MAKALAH ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang telah
melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami selaku team penyusun
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
utusan-Nya yang termulia, yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya
dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami selaku penyusun sangat menyadari bahwa dalam penulisan
dan penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan maupun kekeliruan. Oleh
karenanya, kami sangat mengharapkan masukkan dan saran yang membangun dari para
pembaca. Sehingga kami dapat belajar dari kesalahan tersebut dan dapat
memperbaikinya di kemudian hari.
Akhirnya kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima
kasih atas kesediaan para pembaca yang telah berkenan membaca, memberikan saran
maupun kritikkannya. Semoga semua ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amien….!
Bandar
Lampung, 15 oktober 2014
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Islam dan Dunia Kontemporer
Latar belakang
Indonesia adalah Negara yang masyarakatnya sebagian besar
beragama islam, sehingga sudah selayaknya menempatkan diri dalam membangun
peradaban islam. Mau tidak mau suatu peradaban tersebut akan terbentuk oleh
umatnya.
Perkembangan islam yang ada di indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan islam di belahan bumi lain. Kalau kita mau mengamati
secara mendalam akan perkembangan islam di Indonesia maka kita harus mengamati
mulai dari islam masuk, penyebaran, pengamalan, perkembangan dan kondisi yang kita
alami sekarang di indonesia. Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika
yang meliputi dimensi waktu masa lampau, sekarang dan masa yang akan dating.
Meskipun
islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad, namun pemahaman
dan penghayatan keagamaan kita masih cenderung sinkretik; tarik-menarik antara
nilai-nilai luhur islam dengan kebudayaan. Terlebih lagi ketika dihadapkan
dengan kemajuan perkembangan zaman, yang lebih dikenal dengan istilah
globalisasi. Dimana agama islam harus dapat menunjukan eksistensinya, baik bagi
penganut agama islam itu sendiri maupun manusia pada umumnya.
Oleh karena itu, perlu sekali diketahui sekaligus dipahami oleh para pemeluk
agama islam itu sendiri, bagaimana islam pada dunia kontemporer (masa sekarang
ini), baik dalam ruang lingkup yang bersifat tradisionalis, modernis,
revivalis-fundamentalisme dan transformatif. Karena apabila para pemeluk agama
islam itu sendiri tidak dapat memahami sekaligus mengetahui apa itu islam dan
bagaimana perkembangan islam itu sendiri pada dunia kontemporer ini, maka biasa
saja akan mungkin terjadi dimana agama islam itu sendiri tinggallah sebuah
nama.
BAB 11
PEMBAHASAN
A.Islam dan Tradisi di Indonesia
Sekarang
Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern)
dan tidak lama lagi akan memasuki milennium ketiga, keberagaman kita tidak
sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang diwariskan oleh para
pendahulu kita. Sekarang ini, baik di perkotaan mupun di pedesaan, kita masih
menyaksikan upacara-upacara seperti; nujuh
bulan (upacara yang dilakukan ketika seorang istri telah hamil tujuh
bulan), babaran (upacara kelahiran
itu sendiri), pasaran (upacara yang
dilakukan lima hari setelah melahirkan), dan pitonan (slametan yang dilakukan tujuh bulan setelah lahiran),
meskipun tidak sepenuhnya sama.
Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari
upacara nujuh bulan, dengan
menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar dan
sekaligus memberi nama anak yang dilahirkan dengan membaca al-Barjanzi. Penggantian nama anak biasanya dilakukan karena anak
yang bersangkutan sering sakit, dan anak tersebut akan sembuh apabila namanya
diganti. Dalam penggantian nama pun dilakukan slametan lagi.
Begitu pula dengan upacara kematian, di daerah Betawi
terdapat tradisi yang sangat berbeda dengan tradisi di Bandung. Di Betawi,
apabila seseorang meninggal dunia, keluarga tersebut menyelenggarakan pembacaan
Al-Qur’an yang lamanya bergantung pada usia yang meninggal. Lain halnya dengan
kebiasaan di Bandung Timur. Upacara yang berhubungan dengan kematian seseorang
dilakukan apabila ekonomi keluarga yang meninggal itu termasuk kelas menengah
ke atas, keluarga yang ditinggalkan menyembelih kerbau kemudian daging kerbau
tersebut dibagikan kepada masyarakat sekitar (sekitar tahun 1989 di Cileunyi
Kulon masih didapatkn peristiwa ini), meskipun sekarang upacara itu hampir
tidak pernah terjadi. Akan tetapi, masih banyak lagi berbagai macam jenis
upacara keagamaan yang masih sangat kental dan sering dilaksanakan oleh
kalangan masyarakat.
B. Pengaruh Globalisasi Terhadap
Islam
Sekarang ini, dunia dengan perkembangan mutakhir dibidang
teknologi komunikasi hampir tidak memiliki batas yang jelas; satu peristiwa
yang sedang terjadi di Eropa atau Amerika serikat, secara langsung kita dapat
menyaksikannya di rumah kita sendiri di Indonesia. Sayangnya, umat islam
sekarang ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Di antara mereka,
ada yang cukup maju tapi terbatas sebagai pengguna teknologi, bukan pencipta
teknologi; lebih parah lagi, kebanyakan umat islam banyak yang sangat terlambat
dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut, di antara mereka masih ada
yang belum mampu mengoperasikan computer, internet, dan beberapa produk
teknologi lainnya.
Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan
teknologi, umat islam menjadi menjadi kelompok yang terbelakang. Mereka hampir
diidentikkan dengan kebodohan, kemiskinan, dan tidak mau berperadaban.
Sedangkan di sisi lain, umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi.
Atas dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk
agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformatif.
1. Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam
adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Hanya Tuhan yang maha tahu tentang arti dan
hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat islam. Makhluk, termasuk
umat islam, tidak tahu tentang gambaran besar skenario Tuhan, dari perjalanan
panjang umat manusia. Kemunduran dan keterbelakangan umat islam dinilai sebagai
“ujian” atas keimanan, dan kita tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi
dibalik kemajuan dan pertumbuhan umat manusia.
Akar teologis pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran
Ahl al-Sunah wa al-Jama’ah, terutama aliran ‘Asy’ariah, yang juga merujuk
kepada aliran jabariyah mengenai predeterminisme (takdir), yakni bahwa manusia
harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya.
Cara berfikir tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan
muslim di pedesaan atau yang diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya
pemikiran tradisionalis terdapat di berbagai organisasi dan berbagai tempat.
Banyak diantara mereka yang dalam sector kehidupan sehari-hari menjalani
kehidupan yang sangat modern, namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan
kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan
sebagai golongan tradisionalis.
2. Modernis
Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran,
aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi
lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modernis lebih mengacu pada
dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi
lama dinilai tidak relevan.
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih
banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka.
Pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran modernis muktazilah, yang
cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu
ushul al-khamsah.
Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat
islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan.
Asumsi tersebut pada dasarnya sejalan dengan aliran developmentalisme yang
beranggapan bahwa kemunduran umat islam terjadi di Indonesia karena mereka
tidak mampu berpartisipasi secara aktif di dalam proses pembangunan dan
globalisasi. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap
mental, kreativitas, budaya dn paham teologi sebagai pokok permasalahan.
3. Revivalis-Fundamentalis
Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru
menggunakan ideologi lain sebagai dasar pijakan daripada menggunakan Al-Qur’an
sabagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa Al-Qur’an pada
dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai
dasar bermasyarakat dan bernegara. Disamping itu, mereka juga memandang
ideologi lain sebagai ancaman. Globalisasi dan kapitalisme bagi mereka
merupakan salah satu agenda barat dan konsep non-islami yang dipaksakan pada
masyarakat muslim. Mereka menolak globalisasi dan kapitalisme karena keduanya
dinilai berakar pada paham liberalisme. Karena itulah, mereka juga disebut
sebagai kaum fundamentalis; mereka dipinggirkan oleh kaum developmentalis
karena dianggap sebagai ancaman bagi kapitalisme. Dengan demikian, revivalis
bagi kalangan developmentalis, identik dengan fundamentalis.
4. Transformatif
Gagasan transformatif merupakan alternatif dari ketiga
respons umat islam di atas. Mereka percaya bahwa keterbelakangan umat islam
disebabkan oleh ketidak adilan system dan struktur ekonomi, politik dan kultur.
Oleh karena itu, agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap struktur
melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam
bidang ekonomi, politik dan kultur.
Kalangan teologi transformatif pula menyimpulkan bahwa agama
dalam proses modernisasi sekarang ini melahirkan tiga corak, yaitu:
Pertama, tampil sebagai alat rasionalisasi
atas modernisasi atau modernisme, dengan melahirkan perkembangan teologi
rasional yang mengacu pada tumbuhnya kepentingan intelektualisme sekelompok
akademikus. Kedua, sebagai alat
legitimasi atas nama melancarkan dan mendukung berhasilnya program-program
modernisasi. Program-program ini dirancang dan dilaksanakan secara teknokratis
berdasarkan paradigma pertumbuhn ekonomi, dan bukan untuk pertumbuhan
nilai-nilai dasar pembangunan harkat kemanusiaan sendiri. Dalam konteks seperti
ini, konsep teologi yang dominan adalah teologi paralelisme yang bersifat
jusdifikatif. Ketiga, kelompok
masyarakat tertentu, terutama kaum dhuafa yang tidak terserap dalam dialog
besar proses modernisasi dewasa ini, terpaksa menghanyutkan diri dalam impian
teologi eskatologis yang bersifat eskapitis. Mereka tidak jarang menunjukkan
sikap hidup fatalistis; “bahwa dunia adalah tempat bersinggah untuk minum”,
bahwa “dunia hanyalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi
orang-orang kafir”, dan lain sebagainya.
Yang paling penting, bahwa prinsip teologi transformatif itu
tidak bersifat ortodoksi dan harus terkait dengan ortopraksis. Ia harus
berwatak fasilitatif, dalam arti memberi fasilitas sebagai kerangka bacaan
melihat realitas. Juga tidak ada hubungan patronklien dalam membaca kehendak
Tuhan.dan mementingkan isi daripada bentuk ungkapan simbolis agama. Serta
dengan jelas menuju cita-cita perwujudan masyarakat muttaqin, dengan setiap
orang mempunyai derajat yang setara di hadapan kebenaran Allah SWT.
BAB III
Kesimpulan
Demikian kita telah mengetahui tentang beberapa tradisi yang
sering dilakukan oleh umat islam di Indonesia dalam kaitannya dengan dunia
kontemporer ini. Sekaligus pula mengenai empat respons umat islam dalam dunia
kontemporer, yang diantaranya yaitu tradisionalis, modernis,
revivalis-fundamentalisme dan transpormatif. Dimana diantara keempat hal
tersebut, masing-masing memiliki pandangan yang berbeda dalam memberikan
pernyataan tentang islm dan pemeluk agama islam berkaitan dengan dunia
kontemporer sat ini. Yang mana didalamnya membahas masalah yang menyebabkan
terjadinya keterbelakangan sekaligus ketertinggalan umat islam dalam masalah
ilmu pengetahuan dan komunikasi serta globalisasi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman,
Moeslim. 1995. Islam Transpormatif.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Hakim,
Atang Abd. 2006. Metodologi Studi Islam.
Bandung: Rosda.
Nata,
Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Terimakasih mad galih semoha ilmunya berkah
BalasHapus