MAKALAH KAJIAN TEORI-TEORI DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI
KAJIAN TEORI-TEORI DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
1. TEORI PSIKOANALISA
TEORI PSIKOANALISA SIGMUND FREUD (1856-1939)
2 Konsep besar teori Freud mencakup tentang :
- Tahap tahap awal perkembangan kepribadian menurut Freud:
a. Tahap mulut/oral (usia 0-18 bulan)
a. Tahap oral pertama (0-6 bulan)
b. Tahap oral kedua (6-18 bulan)
b. Tahap anal (usia 1-3 tahun)
c. Tahap phallic/Odiphal (usia 3-6 tahun)
d. Tahap laten/tersembunyi (usia 6-11 tahun)
Ialah tahap keempat kepribadian Freud, yang berlangsung kira kira usia 6 tahun dan masa pubertas, anak menekan semua minat terhadap seks, dan mengembangkan ketrampilan social dan intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak energI anak kedalam bidang bidang yang aman secara emosional dan menolong anak melupakan konflik pada tahap phallic yang sangat menekan.
Dengan terciptanya pertahanan yang kuat terhadap perasaan-perasaan odipal, anak memasuki periode latensi yang bertahan sampai sekitar usia 11 tahun. Fantasi-fantasi seksual dan agresifitas tersembunyi dalam-dalam (laten) – dijaga rapat-rapat dibawah didalam ketaksadaran. Freud melihat bahwa represi seksualitas dititik ini cukup luas, karena tidak hanya mencakup perasaan dan memori odipal, namun juga perasaan serta memori oral dan anak (Freud, 1905 dalam Crain, 2007). Karena impuls dan fantasi yang berbahaya sekarang sudah disimpan dibawah tanah anak tidak begitu terganggu dengan hal-hal ini, dan periode laten relative berjalan lembut. Anak sekarang bebas mengarahkan kembali energinya pada pengejaran-pengejaran konkrit yang bias diterima secara social seperti olah raga, permainan dan aktivitas intelektual.
Namun, beberapa pengikut Freud berpendapat bahwa, fantasi seksual dan agresif ditahap ini tidak akan hilang sepenuhnya seperti yang dikatakan Freud (Blos, 1962 dalam Crain, 2007). Contohnya, anak laki-laki berusia 8 tahun masih tertarik terhadap tubuh anak perempuan dan secara khas dia menemukan fakta-fakta hidup yang real diusia ini. Meskipun demikian, kebanyakan pengikut freud setuju kalau perhatian seksual kehilangan karakternya yang menakutkan dan membahayakan. Secara umum, anak diperiode latensi memiliki ketenangan dan pengendalian diri yang baru.
e. Tahap genital – Tahap Kemaluan (11 tahun s.d seterusnya)
Tahap kelima dan terakhir dari kepribadian Freud, yang berawal dari masa pubertas dan seterusnya. Tahap kemaluan ialah suatu masa kebangkitan
seksual; Freud mengatakan tugas terbesar individu adalah ” membebaskan diri dari perwalian orang tua”. Bagi remaja laki-laki, ini artinya membebaskan ikatan dengan ibu dan menemukan wanita yang disukainya. Remaja pria juga harus menyelesaikan persaingannya dengan ayahnya dan membebaskan diri dari dominasi ayah atas dirinya. Untuk remaja putri, tugasnya sama – dia harus bisa memisahkan diri dari perwalian orangtuanya dan membangun hidupnya sendiri. Namun Freud mencatat bahaw independensi tidak pernah datang dengan mudah. Karena selama bertahun-tahun sebelumnya kita sudah membangun kebergantungan yang kuat dengan orangtua, dan sangat menyakitkan jika kita harus memisahkan diri secara emosional dan sosial dari mereka. Oleh karena itu, untuk sebagian besar dari kita, tujuan independensi yang sejati tidak pernah bisa diraih seutuhnya.
- Bagian-bagian Jiwa
Konsep utama Freud tentang bagian-bagian jiwa adalah mengenai id, ego dan
superego :
Id
Id adalah bagian dari kepribadian yang disebut ’ ketaksadaran ”. Id adlah bagian kepribadian yang paling primitif, mengandung refleks-refleks dan dorongan-dorongan biologis dasariah. Id digambarkan sebagai lubang yang ” penuh kesenangan yang menggelegak ” semuanya saling mendesak untuk menyembul keluar. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan rasa sakit. Kesenangan bertugas untuk meminimalkan tekanan. Prinsip dasar Id adalah meredakan ketegangan. Di dalam Id. Bayangan apapun yang diasosiasikan dengan rasa sakit atau tegangan mestinya langsung dihancurkan. Id tidak memusingkan apakah kita memang mengharapkan penghancuran bayangan orang-orang yang dibutuhkan dann dicintai. Sebagai apa yang disebut wilayah tidak logis, Id hanya ingin tegangan-tegangan yang mengganggunya reda secepat mungkin.
Ego
Jika kita akan hidup lama, maka kikta tidka dapat hidup diatur hanya wilayah tidak logis seperti Id. Kita harus belajar menghadapi realitas. Contoh, seorang anak laki-laki segera belajar bahwa ia tidak bisa mengambil makanan hanya karena terdorong secara impulsif dimanapun dia melihat makanan. Jika dia mengambil makanan itu dari seorang anak yang lebih besar, maka dia akan kena pukul. Dia harus belajar memahami realitas sebelum bertindak. Bagian jiwa yang menunda impuls secara langsung dan memahami realitas seperti ini ada pad wilayah logis yang disebut Ego. Freud mengatakan bahwa jika Id berisi ” hasrat-hasrat yang tak terjinakan maka Ego berisi ”penalaran dan pemahaman yang tepat” Cara kerja Ego mengikuti prinsip realitas dan sering disebut sebagai proses berpikir sekunder, mencakup apa yang kita sebut proses kognisi atau perseptual. Ego dalam teori ini harus dibedakan dengan ego yang berarti melebih-lebihkan citra diri. Yang jelas Ego mengacu pada seperangkat fungsi – menilai realitas secara akurat, mengatur impuls-impuls dan seterusnya. Hubungan Ego dan Id seperti penunggang dan kudanya.
Superego
Ego kadang disebut sebagai satu di antara sejumlah ” sistem kontrol ” kepribadian. Ego mrngontrol hasrat yang buta dai Id untuk melindungi organisme dari luka. Di atas telh disbeutkan tentang anak laki-laki yang belajar menahan impuls untuk mengambil makanan sampai dia bisa menentukan apakah tindakan ini aman untuk dilakukan di dalam realitas. Namun kita juga mnegontrol tindakan itu karena alasan-alasan lain. Kita menahan diri dari tindakan mengambil barang milik orang lain karena kita percaya tindakan seperti itu keliru secara moral. Standar kita tentang benar atau salah mendasari sistem kontrol kepribadian yang kedua, disebut Superego. Menurt Freud Superego memiliki 2 bagian; Pertama, disebut suara hati , bagian Superego yang bersifat menghukum, negatif dan kritis yang mengatakan kepada kita apa yang tidka boleh dilakukan dan menghukum kita dengan rasa bersalah jika kita melanggar tuntutannya. Kedua, disebut ego ideal , karena terdiri dari aspirasi-aspirasi positif. Contoh, ketika anak laki-laki ingin menjadi seperti pemain basket terkenal, maka atlet adalah ego idealnya. Tapi ego ideal bisa juga lebih abstrak, seperti keinginan iuntuk lebih murah hati, berani, atau berdedikasi tinggi.
Berikut ini sketsa Freud tentang struktur kepribadian yang berusaha ditunjukkan lewat diagram berikut ini
TEORI PSIKOANALISA ERICK
ERICSON
Teori Erikson melengkapi analisis Broofenbrenner terhadap konteks sosial
dimana anak tumbuh dan orang-orang yang penting bagi kehidupan anak. Erikson
(1902 – 1994) mengemukakan teori tentang perkembangan seseorang melalui
tahapan. Mari kita ikuti perjalanan Erikson melewati rentang kehidupan manusia.Delapan Tahap Perkembangan Manusia. Dalam teori Erikson (1968), delapan tahap perkembangan akan dilalui oleh orang disepanjang rentang kehidupannya (lihat gambar 3.2). Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang dihadapi oleh individu yang mengalami krisis. Menurut Erikson, masing-masing krisis tidak bersifat katastropik, tetapi merupakan titik balik dari kerawanan dan penguatan potensi. Semakin sukses seseorang mengatasi krisisnya, semakin sehat psikologi individu tersebut. Masing-masing tahap punya sisi positif dan negatif.
Kepercayaan versus ketidakpercayaan adalah tahap psikososial pertama menurut Erikson. Perkembangan keprecayaan (trust) membutuhkan pengasuhan yang hangat dan bersahabat hasil positifnya adalah rasa nyaman dan berkurangnya ketakutan sampai pada titik minimal. Ketidakpercayaan akan tumbuh jika bayi diperlakukan terlalu negatif atau diabaikan.
Otonomi versus malu dan ragu adalah tahap psikologis Erikson kedua tahap ini terjadi pada masi bayi akhir (late infancy) dan masa belajar berjalan (toddler). Setelah mempercayai pengasuhnya, sang bayi mulai menemukan bahwa tindakannya adalah tindakannya sendiri. Mereka menegaskan independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi dibatasi terlalu banyak atau dihukum terlalu keras, mereka akan mengembangkan rasa malu dan ragu.
Inisiatif versus rasa bersalah adalah tahap psikologis Erikson ketiga. Tahap ini berhubungan dengan masa kanak-kanak awal, sekitar usia tiga hingga lima tahun. Saat anak merasakan dunia sosial yang lebih luas, mereka mendapat lebih banyak tantangan saat bayi. Untuk mengatasi tantangan ini, mereka harus aktif dan tindakannya mempunyai tujuan. Dalam tahap ini, orang dewasa berharap anak lebih bertanggungjawab dan menyuruh anak mengemban beberapa tanggung jawab untuk menjaga tubuh dan milik mereka. Memunculkan rasa tanggung jawab membutuhkan inisiatif. Anak mengembangkan rasa bersalah apabila mereka tidak bertanggung jawab atau merasa terlalu cemas.
Upaya versus inferioritas(Middle-Late Childhood) adalah tahap psikologis Erikson keempat. Tahap ini terjadi kira-kira pada masa sekolah dasar, dari usia enam tahun hingga usia puber atau remaja awal. Pada tahap ini anak siap untuk menerima tantangan akan suatu ide yang baru dan menarik, dan tantangan untuk menerima pengetahuan yang baru. Mereka memerlukan kesempatan untuk pemenuhan fisik, intelektual, dan sosial mereka. Mereka memerlukan banyak variasi interaksi dengan orang lain. Kesuksesan dan perasaan ” Saya dapat melakukannya” meningkatkan rasa percaya dirinya. Inisiatif anak membuat mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat mereka masuk sekolah dasar, mereka menggunakan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Masa kanak-kanak akhir adalah masa dimana anak paling bersemangat untuk belajar, saat imajinasi mereka berkembang. Bahaya di masa sekolah dasar ini adalah munculnya perasaan rendah diri (Inferioritas), ketidakproduktivan dan inkompetensi.
Identitas versus kebingungan identitas adalah tahap psikologi Erikson kelima. Tahap ini terjadi di masa remaja. Remaja berusaha untuk mencari tahu jatidirinya apa makna dirinya, dan kemana mereka akan menuju. Mereka berhadapan dengan banyak peran baru dan status dewasa (seperti pekerjaan dan pengacara). Remaja perlu diberi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai cara untuk memahami identitas dirinya. Apabila remaja tidak cukup mengeksplorasi peran yang berbeda dan tidak merancang jalan ke masa depan yang positif, mereka bisa tetap bingung akan identitas diri mereka.
Intimasi versus Isolasi adalah tahap psikologi Erikson keenam. Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal. Tugas perkembangannya adalah membentuk hubungan yang positif dengan orang lain. Erikson mendeskripsikan intimasi sebagai penemuan diri sendiri tetapi kehilangan diri sendiri dalam diri orang lain. Bahaya pada tahap ini adalah orang bisa gagal membangun hubungan dekat dengan pacar atau kawannya dan terisolasi secara sosial. Bagi individu seperti ini, kesepian bisa membayangi seluruh hidup mereka.
Generativitas versus stagnasi adalah tahap psikologi Erikson ketujuh. Tahap ini terjadi pada masa dewasa pertengahan, sekitar usia 40-an dan 50-an. Generativitas (generativity) berati mentransmisikan sesuatu yang positif kepada generasi selanjutnya. Ini bisa berkaitan dengan peran seperti parenting dan pengajaran. Melalui peran itu orang dewasa membantu generasi selanjutnya untuk mengembangkan hidup yang berguna. Eriksin mendeskripsikan stagnasi sebagai perasaan tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu generasi selanjutnya.
Integritas versus putus asa adalah tahap psikologi Erikson yang kedelapan dan terakhir. Tahap ini berhubungan dengan masa dewasa akhir, sekitar usia 60-an sampai meninggal. Orangtua merenungi kembali hidupnya, memikirkan apa-apa yang telah mereka lakukan. Jika evaluasi retrospektif ini positif, mereka akan mengembangkan rasa integritas. Yakni, mereka memandang hidup mereka sebagai hidup yang utuh dan positif dan layak dijalani sebaliknya, orangtua akan putus asa jika renungan mereka kebanyakan negatif.
Mengevaluasi Teori Erikson. Teori Erikson memaparkan beberapa tugas sosioemosional penting dan meletakkannya dalam kerangka perkembangan. Konsep identitasnya terutama membantu untuk memahami masa remaja akhir dan masa mahasiswa. Secara keseluruhan teorinya merupakan faktor penting dalam membentuk pandangan kita sekarang tentang perkembangan manusia sebagai perkembangan sepanjang hayat, bukas sekadar perkembangan di masa kanak-kanak.
Teori Erikson tidak luput dari kritik. Beberapa pakar percaya bahwa tahapannya terlalu kaku. Bernice Neugarten (1998) megatakan bahwa identitas, intimasi, independensi, dan banyak aspek perkembangan sosioemosional lainnya tidak muncul secara berurutan secara rapi dalam interval usia tertentu. Aspek-aspek itu merupakan isu penting yang ada disepanjang hidup kita. Meskipun banyak riset telah dilakukan terhadap tahap-tahap Erikson (seperti identitas), seluruh cakupan teorinya (seperti apakah delapan tahap itu selalu terjadi secara berurutan seperti yang dipaparkannya) belum didokumentasikan secara ilmiah. Misalnya, bagi beberapa individu (terutama wanita), intimasi mendahului identitas, atau berkembang secara bersamaan.
Mendidik Anak Berdasarkan Teori Erikson
a. Dorong anak untuk berinisiatif. Anak-anak di usia prasekolah dan di program pendidikan untuk kanak-kanak awal harus diberi banyak kebebasan untuk mengeksplorasi dunia mereka. Mereka seharusnya diijinkan untuk memilih beberapa aktivitas sendiri. Jika mereka meminta melakukan aktivitas tertentu yang masuk akal, permintaan itu harus dituruti. Beri materi menarik yang akan memicu imajinasi mereka. Anak- anak pada tahap ini suka bermain. Bermain bukan hanya bermanfaat bagi perkembangan sosioemosionalnya, tetapi juga merupakan medium penting untuk pertumbuhan kognitif mereka. Secara khusus ajak mereka bermain dengan rekan seusianya dan lakukan permainan berfantasi. Bantu anak untuk bertanggung jawab dalam merapikan kembali mainan dan materi yang mereka pakai. Anak- anak bisa diberi tanaman atau bunga untuk dirawat dan dibantu untuk merawatnya. Kritik harus minimum sehingga si anak tidak akan mengembangkan rasa bersalah dan kecemasan yang terlalu tinggi. Anak kecil selalu banyak membuat kesalahan dan suka mengobrak-abrik barang. Mereka perlu diberi contoh yang baik, bukan kritik keras. Tata aktivitas dan lingkungan mereka untuk membantu kesusksesannya, bukan untuk menghambat beri mereka tugas-tugas yang tepat untuk perkembangan mereka. Misalnya, jangan bikin kesal anak dengan menyuruh mereka duduk dalam waktu yang lama untuk mengerjakan tugas menulis.
b. Mempromosikan usaha belajar untuk anak-anak sekolah dasar. Guru bertanggungjawab atas perkembangan usaha belajar anak. Erikson berharap agar guru bisa menyediakan suasana dimana anak bisa bersemangat untuk belajar. Meminjam kalimat Erikson guru harus memaksa dengan lembut si anak agar berusaha menyadari bahwa mereka bisa belajar menyelesaikan sesuatu sendiri. Di masa sekolah dasar, anak sangat haus akan pengetahuan. Kebanyakan anak SD punya rasa ingin tahu yang tinggi dan punya motivasi untuk mengerjakan tugas. Menurut Erikson adalah penting bagi guru untuk memupuk motivasi untuk menguasai pengetahuan dan rasa ingin tahu ini. Beri murid tantangan, namun jangan terlalu memberatkan mereka. Berusahalah sekuat Tenaga agar murid jadi produktif, tetapi jangan terlalu kritis kepada mereka. Bersikaplah toleran kepada kesalahan yang wajar dan pastikan bahwa setiap murid punya peluang meraih keberhasilan.
c. Ajak remaja mengeksplorasi identitas dirinya. Sadarilah bahwa identitas murid bersifat multidimensional. Aspek identitas mencakup tujuan untuk mencari kerja, prestasi intelektual, minat pada hobi, olahraga, musik, dan area lainnya. Suruh remaja untuk menulis esai tentang dimensi-dimensi ini, mengeksplorasi siapa diri mereka dan apa yang ingin mereka lakukan dalam hidup mereka. Ini akan menstimulasi upaya eksplorasi diri. Juga dorong murid remaja untuk mendengar debat tentang agama, politik, dan isu ideologi, ini akan memicu mereka untuk meneliti perspektif yang berbeda-beda.
Ketahuilah bahwa beberapa peran yang dilakukan remaja adalah tidak permanen. Mereka mencoba banyak hal saat mereka mencari jati drinya. Juga sadarilah bahwa penemuan jati diri tercapai sedikit demi sedikit selama beberapa tahun. Banyak remaja sekolah menengah baru saja mulai mengeksplorasi jati dirinya, disaat-saat ini akan bermanfaat jika mereka dikenalkan dengan berbagai pilihan karir dan kehidupan. Ajak remaja untuk bicara dengan penasihat sekolah (guru BP) tentang opsi karir dan beragam aspek dari identitas mereka. Undang orang dari beragam karir yang berbeda dan mintalah mereka berbicara dengan murid-murid Anda tentang pekerjaan mereka terlepas dari kelas yang Anda ajar.
d. Kaji diri Anda sebagai seorang guru dengan lensa delapan tahap Erikson (Gratz & Boulton, 1996). Misalnya, Anda mungkin berada di usia dimana erikson mengatakan bahwa isu yang paling penting dalam usia Anda saat ini adalah identitas versus kebingungan identitas atau intimasi versus isolasi. Erikson percaya bahwa satu demensi identitas paling penting adalah pekerjaan. Kesusksesan karir Anda sebagai guru dapat merupakan aspek terpenting dalam identitas diri Anda. Aspek penting lain dalam perkembangan masa dewasa awal adalah hubungan dekat yang positif dengan orang lain. Identitas Anda akan mendapat manfaat dari hubungan yang positif dengan partner dan dengan satu atau lebih kawan. Banyak guru mengembangkan persahabatan erat dengan guru lain atau mentornya, dan hubungan ini bisa sangat berguna.
e. Ambil karakteristik yang bermanfaat dari tahap Erikson lainnya. Guru yang kompeten harus dapat dipercaya, menunjukkan inisiatif, mau berusaha dan menjadi model untuk menguasai suatu pelajaran, serta punya motivasi untuk memberi kontribusi sesuatu yang bermakna bagi generasi selanjutnya. Dalam peran Anda sebagai guru, Anda akan secara aktif memenuhi kriteria konsep generativitas Erikson.
2. TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Menurut Myers (1996), “Cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering. “Pengertian yang hampir senada juga diberikan oleh Margaret W. Matlin (1994), yaitu : “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of konwledge. “Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran.
Perlu diketahui dua titik penting teori Piaget. Pertama, Piaget menyadari bahwa anak-anak melewati tahapan ini dengan kecepatan yang berbeda-beda, oleh karena itu dia mengingatkan pentingnya pendekatan pada usia-usia yang terkait dengan mereka. Bagaimanapun dia menekankan bahwa anak-anak berpindah melalui tahap-tahap ini dalam suatu urutan yang tidak berubah, dalam urutan sama.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberi label “burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label “burung” adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak .
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistim kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap berikutnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisi dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Tahap Operasional Konkret (Concrete Operational Stage) usia 7 – 11 tahun
Pada tahap ini, anak-anak dapat melaksanakan operasi, dan penalaran logis menggantikan pemikiran intiutif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau kongkret. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah :
1. Pengurutan
Kemampuan untuk pengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contoh; bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengindentikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lainnya, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahn untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh: anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4 + 4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservatif
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isisnya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas yang lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan Sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian ujang memindahkan boneka itu dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi kongkret akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
3. TEORI BEHAVIOR: TEORI BELAJAR SOSIAL oleh ALBERT BANDURA (1925-…)
Pembelajaran lewat Pengamatan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain (Arends, 1997 dalam Trianto, 2007).
Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang yang dipelajarinya. Kekuatan dari pembelajaran lewat pengamatan ini terdokumentasikan dengan baik dalam literatur-literatur antropologis. Di salah satu sub kultur Guatemala, anak-anak gadis belajar menenun dari melihat model bekerja. Guru tenun menunjukkan mengoperaskan mesin tekstil sementara si Gadis Kecil mengamati saja. Kemudian, ketika si anak merasa siap, dia mulai mengoperaiskan mesin dan biasanya langsung mampu mengoperasikannya dengan penuh kecakapan. Dalam teori Bandura, si gadis kecil menunjukkan apa yang disebut dengan pembelajaran tanpa coba-coba (no-trial learning) – memperoleh tingkah laku yang baru seluruhnya dalam sekejap hanya dengan mengamati. Dia tidak perlu jatuh bangun lewat proses belajar trial and error yang sangat menyakitkan. Dan harus didampingi oleh penguatan yang berbeda-beda di tiap respon kecilnya.
Pengamatan juga mengajarkan kita sejumlah konsekwensi yang emungkinkan dari sebuah tingkah laku baru – proses ini disebut vicarious reinforcement ( penguatan lewa pegamatan yang empatik, merasa seolah-olah kita yang melakukannya)
Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura mengklasifikasi empat komponen pembelajaran operasional :
a. Proses Atensi (Proses Perhatian)
Fase pertama dalam belajar permodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-model yang menarik, popular, atau yang dikagumi. Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa memberikan perhatian kepada bagian-bagian penting dari pelajaran.
b. Proses Retensi ( Proses Retensi)
Menurut Gredler (dalam Sudibyo, 2001) yang diadaptasi oleh Trianto, 2007, fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
c. Proses Reproduksi Motorik
Dalam fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti penglangan secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
d. Proses peguatan dan motivasi
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan. Memberikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat (pembelajar) untuk berunjuk perbuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam kelas dalam pembelajaran permodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.
Implikasi-Implikasi Praktis
Penelitian Bandura meningkatkan kesadaran kita akan pentingnya permodelan dalam mengasuh dan mendidik anak. Meskipun orangtua dan guru sudah menyadari fakta bahwa mereka mengajar anak lewat contoh-contoh tindakan, namun terkadang mereka lupa kalau permodelan mereka bisa sangat mempengaruhi anak.
Para teorisi belajar sosial juga menunjukkan kalau tingkah laku dipengaruhi bukan hanya oleh pribadi-pribadi tertentu atau model-model hidup, namun juga oleh modek-model yang disajikan oleh media masa, salah satunya yang paling berpengaruh kuat adalah televisi (model-model yang difilmkan). Para ahli menemukan bahwa efek-efek kekerasan yan ditelevisikan dapat mempengaruhi agresivitas anak-anak dalam hidup mereka sehari-hari.
D. KESIMPULAN
Jhon Locke mengemukakan bahwa pengalaman dan lingkungan anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Perkebangan sosial dan emsional adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan penyesuaian diri dengan aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada. Perkembangan sosial dan emosional bukan hanya sekedar hasil kematangan, tetapi sebagian besar merupakan hasil belajar. Oleh karena itu menyediakan kondisi yang kondusif sangat penting dilakukan agar meningkatkan kematangan dan kesempatan belajar. Pengkondisian yang baik akan menjadikan fungsi sosial emosional anak menjadi semakin berkembang. Pengendalian emosi dan tatanan sosial yang baik serta sehat akan dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif dan akan menjadikan perkembangan sosial emosional anak lebih optimal.
Faktor pematangan dan faktor belajar keduanya mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak. Adapun arah pematangan dan belajar, keduanya sama. Dari sisi emosi, arah pematangan belajar ingin mengantarkan anak pada kestabilan, sedangkan dari sisi sosial, ingin mengantarkan anak pada kematangan bersosialisasi. Beberapa teori yang telah diuraikan di atas diharap dapat membantu para pendidik untuk menerapkan impliksinya dalam proses mengasuh dan mendidik anak.
E. DAFTAR PUSTAKA
1. Santrock, Jhon , W., Life Span
2. Crain, Wlliam, Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi- edisi 3 , Pustaka Belajar, 2007
3. Sujiono, Yuliani, M.Pd, Dr., Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Bahan ajar Universitas Negeri Jakarta, 2007
4. Rachmawati, Yeni & Nugraha, Ali, Metode Perkembangan Sosial Emosional,Universitas Terbuka.
Komentar
Posting Komentar