yang bersifat umum, faktor yang dianggap dapat menghambat
perkembangan sosial anak prasekolah, menurut Sri Maryani Deliana (2000), yaitu
sebagai berikut.
1)
Tingkah laku agresif
Tingkah laku
agresif biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun
tingkah laku ini masih sering muncul, terlihat dari seringnya anak TK saling
menyerang secara fisik, misalnya mendorong, memukul atau berkelahi. Penyerangan
dapat pula mereka lakukan secara verbal, misalnya dengan mencaci, mengejek atau
memperolok teman-teman lain. Tingkah laku agresif selain mengganggu hubungan
sosial juga melanggar aturan yang diberlakukan di sekolah, misalnya suka
berkelahi, merusak alat permainan milik teman atau mengganggu anak lain.
2)
Daya suai kurang
Daya suai yang kurang biasanya
disebabkan karena cakrawala sosial anak yang relatif masih kurang, masih
terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Di sekolah pun biasanya mereka belum
bisa dengan cepat menyesuaikan diri, tetapi makin lama ia di sekolah makin
bertambah daya suainya. Apabila ada anak yang tidak dapat menyesuaikan diri
walaupun sudah relatif lama bersekolah, guru harus dapat mencari faktor
penyebabnya. Bila hal itu tidak diperhatikan akan menyebabkan anak tersebut
terasing dan selanjutnya tidak dapat mengikuti kegiatan (pembelajaran) yang
bersifat kelompok.
3)
Pemalu
Rasa malu biasanya sudah terlihat
sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya. Rasa malu sebenamya normal
dan wajar, tetapi bila anak sering kali menunjukkan rasa malu maka hal inilah
yang dianggap sebagai masalah. Anak biasanya tidak menunjukkan rasa malu pada
orang yang sudah dikenalnya, tetapi pada orang yang belum dikenalnya anak
bersikap pemalu. Pada umur 5 tahun perasaan malu yang berlebihan tidak hanya
ditunjukkan pada orang yang tidak dikenal, tetapi juga pada orang yang sudah
dikenal, yaitu orang yang akan memberikan penilaian terhadap tingkah lakunya.
Anak selalu cemas dan takut pada reaksi orang lain terhadap perbuatan atau
tingkah lakunya. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang sering dipermalukan
atau dicela di depan orang lain. Kejadian-kejadian semacam ini akan menyebabkan
anak di masa mendatang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
4)
Anak manja
Memanjakan anak adalah suatu sikap
orang tua yang selalu mengalah pada anaknya, membatalkan perintah atau larangan
hanya karena anak menjerit, menentang atau membantah. Contohnya, seorang ayah
melarang anaknya pergi. Larangan itu membuat anaknya menangis atau merengek
dengan tujuan supaya diperbolehkan pergi. Untuk menghentikan tangis anaknya si
ayah mengalah dan memperbolehkannya pergi. Tingkah laku anak seperti itu
disebut manja, dan sikap orang tua yang tidak konsisten dengan perintahnya
hanya karena anak menangis atau merengek termasuk memanjakan anak.
5)
Perilaku berkuasa
Perilaku berkuasa ini mulai muncul
sekitar usia 3 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya kesempatan. Anak
perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada anak laki-laki. Oleh karena
itu, anak harus diberi pengertian bahwa ia mempunyai kedudukan yang sama dengan
teman-temannya. Tidak ada yang mempunyai hak yang lebih dibandingkan dengan
yang lain agar sikap ingin merajai ini sedikit demi sedikit berkurang.
6)
Perilaku merusak
Ledakan amarah yang dilakukan oleh
anak sering disertai tindakan merusak .benda-benda di sekitarnya, tidak peduli
miliknya sendiri atau milik orang lain. Semakin hebat marahnya, semakin luas
tindakan merusaknya. Contoh, seorang anak yang tidak diperbolehkan ikut pergi
dengan orang tuanya tiba-tiba mengambil barang milik orang tuanya dan
merusaknya.[4]
3.
PERKEMBANGAN EMOSIONAL
Setiap tahap
perkembangan emosional anak memiliki karakteristik yang berbeda yang
mempengaruhi bagaimana anak bereaksi pada pengalaman yang mereka hadapi.
Pengetahuan akan tahap-tahap perkembangan ini dapat menolong kita untuk
beinteraksi dengan anak-anak dengan cara yang terbaik yang dapat menunjang perkembangan
emosional mereka yang sehat; dapat memperlengkapi kita untuk menciptakan suatu
hubungan yang hangat dan konsisten dengan anak; dengan cara yang sama,
mengetahui bahwa anak usia 6-12 tahun (primary age-children) mendefinisikan
harga dirinya dengan apa yang mereka percaya dapat mereka ketahui dan lakukan,
maka kita akan menyediakan aktifitas/kegiatan yang menunjang bagi anak usia ini
sehingga mereka menagalami pencapaian penguasaan dan pemenuhan perkembangannya.
a.
Pola perkembangan emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara
emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala petama prilaku emosionl
ialah keterangsngan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang
berebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yng banyak pada bayi yang baru lahir.
Meskipun demikian, pada saat lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang
secara jelas dpat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Seringkali sebelum lewatnya periode
neonate , keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi
reksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangan dan ketidak senangan.
b. Ciri khas emosi anak
Karena pengaruh faktor pmatangan
dan faktor belajar terhadap perkembangan emosi, mka dapat dipahami bahwa emosi
anak kecil seringkali sangat berbeda dari emosi anak atau orang dewasa. Orang
dewasa yang belum memahami hal ini cendrung menganggap anak kecil sebagai
“tidak matang”. Sebetulnya tidak logis jika kita menuntut agr semua anak pda
usia tertentu mempunyi pola emosi yang sama. Perbedaan individu tidak dapat
dielakkan karena adanya perbedaan taraf pematangan dan kesempatn belajar
terlepas dari adanya perbedaan individu cirri khas emosi anak membuatnya
berbeda dari emosi orang dewasa. Adapun ciri khas penampilan emosi aNak adalah
sebagai berikut :
a. Emosi
yang kuat
anak kecil bereaksi
dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang
serius
b. Emosi seringkali tampak
anak-anak seringkali memperlihatkan emosi mereka
meningatkan dan mereka menjumpai bahwa
ledakan emosional seringkali menyebabkn hukuman.
c. Emosi bersifat sementara
peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari
tertawa kemudian menangis, atau dari mrah ke tersenyum atau dari cemburu ke
rasa saying
d. Reaksi mencerminkan individualitas
semua bayi yang baru lahir pola
reaksinya sama, secara bertahap dengan adanya faktor belajar dan lingkungan,
prilaku yang mnyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan.
e. Emosi berubah kekuatannya
dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu
emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, edangkan emosi lainnya yang lemah
berubah menjadi kuat.
f. Emosi dapat diketahui melalui
gejala perilaku
anak-anak
mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung , tetapi
mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun,
menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup seperti menggigit kuku
dan mengisap jempol.[5]
4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Mengacu kepada Setiawan (1995),terdapat seumlah factor
yang mempengaruhi perkembangan emosi anak prasekolah atau TK,bahkan hingga
mampu menimbulkan gangguan yang mencemaskan para pendidik dan orang
tua.Faktor-faktor tersebut yaitu meliputi : keadaan didalam diri individu
;konflik-konflik dalam prises perkembangan ;sebab-sebab yang bersumber dari
lingkungan. Untuk memahaminya ketiga faktor tersebut akan diuraikan satu
persatu.
a. Pengaruh keadaan individu sendiri. Keadaan diri
individu,seperti usia,keadaan fisik,intelegensi,peran seks,dll (Hurlock,1980)
dapat mempengaruhi perkembangan individu.Hal yang cukup menonjol terutama
berupa cacat tubuh atau apapun yang dianggap oleh diri anak sebagai sesustu
kekurangan pada dirinya dan akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya.
Kadang-kadang juga berdampak lebih jauh pada
kepribadian anak.Dalam kondisi ini perilaku-perilaku umum yang biasanya muncul
adalah mudah tersinggung,merasa rendah diri atau menarik diri dari
lingkungannya,dll.Dampak yang muncul pada anak akibat keadaan dirinya
tersebut,pada tingkatan tertentu akan sangat membahayakan,terutama pada saat
anak mengidentifikasi diri dan menemukan bahwa hal tersebut merupakan factor
nyata yang dianggap dapat merendahkan dirinyadalam lingkungannya.Hal tersebut akan
semakin mempengaruhi jika lingkungan secara nyata menghindari dirinya dan
memberikan reaksi penolakan.
Lebih jauh lagi,mungkin anak akan menjadi
antisocial,bahkan ingin menghancurkan diri dan lingkungannya akibat frustrasi
yang kuat.Perlu ada tindakan preventif untuk menghindari dampak serius dari
pengaruh emosi yang timbuldari dalam diri anak. Kita perlu mempersiapkan
tindakan kuratif untuk menjaga kemungkinan dampak buruk yang datang secara
tiba-tiba.
Tindakan preventif yang utama adalah membangun kesadaran
bahwa kekurangan yang dimiliki oleh anak tersebut adalah suatu kewajaran,dan
semua anak atau orang pasti memiliki kekurangan,hanya yang barbeda adalah letak
dan dibagian mana kekurangan itu berada.Jika kesadaran telah terbangun maka
upaya selanjutnya adalah menurunkan reaksi-reaksi negative yang sering kali
muncul,dan jika mungkin menghilangkannya sama sekali.
Jika tahap kedua tersebut berhasil,harus diikuti
dengan membangkitkan semangat anak untuk berperan kembali didalam
lingkungannya,bahkan diarahkan untuk dapat berprtestasi serta berkompetisi
sesuai dengan kemampuan dan keberadaan dirinya.Tidak mudah memang untuk
melakukan rangkaian tindakan tersebut.Tetapi dengan berbekal kesabaran dan
tanggung jawab,seorang guru ataupun orang tua sebagai pihak yang harus membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak,haruslah menjalani treatment tersebut dengan
penuh kesadaran
b.Konflik-konflik dalam proses
perkembangan.
Didalam
menjalani fase-fase perkembangan,tiap anak harus melalui beberapa macam konflik
yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses,tetapi ada juga anak yang
mengalami gangguan atau hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini.Anak yang
tidak dapat mengatasi konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan
emosi.
c. Sebab-sebab Lingkungan
Anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan emosi dan kepribadiannya. Apabila pengaruh dari
lingkungan ini tidak baik maka perkembangan kepribadiannya akan terpengaruh
juga.Ketiga factor yang berpengaruh terhadap perkembangan tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah. Disanalah pengalaman-pengalaman
pertamadidapatkan oleh anak-anak.Keluarga sangat berpengaruh dalam menanamkan
dasar-dasar pengalaman emosi. Keluarga adalah lembaga pertumbuhan dan belajar
awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan
belajar selanjutnya. Gaya pengasuhan yang diperoleh anak dari keluarga akan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Gaya pengasuhan tidak
peduli membuat anak impulsive,dan gaya pengasuhan otoriter menjadikan anak
seorang pemarah (Fawzia Aswin Hadist 1995).
Jadi,kesuksesan pertumbuhan dan belajar selanjutnya
akan banyak pipengaruhi oleh pertumbuhan dan belajar sebelumnya.Jika emosi anak
tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik dalam keluarganya maka
dilingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik pula,anak dapat belajar dengan
cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan barunya itu.Namun jika
pertumbuhan dan belajar anak dalam keluarga tidak memadai maka penyesuaian
emosi berikutnya juga akan terhambat bahkan mungkin mendapat beberapa gangguan.
2. Lingkungan Sekitarnya
Kondisi lingkungan di sekitar anak akan sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi
anak.Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan sekitarnya akan dapat
memicu anak dalam berekspresi. Frekuensi dan intensitas ekspresi anak akan
sangat ditentukan oleh kadar stimulus yang diterimanya.Kondisi lingkungan yang
dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mingkin mengganggunya,adalah sebagai
berikut.
a. Daerah yang terlalu padat.
Daerah yang terlalu padat dengan beragam ciri khas
penduduk,akan banyak mengganggu perkembangan emosi anak.Apalagi jika pada
lingkungan tersebut perbandingan antara anak-anak yang dapat dijadikan sebagai
teman sebaya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kumpulan orang-orang
dewasa.
Hal ini akan mengakibatkan anak mendapatkan jauh lebih
banyak tekanan dari orang-orang dewasa yang berada disekitarnya,hal ini tentu
akan berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan yang tidak terlalu padat,yang
tekananya menjadi lebih sedikit .Anak tang hidup dilingkungan padat,apalagi
terlalu banyak orang dewasanya,cenderung lebih banyak mendapat stimulasi
negative dari lingkungan tsb.Sedikit saja kesalahan yang dilakukan anak akan
menimbulkan kemaran dari orang dewasa.
Anak dengan kondisinya yang masih lemahsering kali
mendapat tekanan dalam bentuk cacian,pemaksaan perintah,ancaman,bahkan mungkin
juga tontonan perilaku yang tidak selayaknya ditampilkan oleh orang dewasa
.Segala stimulasi negative akan sering diterima anak.
Dari hasil penelitian di beberapa Negara yang padat
penduduknya,diketahui bahwa anak-anak setidaknya mendapat 6 stimulasi negative
untuk 1 stimulasi positif (Nugraha,2000).Apa yang terjadi jika kondisi demikian
selalu dihapi anak? Emosi anak menjadi sangat tertekan,anak menjadi merasa
dirinya kurang berharga di mata lingkungannya.Akibatnya,ia akan menjadi anak
yang kurang peduli,bahkan mungkin menjadi anak yang beringas karena selalu
diperlakukan kasar.Atas ketidakberdayaan anak akan menjadi individu yang tidak
memiliki inisiatif dalam menghadapi masalahnya,atau mungkin menjadi
pendendam.Akan sangat berbeda dengan anak yang diam di lingkungan standar yang
penduduknya seimbang.
Di lingkungan ini anak menerima perlakuan yang lebih
sesuai dengan taraf perkembangan emosinya.Walaupun demikian,pada lingkungan
penduduk yang ideal pun tekana-tekanan pada anak dapat tetap saja
terjadi.Tetapi secara umum,keseimbangan jimlah kepadatan panduduk baik tinggi
maupun rendah akan mempengaruhi perkembangan emosi anak.
b. Daerah yang memiliki angka kejahatan tinggi.
Kejahatan
perilaku orang dewasa baik langsung maupun tidak langsung yang menyangkut
anak-anak prasekolah akan sangat berpengaruh pada mereka.Secara
umum,dilingkungan anak yang rawan tindakan kejahatan akan mengakibatkan para
keluarga yang tinggal disana selalu diliputi kekhawatiran,kecemasan,dan
ketakutan.Ketakutan dari keluaraga tsb akan menjalar atau dirasakan juga oleh
anak,apalagi jika keluarga tersebut kuat dalam mengekspresikan rasa takutnya.
Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang penakut ,tingkat kecemasannya selalu
tinggi,tidak mandiri secara social maupun secara emosi,takut ditinggal atau
berpergian sendiri.Jika berlangsung lama maka hal tersebut akan mengganggu pada
kehidupan dewasanya kelak.
Para orang
tua termasuk guru,harus lebih waspada terhadap perilaku kejahatan orang
dewasa.Karena berakibat selain bahaya fisik,bahaya yang lebih besar,yaitu
gangguan emosi akan lebih menderitakan anak.Untuk itu,orang tua dan guru
hendaklah sejak dini menyadari betapa memperkenalkan dasar-dasar berperilaku
pada anak sehingga perilaku yang ditampilkannya tidak mengundang pihak lain
untuk berbuat jahat pada dirinya.
c. Kurangnya
fasilitas rekreasi.
Kegiatan
rekreatif sangat berguna bagi pengembangan emosi anak.Anak yang sering diajak
ke tempat rekreasi oleh orang tua maupun gurunya akan lebih banyak mendapatkan
stimulus yang menyenangkan.Stimulus tersebut sangat berguna bagi pengembangan
dan pematangan emosi anak.Anak yang dalam kehidupannya difasilitasi dengan
rekreatif,cenderung memiliki emosi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak
yang jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkannya.Kesenangan-kesenangan yang
didapatkan melalui rekreasi,bukan hanya membantu anak dalam mengatur dan
mengendalikan emosinya,tetapi juga sangat positif dalam menunjang pembentukan
kecerdasan pada otak anak.Kegiatan menyenangakan akan memperkuat daya tahan
otak formal dan cara kerjanya.Jadi kepada orang tua atau guru dalam
memfasilitasi sarana rekreasi untuk anak hendaklah tidak tergantung pada
keformalannya,tetapi lebih pada pilihan akan keragaman,sifatnya yang
menyenangkan,serta aspek keterjangkauannya.Yang terpenting adalah pilihan
tempat sarana rekreasi dapat membantu perkembangan emosi anak secara positif.
d. Tidak
adanya aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
Anak adalah
sosok yang aktif,Lihatlah gerak mereka,bahkan jika ada anak yang tidak
menunjukan keaktifan maka kita harus menyimpulkan bahwa anak tsb sedang
memiliki masalah! Dinamika dan spontanitas untuk bergerak pada anak pra sekolah
sangat tinggi sehingga banyak yang menyimpulkan bahwa periode prasekolah adalah
periode bermain.
Hampir
setiap saatanak bermain dan aktif,baik pada kegiatan mandiri,kegiatan
kolompok,maupun bersama dengan orang dewasa.Tetapi oatut disayangkan,potensi
anak untuk bergerak aktif masih kurang mendapatkan sentuhan-sentuhan bermakna
dari orang dewasa sehingga sering sekali aktivitas anak yang berada di sekitar
kita cendrung liar,tidak terkendali dan berkembang apa adanya.
Bagi
pengembangan emosi,termasuk juga pengembangan bidang lainnya,kondisi tersebut
kurang menguntungkan,Nilai konkontribusinya bagi belajar dan pengendalian emosi
anak bisa sangat rendah.Untuk itu sangat dianjurkan,aktivitas anak hendaklah
pada kondisi yang terorganisasi,minimum pada kondisi dibawah control dan
kendali yang bersifat pedagogis maupun psikologis.
Dengan
aktivitas yang terorganisasi,lingkungan dapat di-setting sesuai tuntutan
perkembangan emosi yang diharapkan.Begiyu pula sarana/alat/bahan sebagai bagian
dari aktivitas anak dapat disediakan dan dikemas sesuai kebutuhan perilaku.Hal
terpenting adalah meminimalisai berbagai kemungkinan yang dapat merusak
perkembangan emosi anak.
3.
Lingkungan Sekolah
Sekolah
mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan kepribadiannya
dalam suatu kesatuan,tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya
gangguan emosi pada anak.Kegagalan di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap
kehidupan emosi anak.Problema di sekolah sering ditimbulkan oleh program yang
tidak memperhatikan kemampuan anak. Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan
gangguan emosi yang menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada
anak,yaitu :
a. Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
a. Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
Guru
merupakan sumber idola dan keteladanan bagi anak,khususnya anak prasekolah.Banyak
anak yang mengidentifikasikan dirinya untuk berbuat sesuai dengan perilaku guru
atau bahkan mengikuti sepenuhnya segala yang disarankan gurunya.Dalam beberapa
kasus,banyak anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang diberikan
gurunya dibandingkan jika harus mengikuti hal-hal yang dianjurkan orang tuanya.
Guru berhasil menjadi panutan anak.Semua yang guru ajarkan,perintahkan dapat
ditaati anak,bahkan mengakar kuat. Apa yg akan terjadi pada diri anak jika guru
yg diidolakannya atau dikagumi itu tiba-tiba bertindak mengecewakannya.
Misalkan saja anak dimarahi habis-habisan oleh guru tsb? Emosi anak yg tadinya
sudah dekat akan terganggu. Mungkin ia akan sangat kecewa kepada gurunya. Ia
akan menghindari bertemu dengan gurunya, lebih jauh lagi ia akan memusuhinya.
Yang berkecambuk pada diri anak ialah perasaan benci dan tidak percaya lagi
kepada guru tersebut. Untuk itu,jagalah keharmonisan dan hubungan baik antara
guru dengan anak agar perkembangan emosi anak terpelihara baik hingga dewasa.
b. Hubungan
yang kurang harmonis dengan teman-temannya
Hubungan
dengan teman sebaya sangat meningkat pada usia prasekolah. Frekuensi interaksi
dengan teman-temannya baik positif maupun negative terus berlanjut dan makin
meningkat pada usia tersebut. Teman, bagi anak adalah bagian beraktivitas yang
sangat berharga.Aktivitas bersama teman dalam berkelompok, bagi mereka sangat
mengasikkan. Mereka dapat saling berbagi tugas,saling berbagi peran, dan saling
berbagi kesibukan. Bahkan pada usia prasekolah, teman sering kali menjadi bahan
identifikasi diri dan kebutuhannya yang cukup kuat.
Betapa hebat
pengaruh teman pada emosi dan perilaku anak.Untuk itu sebaiknya orang tua atau
guru dapat memelihara hubungan keharmonisan pertemanan di antara anak, sebab
jika terjadi pertengkaran, permusuhan atau percekcokan akan berdampak pada
perkembangan emosi anak tersebut. Mungkin semula berkembang emosi senang akan
persahabatan,tetapi berubah menjadi emosi kebencian dan permusuhan. Yang paling
dikhawatirkan adalah perilaku yang menjurus pada keinginan menyakiti
teman.Meskipun kecil sifatnya,tetapi hal itu akan berdampak serius, misalkan
saja perilaku mencubit,mendorong,atau memukul temannya akan berdampak pada
perubahan emosi lanjutan yang negative. Pelaku akan menjadi anak yg sok jagoan,sedangkan
penderita akan menjadi anak penakut dan cemas.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jhon Locke
mengemukakan bahwa pengalaman dan lingkungan anak merupakan faktor yang paling
menentukan dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Perkebangan sosial dan
emsional adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan penyesuaian
diri dengan aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada. Perkembangan
sosial dan emosional bukan hanya sekedar hasil kematangan, tetapi sebagian besar
merupakan hasil belajar. Oleh karena itu menyediakan kondisi yang kondusif
sangat penting dilakukan agar meningkatkan kematangan dan kesempatan belajar.
Pengkondisian yang baik akan menjadikan fungsi sosial emosional anak menjadi
semakin berkembang. Pengendalian emosi dan tatanan sosial yang baik serta sehat
akan dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif dan akan
menjadikan perkembangan sosial emosional anak lebih optimal.
Faktor
pematangan dan faktor belajar keduanya mempengaruhi perkembangan emosi dan
sosial anak. Adapun arah pematangan dan belajar, keduanya sama. Dari sisi
emosi, arah pematangan belajar ingin mengantarkan anak pada kestabilan,
sedangkan dari sisi sosial, ingin mengantarkan anak pada kematangan
bersosialisasi. Beberapa teori yang telah diuraikan di atas diharap dapat
membantu para pendidik untuk menerapkan impliksinya dalam proses mengasuh dan
mendidik anak. Ternyata banyak juga prinsip-prinsip yang mendasari perkembangan
anak di usia dini. Sebagai pendidik ataupun orang tua anda selayaknya memahami
segala prinsip yang berhubungan dengan anak anda demi memudahkan pendidikan anak usia dini (PAUD).
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, djawat.2009.”Psikologi Perkembangan Anak dan Remaj”.Bandung.PT Remaja Rosda
Karya
Hurlock,Elizabert B.”Pekembangan Anak”.Jakarta.Erlangga
Yusuf L.N,Syamsu dan Sughandi,Nani M.2013.”Perkembangan
Peserta Didik”.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada
http://plsbersinergi.blogspot.co.id/2014/05/prinsip-prinsip-perkembangan-anak-usia.html/2016/17/10
http://njuns.16mb.com/prinsip-perkembangan-sosial-emosional-anak-usia-dini/2016/17/10
[1] Syamsu Yusuf dan Nani
M. Sugandhi. 2013.”Perkembangan Peserta
Dididk”. PT Raja Grafindo. hlm. 4-9
[2] http://plsbersinergi.blogspot.co.id/2014/05/prinsip-prinsip-perkembangan-anak-usia.html/2016/17/10
[4] Prof.
DR. M. Djawad Dahlan.2009.”Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja”. PT Remaja Rosdakarya. Hal.
[5] Elizabeth B. Hurlock. 1978.”Perkembangan
Anak”. Erlangga. Hal.210-216
[6] Ibid
Komentar
Posting Komentar